Badan Pusat Statistik (BPS), pada
2011 lalu mencatat ada sekitar 492.343 orang sarjana S1 yang belum mendapatkan
pekerjaan, ditambah lagi sekitar 244.687 tamatan Diploma yang menganggur,
sehingga jumlah pengangguran intelektual mencapai 737.030. Jumlah pengangguran
intelektual ini diperkirakan akan terus membengkak setiap tahunnya. Memang
hampir sebagian besar para orang tua yang menyekolahkan anaknya , mengharapkan
agar kelak anaknya dapat menjadi pegawai. Yang pegawai negeri diharapkan jadi
pejabat. Yang pegawai swasta diharapkan kelak jadi manager atau direktur.
Seakan dunia bekerja adalah dunia yang menjanjikan masa depan cemerlang.
Mungkin karena sebagian besar kelompok menengah di Indonesia yang berhasil menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi
berlatar belakang pegawai. Para orang tua hanya mengenal dunia “ Work and
Reward “ yang serba pasti. Bayangan kehidupan wiraswata yang serba tidak pasti
bukanlah tempat aman dan harus dihindari kecuali kesempatan kerja sudah tidak
ada lagi. Ini bawaan yang salah dari generasi yang salah. Berbisnis karena
kepepet. Ya hasilnya pasti ala kadarnya.
Padahal diera modern saat ini , para
wiraswasta bukan hanya penyedia kebutuhan
barang atau jasa tapi mereka pencipta kemakmuran dan perubahan. Sikap mental
wiraswasta yang tangguh menghadapi
kompetisi, kreatifitas yang tinggi serta kemampuan mengikuti perubahan adalah
asset bangsa yang tak terhingga untuk
menggiring jutaan rakyat masuk kekelompok menengah. Untuk kemakmuran Indonesia , tidak dibutuhakn 10
juta wirawasta tangguh. Cukup empat juta wirawasta tangguh dengan bekal
pendidikan yang cukup , sudah mampu menggiring jutaan rakyat keperingkat
menengah. Cobalah hitung, bila 4 juta
pengusaha ( 2 persen dari jumlahn penduduk ) professional itu dapat menarik
angkatan kerja sebesar 10 orang per satu unit usaha maka jumlah angkatan kerja
yang dapat ditampung sebesar 40 juta orang. Andai masing masing pekerja itu
mempunyai tanggungan 3 orang maka jumlah yang dapat hidup dari kehadiran
wiraswata unggul itu menjadi 120 juta orang atau sama dengan setengah penduduk
Indonesia. Pengusaha dengan jumlah karyawan sebanyak 5-10 orang bukanlah
perusahaan besar tapi perusahaan tergolong menengah kecil. Artinya untuk
menciptakan kemakmuran kita tidak butuh konglomerat , kita hanya butuh 4 juta pengusaha
professional berskala kecil tapi tangguh.
Tentu bukan masalah besar bila
ada kemauan besar untuk merubah budaya jongos menjadi juragan Masalahnya
sekarang adalah budaya untuk memilih cara aman dan mudah adalah keseharian
kita. Budaya berani menghadapi ketidak pastian dan bertarung dalam kompetisi
meraih peluang sesuatu yang langka.
Mungkin karena ratusan tahun terjajah dan biasa diperintah hingga sangat sulit
untuk merubahnya. Padahal dengan system demokratisasi anggaran melalui
mekanisme deficit sudah sangat jelas menegaskan bahwa peran pemerintah/negara
tidak lagi sebagai undertaker /provider
untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat. Pemerintah dalam konteks demokratisasi hanyalah sebagai
regulator dan motivator untuk terbentuknya
kemakmuran ditengah masyarakat. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat dan
angkatan kerja terus meninggkat maka kumpulan para sarjana itu bukannya menjadi
asset bangsa melainkan jadi beban negara yang minus kontribusinya. Mereka
terpaksa masuk daftar pengangguran dan menjadi masalah social bagi Negara. Maka
kitapun marah kepada pemerintah karena gagal menyediakan lapangan kerja untuk
para putra kita yang lulus universitas.
Seakan pemerintah kita tempatkan sebagai provider untuk ticket meraih masa
depan. Padahal pemerintah sendiri adalah bagian yang terpasung dari kehadiran
rakyat yang selalu meminta. Dimanapun , negara itu tidak pernah akan besar bila
rakyat tidak mampu menjadi pahlawan, baik bagi dirinya sendiri maupun pahlawan bagi
bangsanya. Itu hanya dimungkinkan dapat ditempuh melalui wiraswasta.
Di China sekarang tercatat jumlah
wiraswata mencapai 80 juta orang. Sebagian besar mereka tergolong usaha kecil
menengah. Sejumlah mereka tersebut rata rata menampung 10 orang tenaga kerja
per unit usaha atau secara total sumbangan pengusaha menengah kecil tersebut
terhadap penyedia lapangan kerja sebesar 800 juta. Artinya mereka mampu
menampung seluruh angkatan kerja di china. Hampir 1 milliar penduduk china
masuk dalam kelompok menengah dengan
penghasilan USD 24,000 per tahun. Jumlah ini akan terus bertambah dengan
semakin gencarnya kampanye pemerintah untuk melawan kehadiran pengusaha asing di
china agar rakyat china dapat menjadi
tuan dinegerinya sendiri disegala bidang. Tapi lihatlah daftar orang terkaya
didunia. Dari 100 orang terkaya didunia tidak ada satupun berasal dari China namun peringkat pertama
didunia jumlah populasi kelompok menengah adalah china. Artinya ditribusi
kesempatan berusaha lebih diutamakan ketimbang penguasaan resource bagi
segelintir orang. Begitu seharusnya bila ingin membangun negeri pengusaha.
Distrbusi kesempatan harus adil.
Padahal kekayaan alam yang
dimiliki Indonesia dan letak yang strategis diapit oleh dua benua serta berhadapan
langsung dengan pacifik yang merupakan zona paling pesat pertumbuhan ekonominya
adalah potensi yang tiada habisnya untuk unggul memanfaatkan peluang usaha
disegala bidang. Tapi, kita tidak pernah
melihat potensi kita kecuali terus berharap kemudahan dapat datang tanpa harus
mengambil resiko
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.