Amerika Serikat sedang memperluas
bangunan Kedutaannya di Jakarta. Pemerintah Indonesia melalui Pemprov DKI telah
memberikan izin untuk perluasan bangunan itu.
Sebetulnya tidak ada yang luar biasa dengan pembangunan ini namun
menjadi luar biasa adalah ketika terjadi polemic dimedia massa antara Jokowi
dan Elite Partai Demokrat, dimana terkesan bahwa penyadapan yang dilakukan oleh
Kedutaan Amerika terhadap Indonesia disebabkan karena izin perluasan bangunan
yang diberikan oleh Jokowi. Kalaulah
benar penyadapan dilakukan oleh Amerika melalui kedutaannya maka seharusnya
Pemerintah melakukan peringatan keras kepada Amerika, dan bukannya menyalahkan
Gubernur yang memberikan izin. Karena dalam hukum internasional, di antara
negara-negara berdaulat dilarang saling melakukan kegiatan spionase atau
memata-matai untuk memperoleh informasi secara ilegal, termasuk melalui
penyadapan. Jadi adalah tugas Lembaga Sandi Negara ( Lemsaneg ) untuk membuktikan
penyadapan ini agar dapat dilaporkan kepada Mahkamah International. Memang
kalaupun terbukti, dan bisa menyalahkan Amerika di Mahkamah International ,
juga tidak ada jaminan bisa menghukum Amerika. Karena berbagai pelanggaran
terbukti dilakukan Amerika terhadap Negara lain, PBB bungkam bagaikan macan
ompong. Hokum hanya berlaku bagi Negara lemah bukan Negara kuat.
Waktu ketemu dengan teman dari
Amerika yang sudah bermukin di Indonesia lebih dari 5 tahun , dia berkata
kepada saya bahwa bila perluasan gedung Kedutaan Amerika selesai maka itu akan
menjadi bangunan kedutaan Amerikan nomor tiga terbesar didunia setelah Irak dan
Pakistan. Bangunan itu akan terdiri dari 10 lantai dengan luas 36,000 meter
persegi. Untuk apa bangunan sebesar itu ? teman itu mengatakan bahwa Indonesia
merupakan Negara yang sangat penting bagi AS. Apalagi sejak era Clinton, AS menjadikan
Asia Pacifik sebagai kawasan masa depannya yang harus dikelolanya dengan all at
cost. Mengapa ? Indonesia berada di kawasan Pacifik yang diapit oleh tiga benua
Amerika, Australia dan Asia. Secare geo strategis maupun geopolitik , keberadaan
Indonesia sangat pital bila ingin mengontrol Asia Pacific. Apalagi dikaitkan dengan ambisi China untuk ikut mengendalikan kawasan ini. The Carnegie
Endowment for International Peace menerbitkan sebuah studi oleh sembilan
peneliti AS, yang mengklaim bahwa dalam dua dekade mendatang, kemampuan militer
China akan setara AS, termasuk kemampuan untuk membangun kapal induk dan
pesawat tempur siluman. Dari segi Ekonomi hanya masalah waktu China akan mengungguli AS, setidaknya sekarang China merupakan negara kreditur terbesar bagi AS.
Menurut teman saya bahwa sejak
jatuhnya Soekarno, Indonesia adalah Negara satelit dari AS. Terlalu banyak
kepentingan AS yang harus dipertahankan
di Indonesia. Hampir semua the Biggest Multi National Corporation (MNC) AS beroperasi di Indonesia. Semua MNC AS tersebut
tentu punya loby kuat di White House dan akan menggunakan loby itu untuk memastikan AS mengontrol Indonesia. Itu sebabnya teman saya berkata dengan
satire bahwa keberadaan Jakarta tak lebih sebagai markas intelligent bagi
Amerika. Saya sempat mengerutkan kening. Untuk apa operasi intelligent dilakukan ?
menurutnya dalam masa damai , intelligent diperlukan untuk mendapatkan seluas
mungkin informasi sebelum kebijakan dikeluarkan. AS tidak mau salah dalam
bersikap sehingga kepentingan mereka terganggu.
Maklum bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Islam yang
sangat sensitive dengan AS dan juga termasuk negara demokrasi terbesar didunia. Seluruh Elite Politik di Indonesia masuk dalam target operasi
intelligent CIA dan NSA. Dari penguasaan informasi inilah , AS bisa melancarkan
taktik dan strategi untuk melemahkan setiap upaya memperkuat idiologi karena
dasar kebangsaan maupun dasar agama. Yang paling dikawatirkan oleh AS adalah idiologi
karena dasar Agama. Ini harus dieliminate dengan all at cost.
Operasi intelligent melemahkan idiologi
ini sangat efektif diterapkan karena di
Indonesia tidak ada kekuasaan tunggal. Tidak ada komandan barisan tunggal yang
memastikan barisan bergerak kesatu arah sebagaimana China dengan Partai
Komunisnya atau Iran dengan Islamnya. Ini sharing power sesuai dengan system
demokrasi liberal. Sehingga para Intel
AS bisa dengan leluasa melakukan operasi "mengobok obok" politik untuk menjadikan elite politik jinak dalam kendali
mereka. Yang tidak bisa dijinakan akan dihabisi melalui KPK dan pembunuhan karakter ( character assassination ) lewat pemberitaan media massa. Mereka
berada dibalik amandemen UUD 45 dan Pasal 33 dengan menambah ayat 4. Ayat ini
seakan mengingkari secara halus ayat 1,2, dan 3-nya dimana perekonomian disusun
secara prinsip demokrasi. Jadi siapa saja dapat mengusahakan perekonomian
secara bebas alias liberalisasi perekonomian. hal ini tertuang dalam ayat
selanjutnya yaitu ayat 5 dimana ketentuan lebih lanjut diatur UU. UU yang mana?
lihat saja UU penanaman modal dan UU PMA yang kental sekali nuansa liberalnya.
Dampak dari amandemen itu adalah ekonomi tumbuh dengan pesat namun melahirkan
gap kaya dan miskin yang sangat lebar, dan MNC AS semakin tak tergoyahkan dari
keberadaannya menguasai SDA Indonesia.
Bila Indonesia lemah maka ASEAN
juga akan lemah karena maklum sebagian besar negara ASEAN tergantung dengan
Indonesia baik dari segi pasar maupun bahan baku. Mark J. Valencia dalam tulisannya The South China Sea: Back to the Future? berpendapat bahwa perairan china selatan menjadi kawasan sengketa berbahaya dalam perebutan pengaruh atau hegemoni di Asia antara China dan Amerika Serikat (Global Asia, 2010). Bila terjadi komplik regional atau katakanlah konplik laut china selatan
maka Indonesia akan jadi Pangkalan perang yang efektif bagi Amerika dan
sekutunya untuk menjangkau China dan memenangkan perang. Namun bagaimanapun China
akan terus berupaya untuk merebut pengaruh di Indonesia melalui pendekatan yang
sama yaitu operasi intelligent. Yang
pasti kedua kekuatan ini ada di Indonesia, setidaknya kita bisa lihat dimana
sebelum Pertemuan APEC di Bali, Xin JInping datang lebih dulu sebelum Obama datang.
Indonesia telah menandatangani Comprehensives agreement dengan China yang
sebelumnya Agreement ini telah tertunda lebih dari 10 tahun. Itu sebagai tanda “perang”
antara AS dan China telah dimulai, kini dan disini. Siapakah yang akan unggul
lihatlah nanti siapa yang akan jadi Presiden di Indonesia, dari partai apa ?.Yang jelas keduanya adalah predator...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.