Ketika saya bertemu dengannya,
saya sempat terkejut karena usianya masih relative muda. Menurutnya usianya 42
tahun. Penampilannya memang berkelas. Dengan stelan berharga diatas USD 2000 ,
jam tangan senilai diatas USD 200,000, saya dapat pastikan bahwa dia adalah entrepreneur
world class. Pertemuan saya dengannya
diatur oleh teman dari New York. Dalam pertemuan itu tidak ada pembicaraan yang
serius. Saya hanya sebagai pendengar yang baik. Mendengar dia yang sedang
membentangkan dunianya untuk saya mengerti dan mungkin kagumi. Menurut
ceritanya, usahanya terbentang dari Afrika, di selatan Amerika dan juga di
Utara ( Amerika Serikat), Asia, Eropa. Bisnisnya meliputi Mining, IT, Power
Plant , Industry, Property, Infrastructure dll. Dia menyebut usahanya itu
sebagai portfolio business. Berapa nilai portfollionnya ? belum sempat saya
bertanya , dengan bangganya dia menyebutkan angka diatas USD 5 Miliar atau
diatas Rp. 50 Triliun. Bayangan saya bahwa dia adalah orang yang bekerja keras.
Mendapatkan berkah kepercayaan harta
dari Konglomerat Yahudi untuk mengelola dana dalam jumlah tak terbilang. Demikian
kesimpulan saya sementara tentang dia. Benarkah ?
Dugaan saya salah karena dia
mengatakan bahwa keberhasilannya bukanlah karena berkah dari orang lain. Bukan
pula karena dipercaya orang lain. Lantas darimana dia dapatkan uang dalam
jumlah besar untuk mengumpulkan portfolio sebanyak itu. Apalagi dalam usia
relative muda. Dia exist karena dia mampu “bermain” diatas aturan “main” para
pebisnis kapitalis. Setiap peluang business yang didapatnya, sumber pembiayaan
didapat melalui financial engineering. Bagaimana awalnya sehingga dia jadi billionaire? Semua itu berawal tahun 2003 ketika itu
dia bekerja diperusahaan consultant di New York yang diberi tugas
menganalisa project investasi. Kebetulan salah satu clients nya berasal dari
China yang berminat untuk melepas Power Plant kepada pihak investor. Harga
power Plant itu senilai USD 1,2 miliar. Kehebatan project ini adalah kemampuan
mendatangkan cash flow yang cepat karena dijamin oleh Pemerintah China sebagai off take. Hanya
saja harga jual power kepada Pemerintah China tergantung harga pasar dari fuel.
Kebetulan fuel dari Power plant itu adalah batu bara. Jadi semakin tinggi harga
batu bara dunia semakin tinggi harga jual power( per kwh) kepada Pemerintah China.
Karena peluang itu bagus, maka dia berniat untuk mengambil alih project itu dan
menyatakan keluar dari perusahaan tempatnya kerja.
Ketika dia berhenti bekerja maka
dia sudah menjadi pengusaha. Hanya saja pengusaha yang tidak punya tract record dan juga tidak ada reputasi.
Bagaimana dia bisa dipercaya untuk mengambil alih Power Plant itu? Menurutnya, Pihak China melakukan tender
offers kepada limited investor secara international. Tidak peduli siapa dan apa
reputasinya, yang penting selagi peserta tender bisa menunjukan bukti dia punya
uang maka dialah yang qualified sebagai pemenang. Ketika tender digelar,
dipastikan hanya segelintir saja yang ikut lelang. Mengapa ? karena tidak
banyak perusahaan yang mampu membuktikan ada Proof of fund senilai billion
dollar cash. Memang banyak perusahaan raksasa berkelas dunia namun asset tunai
dalam jumlah besar hampir tidak ada di neraca perusahaan. Asset tunai itu akan
ada berdasarkan requirement project yang sudah final. Artinya untuk project
yang belum ditangan, tidak ada jalur untuk mendatangkan uang tunai. Tapi dia
berhasil menjadi pemenang. Itu artinya dia mampu memenuhi syarat menyediakan
bukti uang (Proof of fund ) sebesar billion dollar. Bagaimana caranya?
Menurutnya ini hanyalah permainan
skema investasi. Berdasarkan investment analysis yang disusunnya , dia berhasil
meyakinkan Asset Management di Swiss untuk menyediakan credit enhancement bagi
perusahaannya. Apa itu credit enhancement ? namanya saja enhancement atau
pembesaran. Jadi dapat disimpulkan ini seperti meniup balon sehingga membesar
namun tetap saja didalamnya hanya angin alias nothing. Tentu settlement nya
melibatkan paper work yang sophisticated. Asset Management men structure dana
dibawa kelolanya untuk di assignment melalui penempatan dana direkening
perusahaannya namun dia tidak berhak apapun untuk menggunakannya tanpa persetujuan dari Asset Management. Dana itu
kapan saja bisa ditarik kembali oleh pihak asset management. Pihak china tidak
semudah itu percaya ketika melihat bukti dana dalam bentuk print out rekening Koran.
