Kemarin saya bertemu dengan teman
lama. Dia sekarang punya business di China tepatnya di kota Hobey. Sejak tahun
2000 usahanya dibidang pembuatan auto parts kendaraan berkembang pesat. Permintaan
terbanyak adalah memasok industry automotive di china dan sebagian di
eksport. Saya katakan bahwa sudah
saatnya dia membuka usaha yang sama di
Indonesia. Karena sekarang pemerintah sedang menggalakan Mobil murah atau
disebut dengan LCGC ( Low cost green car ). Menurutnya memang ada tekhnologi yang memungkinkan itu
murah tapi bukan “value".Itu hanya design engineering dimana kendaraan itu dibuat dari komponen (
spare part ) second grade , bukan yang high quality atau special quality untuk
jenis kendaaan itu. Ya, tetap dalam
standard aman untuk dikendarain nanmun pasti tidak nyaman. Dan lagi LCGC
didukung dengan kebijakan bebas pajak dari pemerintah tentu saja murah. Tapi
kalaulah kebijakan ini dibuat dengan tujuan untuk memastikan 99% local content
maka itu sangat baik karena akan
berdampak kepada perluasan investasi dibidang auto part , engine dan
manufactur. Ya teman ini mengacu dengan kebijakan pemerintah china dalam industry
otomotive.
Bagaimana dengan kebijakan China membangun
industry automotive. Tanya saya. Menurutnya Indonesia lebih dulu start membangun industry automotive nya. Design kebijakan Industry automotive China hampir sama dengan kebijakan awal Indonesia. China mulai membangun industry otomotiv secara
modern sejak tahun 1994 dan tidak pernah dirubah sampai kini. Saya teringat dengan kebijakan Indonesia
dibidang otomotive atau apa saja yang selalu berubah rubah. Apa kebijakan itu?
1. Membangun Industry auto parts (
onderdil 2. Membangun industry kendaraan penumpang ( bus besar /kecil/sedang). 3.
Membangun industry angkutan barang ( truck ) ukuran besar /menengah/kecil. 4.
Membangun industry roda dua untuk
masyarakat pedesaan dan kota kecil. 5.
Industry pendukung peralatan kendaraan. Kelima kebijakan ini adalah
kunci pembangunan industry automotive China.
Target dari kebijakan ini adalah kemandirian dibidang design, technology
dan product. Harus 100 % local content untuk semua industry otomotive
apapun mereknya. China harus menjadi Global supply chain untuk Industry
automotive dunia. Ambisi ini dilaksanakan dengan program yang terencana dan
konsisten. Hasilnya kini terbukti China mandiri dibidang industry
automotive. Walau banyak merek kendaraan
asing seperti Toyota, VW, Audi dll dijalanan namun itu semua 100 % local
content yang dihasilkan oleh berbagai industry supply chain dibidang engine ,
auto parts, component body, dan lain lain.
Memang kendaraan merek asing di China
harganya relative mahal bila dibandingkan merek local karena kebijakan pajak yang tinggi dari pemerintah.
Tapi untuk kendaraan merek local yang pasarnya menengah bawah, pemerintah
mengurangi pajaknya. Untuk industry automotive yang memproduksi kendaraan angkutan
barang dan penumpang, pemerintah meng nolkan pajaknya , dan bahkan pemerintah
memberikan insentip restitusi pajak bila perusahaan itu mengeluarkan dana untuk
riset. Pemerintahpun membuat kebijakan bahwa belanja APBN haruslah mengutamakan
kendaraan buatan local. Dampaknya Indutry automotive china dibidang angkutan
barang dan penumpang tumbuh denga cepat.
Boleh dikatakan china sangat mandiri dibidang ini. Bahkan bisa bersaing dipasar
dunia. Anda bisa bandingkan kualitas bus way buatan china dan buatan Korea.
Kualitasnya jauh lebih baik dari buatan Korea. Itu sebabnya pasar Afrika dan
Amerika latin sangat menggemari bus dan truck buatan china, disamping murah
kualitas juga bagus. Dampak lebih luas
dari kebijakan ini adalah efisienya business angkutan barang dan penumpang
sehingga dalam skala makro bisa menekan biaya logistic nasional, yang tentu
secara system membuat Efisiensi pruduksi china semakin kuat daya saingnya. Artinya semakin kuat daya saing suatu Negara semakin
efisien Negara itu, dan semakin unggul dalam putaran waktu.
