Mengapa buruh selalu menuntut
kenaikan UMR?. Apakah karena mereka tidak percaya kepada Pemerintah ataukah
memang UMR yang ditetapkan pemerintah itu tidak sesuai dengan standard
kebutuhan mereka. Mungkin secara umum
kita beranggapan bahwa tuntutan buruh yang tertuang dalam sekian puluh item
kebutuhannya adalah terlalu mengada ada. Seolah olah buruh terlalu manja. Apakah memang benar demikian? Saya tinggal di Tangerang dimana banyak buruh pabrik bermukim. Minggu
lalu saya berdialogh dengan buruh didalam angkot. Buruh yang saya tanya itu termasuk muda atau 35 tahun.
Dia mengawali karirnya sebagai buruh sejak tahun 2002. Jadi lebih 10 tahun dia
mengabdi sebagai buruh. Menurutnya tahun 2003 upahnya sebulan sebesar Rp. 800,000. Dia terima setiap minggu Rp.
200,000. Dari gaji sebesar itu dia tidak punya masalah dengan biaya hidup walau memang tidak berlebih. Harga beras ketika itu sekilo hanyalah Rp.
2500. Tapi semakin tahun hidupnya semakin sulit walau setiap tahun UMR naik. Saya
mengerutkan kening. Tapi saya mencoba mengkalkulasi kesimpulannya itu dengan cara bodoh. Kalau
dikurskan upahnya dengan harga beras maka nilainya tahun 2003 adalah 307,6 Kg.
Bandingkan dengan kini yang upahnya Rp. 1.500,000 dengan harga beras Rp. 10,000
per kg ,yang setara dengan 150 kg beras. Artinya kalau kita jadikan 2003
sebagai standard upah layak maka memang
dalam sepuluh tahun hak para buruh dirampas sebesar 50% oleh negara.
Bagaimana bila upah buruh tahun
2003 dikurskan dengan harga emas? Harga emas tahun 2003 adalah Rp. 95.000
per gram. Kalau upah buruh sebesar Rp. 800.000 maka itu setara dengan 8,42 gram
emas. Nah kalau dikurskan dengan harga emas sekarang Rp. 450.000 per gram maka
upah buruh seharusnya Rp. 3.789.000. Tapi kalau upah buruh
hari ini dikembalikan dengan kurs beras upah ditahun 2003 yaitu 307,6 Kg x Rp. 10,000 atau sama dengan Rp.
3.070.000. Jadi baik mengikuti kurs beras maupun emas, tetap saja upah buruh
harus diatas Rp. 3 juta perbulan. Tapi nyatanya UMR tertinggi berada di wilayah
DKI hanyalah Rp. 2.400.000. Tentu daerah lain jauh lebih rendah Padahal di tahun
2003 itu upah buruh belumlah termasuk manusiawi karena masih sangat jauh dari
upah negara maju, bahkan lebih rendah dari gaji buruh di Malaysia.Yang menyedihkan UMR yang rendah itu dari tahun
ketahun bukannya meningkat menuju kesejahteraan
justru menuju kepada penjajahan by system. Mengapa disebut sebagai
penjajahan? Orang dipaksa secara psikis untuk bekerja karena hampir semua kebutuhan tidak
ada yang gratis dan ketika mereka mendapatkan hasil dari keringatnya, uang itu tidak bernilai sama sekali. Hanya cukup
memenuhi kebutuhan setengah bulan. Jadi sejak SBY berkuasa, yang dikorbankannya adalah para buruh ,yang mayoritas penduduk negeri ini.
Disamping itu pemerintah hanya melindungi buruh
formal dengan UMR berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dari tahun ketahun buruh formal menurun jumlahnya karena
deindustrialisasi dan mereka berubah menjadi buruh informal. Jumlah prosentase
pekerja sektor informal di negeri ini sekarang mencapai 62% dari total pekerja.
Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Thailand (55%), China (51%), dan
Malaysia (31%). Siapakah buruh informal ini? mereka adalah buruh tani, buruh nelayan, kuli bangunan, kuli angkut dipasar, buruh galian, kuli angkut di pelabuhan traditional , PRT dll. Para buruh informal ini tidak dilindungi oleh UU sebagaimana
buruh formal. Artinya bila pengusaha
menggaji sesukanya, tidak ada sangsi pidana. Mereka bebas memperlakukan buruh
informal itu seperti layaknya kerbau. Kalau
yang buruh formal saja terpenggal penghasilannya karena inflasi apalagi buruh
informal yang terjebak dengan ketidak pastian pendapatan karena mereka dibayar sesuai dengan order. Bila tidak ada kerjaan merekapun tidak dibayar. Sementara biaya hidup yang
semakin pasti mahal dari waktu kewaktu membuat penghasilan mereka tidak punya nilai untuk hanya sekedar menabung untuk biaya sekolah anak atau sakit. Sangat menyedihkan hidup dinegeri yang dipimpin oleh para bedebah ini.