Pihak china minta agar bukti dana itu di confirmed melalui SWIFT antara bank. Ya
tentu bisa di confirmed karena memang uang ada direkeningnya. Setelah itu, dia
dinyatakan qualified dan diberi waktu selama satu bulan untuk melakukan
pembayaran. Nah, sekarang bagaimana dia
membayarnya ? bukankah dia hanya punya credit enhancement alias nothing.
Caranya sangat mudah. Credit
enhancement itu di structure menjadi SBLC sebagai collateral untuk menarik
pinjaman dari bank. Bank mana ? Ya Bank di China. Karena project
nya di china, ya sumber dana juga dari china. Setelah SBLC di delivery oleh
banknya di Eropa ke bank di China maka kredit cair. Dana itu langsung dibayarkan kepada pihak china sebagai
bentuk pelunasan pengambil alihan power plant. Selesailah. Nah , pertanyaannya adalah
bukankah credit enhancement itu nilainya nothing, bagaimana bisa berubah
menjadi SBLC ( cash collateral )? Tentu setelah dia menjadi pemenang tender
maka diapun sudah legitimate menguasai underlying transaction, karenanya dia bisa
bebas melakukan exit strategy sebagai risk management. Apa exit strategynya ?
re-financing melalui penerbitan revenue bond. Artinya setelah project itu
diambil alih melalui loan against SBLC maka dalam waktu yang sama revenue bond
diterbitkan. Hasil penjualan revenue bond ini digunakan untuk pelunasan hutang
kepada bank dan SBLC dibatalkan sehingga tidak terancam default karena basicnya
nothing.
Pertanyaan terakhir adalah siapa
yang berminat membeli revenue bond itu ? Pembelinya adalah trader batu bara,
yang butuh off take market dari power plant dan sekaligus berharap future value
dari kenaikan harga batu bara. Maklum value jual power ini berdasarkan harga
fuel ( batubara ) international. Dua tahun setelah pengambil alihan itu, harga
batu bara naik ketingkat tak terbayangkan. Otomatis pemerintah china harus
membayar harga power per kwh sesuai dengan harga batu bara international. Ketika itulah dia menjual Power plant itu
kepada pihak lain dengan harga dua kali
lipat. Hasil penjualan itu digunakan untuk pelunasan revenue bond dan sisanya
lagi dipakainya untuk melakukan akuisisi perusahaan dengan modus operandi yang hampir
sama, yaitu create value melalui financial engineering. Kalau orang membangun business
berlelah dan berkeringat dengan melewati rentang waktu puluhan tahun dengan
resiko namun dia hanya mengutakatik paper work dapat menjadi billioner dalam
hitungan tahun tanpa mengeluarkan resiko modal.
Dari semua aktifitasnya itu,
tahukah anda bahwa dia tidak punya kantor, tidak punya staff. Kantornya ada
didunia maya, staff ahlinya semua adalah outsourcing yang di hired berdasarkan
on call. Dari puluhan perusahaan yang diambil alihnya dengan karyawan puluhan
ribu mungkin tidak ada satupun yang mengenal dia. Karena kepemilikan perusahaan
itu semua dibawah holding company yang terdaftar di Trustee regions ( virtual company). Dia kaya
raya namun tidak membuat dia menjadi manusia sibuk dan protokoler. Dia tetap
menikmati hidupnya karena jauh dari kesibukan para professional yang bekerja
siang malam untuk memastikan perusahaannya mendatangkan laba. Apakah dia tidak kawatir dicurangi oleh para executive nya? Oh tidak!. Mengapa? Semua
perusahaan yang diambil alihnya pada intinya terikat dengan system moneter ( Pasar uang dan pasar modal ) yang tentu authority akan mengawasi ketat dari segala pelanggaran dan memastikan tidak ada penyimpangan akuntasi dan perpajakan. Artinya, Negara
bertindak sebagai watchdogs perusahaannya. Hebat,kan. Begitulah system
kapitalis. Dunia dikendalikan oleh penguasa akses dana, bukan para mereka yang bekerja keras dan lulusan terbaik dari kampus terbaik...
Artikel yang hebat,
ReplyDeleteartikel ini TOP
ReplyDeleteMemotovasi luar biasa positive vibe
ReplyDelete