Saya terpesona mendengar urain
teman itu. Tapi bagaimana caranya china bisa membuat kebijakan ditahun 1994 itu
bisa efektif? Bukankah china butuh technology dan dana dari Asing. Bagaimana? Saya
ingin tahu ini karena pada awalnya keadaan china sama dengan Indonesia termasuk tertinggal
dalam industry automotive. Teman itu mengatakan bahwa china punya pasar
otomotiv terbesar didunia. Potensi inilah yang ditawarkan kepada vendor dan
investor asing. Kebijakan transfer technology
adalah harga mati. Ini diawasi dengan ketat agar jadwal transfer technology dapat
terlaksana tepat waktu. Hasil resapan technology asing itu, didistribusikan
oleh lembaga riset china keseluruh pengusaha local agar mereka ambil bagian
dalam industry supply chain. Dengan dukungan supply chain yang kuat maka
industry automotive local dengan merek local pun mulai bermunculan. Lambat
namun pasti merek local berhasil
menggeser merek asing dipasar domestic. Bagaiman dengan Indonesia, tanyanya. Ya, bila ukuran kemandirian industri otomotif diukur dari keberadaan pabrik manufaktur atau perakitan kendaraan bermotor, Indonesia boleh berbangga karena berbagai merek kendaraan ternama dunia telah mendirikan pabrik manufaktur dan atau perakitan di tanah air. Namun bila ukuran kemandirian tersebut dilihat dari sisi penguasaan teknologi beserta keleluasaan dalam pengembangannya, kenyataan menunjukkan bahwa berbagai industri otomotif yang ada saat ini secara mayoritas masih dikendalikan oleh tiga pemain utama otomotif dunia yaitu Jepang, Eropa, dan Amerika. Raksasa otomotif dari Negeri Sakura, yakni Toyota, Mitsubishi, Suzuki, Isuzu, dan Daihatsu, Honda adalah lima besar industri otomotif Indonesia saat ini.
Jadi memang konsistensi kebijakan dengan visi kemandirian serta didukung oleh nasionalisme yang tinggi dari rakyat dan elite politik yang membuat apapun kebijakan memang mensejahterakan rakyat, bukan mensejahterakan asing bersama agent nya….Ya, China berhasil , indonesia gagal karena masalah konsistensi kebijakan. Indonesia tidak pernah mampu konsisten. Mengapa ? tanyanya kepada saya. Saya hanya terdiam karena hampir semua pemimpin Indonesia bisa dibeli dan kebijakan bisa dirubah sesuai kehendak investor dan vendor. Setelah reformasi impian kemandirian semakin jauh dan jauh. TEXMACO dan TImor sebagai pionir industri otomotif nasional sudah dibiarkan mati begitu saja. BUMN seperti PT INKA, PT Bahana dan PT Boma Bisma Indra dibonsai agar tak berdaya menjadi leading insdustri otomotif nasional. ESEMKA yang didukung oleh Jokowi kandas oleh test kelayakan dari Kementrian Perindustrian. KIta hanya jadi konsumen dan buruh...itu saja. Inilah nasip dipimpin oleh orang bodoh bermental bedebah...
Jadi memang konsistensi kebijakan dengan visi kemandirian serta didukung oleh nasionalisme yang tinggi dari rakyat dan elite politik yang membuat apapun kebijakan memang mensejahterakan rakyat, bukan mensejahterakan asing bersama agent nya….Ya, China berhasil , indonesia gagal karena masalah konsistensi kebijakan. Indonesia tidak pernah mampu konsisten. Mengapa ? tanyanya kepada saya. Saya hanya terdiam karena hampir semua pemimpin Indonesia bisa dibeli dan kebijakan bisa dirubah sesuai kehendak investor dan vendor. Setelah reformasi impian kemandirian semakin jauh dan jauh. TEXMACO dan TImor sebagai pionir industri otomotif nasional sudah dibiarkan mati begitu saja. BUMN seperti PT INKA, PT Bahana dan PT Boma Bisma Indra dibonsai agar tak berdaya menjadi leading insdustri otomotif nasional. ESEMKA yang didukung oleh Jokowi kandas oleh test kelayakan dari Kementrian Perindustrian. KIta hanya jadi konsumen dan buruh...itu saja. Inilah nasip dipimpin oleh orang bodoh bermental bedebah...