Padahal pertumbuhan ekonomi kita sejak tahun 2004 meroket. APBN tahun 2004 hanya sebesar Rp. 374 Triliun dan RAPBN 2014 sudah mencapai Rp. 1842 Triliun atau naik 5 kali lipat dalam 10 tahun namun kenaikan UMR hanya 3 kali lipat. Mengapa pertumbuhan ekonomi tidak seiring dengan kemakmuran rakyat ? Pertumbuhan itu berasal sebagian besar dari sektor nontradeable dan komoditas SDA, yang sangat kecil peran serta rakyat banyak. Tentu dampak bergandanya secara langsung kepada rakyat banyak juga kecil sekali kecuali memperkaya segelintir orang saja. Pemerintah merasa nyaman dengan cara pertumbuhan seperti ini. Itu sebabnya pemerintah engga mau pusing memperkuat kemandirian produksi. Lebih baik import untuk mendapatkan harga murah daripada produksi harga mahal. Lihatlah kenyataannya barang import membanjiri pasar dalam negeteri termasuk produk pertanian. Makanya jangan kaget program produksi tidak didukung oleh infrastruktur ekonomi yang luas, belum lagi bunga bank yang tinggi, birokrat yang doyan disuap ,logistik system yang tidak efisien, berbagai pungutan dan pajak yang melilit.Semua itu membuat indonesia bukan tempat yang competitive untuk buat pabrik. Memaksa pengusaha membayar upah tanpa memperbaiki iklim investasi itu sama saja zolim. Dengan kondisi sekarang maka hanya satu alasan pengusaha tetap buat pabrik di Indonesia yaitu karena upah murah.Kalau upah tidak lagi murah maka mereka akan hengkang. Begitulah cara pengusaha melawan kezoliman penguasa. Dan bagaimana nasip buruh yang setiap tahun terus bertambah jumlahnya?.
Padahal pertumbuhan ekonomi kita sejak tahun 2004 meroket. APBN tahun 2004 hanya sebesar Rp. 374 Triliun dan RAPBN 2014 sudah mencapai Rp. 1842 Triliun atau naik 5 kali lipat dalam 10 tahun namun kenaikan UMR hanya 3 kali lipat. Mengapa pertumbuhan ekonomi tidak seiring dengan kemakmuran rakyat ? Pertumbuhan itu berasal sebagian besar dari sektor nontradeable dan komoditas SDA, yang sangat kecil peran serta rakyat banyak. Tentu dampak bergandanya secara langsung kepada rakyat banyak juga kecil sekali kecuali memperkaya segelintir orang saja. Pemerintah merasa nyaman dengan cara pertumbuhan seperti ini. Itu sebabnya pemerintah engga mau pusing memperkuat kemandirian produksi. Lebih baik import untuk mendapatkan harga murah daripada produksi harga mahal. Lihatlah kenyataannya barang import membanjiri pasar dalam negeteri termasuk produk pertanian. Makanya jangan kaget program produksi tidak didukung oleh infrastruktur ekonomi yang luas, belum lagi bunga bank yang tinggi, birokrat yang doyan disuap ,logistik system yang tidak efisien, berbagai pungutan dan pajak yang melilit.Semua itu membuat indonesia bukan tempat yang competitive untuk buat pabrik. Memaksa pengusaha membayar upah tanpa memperbaiki iklim investasi itu sama saja zolim. Dengan kondisi sekarang maka hanya satu alasan pengusaha tetap buat pabrik di Indonesia yaitu karena upah murah.Kalau upah tidak lagi murah maka mereka akan hengkang. Begitulah cara pengusaha melawan kezoliman penguasa. Dan bagaimana nasip buruh yang setiap tahun terus bertambah jumlahnya?.
Sudah saatnya pemerintah memperbaiki fundamental ekonomi lewat kebijakan menyeluruh yang pro rakyat miskin. Belum terlambat untuk berubah karena kita punya resource yang sangat besar untuk merubah itu. Tapi kalau tetap manja dengan keadaan ekonomi yang hujan pujian dari negeri predator maka tunggulah , saatnya akan tiba. Rakyat melawan, maka yang terjadi , terjadilah. Mengapa ? Perjuangan UMR yang layak adalah perjuangan keadilan. Ini bukan hanya soal UMR tapi soal keadilan sosial yang diamanahkan oleh UUD dan Pancasila. Bukan hanya buruh yang berhak tapi seluruh rakyat. Perjuangan ini tidak akan pernah padam. Ini akan terus bergolak. Aksi buruh turun kejalanan akan terus bertambah besar jumlahnya, dan hanya masalah waktu buruh informal akan bergabung dalam barisan aksi ini maka revolusi sosial tidak bisa dihindari.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.