Tak ada satupun kementrian yang
berani berkata tidak kepada Nazaruddin. Dengan jaket birunya membuat dia punya
akses tak terbatas menembus berbagai hambatan birokrasi. Nazaruddin sangat
menyadari bahawa dibelakangnya adalah Partai Demokrat yang legitimate sebagai
pemenang Pemilu. Dibelakangnya adalah SBY sebagai pendiri Partai Demokrat yang
juga sebagai President republik ini. Namun sebegitu pentingnya peran Nazaruddin
di Partai, sebagaimana perlunya uang namun akhirnya jatuh terkena jeratan
hukum. Ada 35 kasus korupsi yang melibatkan total dana APBN Rp. 6 Triliun. Mengapa Nazaruddin sampai tersangkut? Ini mudah ditebak bahwa Kongres yang menjadikan Anas sebagai Ketum dengan jajaran pengurusnya tidak sepenuhnya diridhoi oleh faksi yang ada di dalam Partai Demokrat, khususnya dari kalangan Kristen. Memiliih Nazaruddin sebagai target adalah tepat. Karena Nazaruddin bukanlah kader partai yang militan. Dia hanya seorang opotunis yang
men-tuhankan uang. Terbukti ketika tertangkap, perilaku oportunis yang
pecundang dipertontonkannya secara vulgar. Kicauannya menyeret beberapa
petinggi PD dan ini menjadi santapan media. Lewat media , opini terbentuk yang
menyudutkan Partai Demokrat dan sekaligus para pengurusnya yang berdampak
kepada jatuhnya elektabilitas PD. Teman saya seorang aktifis mengatakan bahwa
opini buruk itu tidak semuanya ulah lawan politik PD tapi bisa juga ulah faksi didalam PD yang berseberangan dengan Anas sebagai Ketum.
Benarkah Anas terlibat korupsi? Menurut kesaksian Rosa Manulang bahwa
Anas salah satu pemegang saham dalam Perusahaan Grup Permai , selain M
Nazaruddin. Bahkan istri Anas - Athiyyah Laila malah menjadi komisari pada anak
perusahaan Grup Permai yaitu PT. Berkah Alam Berlimpah. Tapi tetap saja KPK
tidak mudah menjadikan Anas sebagai tersangka. DIsamping memang bukti untuk menjerat Anas sangat lemah , juga menurut cerita bahwa hal
ini tentu berkaitan dengan deal politik tingkat tinggi. Anas memegang kartu
truf “kasus Century”. Anas juga mempunyai bukti bahwa Ibas terlibat pada kasus
‘proyek Hambalang’ yang merupakan oktopus dengan tentakel dana-dana pada
perusahaan Grup Permai dan anak-anaknya. Disamping itu jaringan HMI Anas sangat
kuat maklum karena dia mantan Ketum HMI. Sebagian besar DPD dan DPC partai
Demokrat adalah kader HMI. Tapi kini, mengapa SBY begitu mudahnya menjatuhkan
Anas di PD dengan menggunakan tangan KPK untuk menjadikan Anas sebagai
tersangka. Apakah SBY tidak takut dengan kekuatan Anas? Menurut saya , SBY
tidak bodoh. Ini sudah dikalkulasi dengan matang. Tentu sudah ada kesepakatan
dengan partai koalisi dan diluar koalisi untuk saling memafkan dosa. Tidak ada
lagi tangkap menangkap sampai dengan PEMILU 2014. Tidak ada lagi kasus Century. KPK harus tunduk dengan deal
ini. Konon katanya deal ini terjadi berkat prakarsa para Purnawirawan TNI yang
mengingingkan stabilitas politik. Jadi
apapun tindakan Anas kedepan yang akan mengganggu PD tidak akan
mendapatkan tempat diranah politik maupun diranah Hukum. Benarkah? Ini hanya skenario diatas kertas namun diera demokrasi penguasa sejati adalah rakyat. Semuanya bisa berubah sesuai angin kepentingan.
Mengapa Anas harus dijadikan target eliminasi? Yang pasti ada pihak tertentu yang tidak menginginkan Anas menanamkan pengaruhnya di PD. Karena itu bisa mengantarkan Anas sebagai President. Kualifikasi untuk itu sangat lengkap. Bahwa Anas adalah golongan muda yang merupakan mayoritas penduduk negeri ini. Anas adalah orang jawa yang populasi terbesar di Indonesia. Anas adalah kader terbaik HMI yang dikenal sebagai organisasi intelektual paling bergengsi di negeri ini. Anas adalah Ketua Umum dari Partai Pemenang Pemilu. Siapakah pihak tertentu itu? Kita tidak tahu pasti. Yang jelas ia adalah kekuatan besar yang bisa memaksa seorang SBY yang phd dan lulusan west point untuk tunduk. Benarlah, SBY bertindak dengan smart menjadikan Anas kalah demi integritas Partai. Anas jatuh dan SBY mendapatkan keuntungan dengan naiknya citra sebagai pejuang anti korupsi. Yang pasti Anas tidak akan diam. Dia akan melawan. Ingat bahwa Anas adalah kader HMI. Ia terlatih dan terdidik dengan baik sebagai politisi. Ia tahu siapa lawannya dan tahu bagaimana menghadapinya. Dan...bukan tidak mungkin drama politik yang kini terus menerus mengenai Partai Demokrat dan Anas Urbaninggrum telah menjadi iklan gratis yang bersifat hipnopolitik untuk menanam satu nama sebagai calon presiden yang sangat mungkin akan dipilih karena paling diingat, yaitu Anas Urbaninggrum.
Apakah benar ia melakukan korupsi untuk memperkaya diri pribadinya atau untuk kepentingan Partainya? Hanya waktu yang akan menilai kelak. Time will tell. Kedepan, politik akan semakin memanas dan para kompetitor Partai Demokrat menanti kejatuhan Partai Demokrat secara lambat namun pasti. Hancur bukan diserang dari luar tapi hancur dari dalam sendiri. Karena praktis yang kini ada di PD adalah para oportunis pragmatis yang tak jauh bedanya dengan Nazaruddin. Begitulah akhir cerita dari partai yang didirikan tanpa idiologi. Tumbuh tanpa berakar. Berkembang tanpa bercabang. Terang tanpa magnit dan akhirnya gugur dengan sendirinya, dan terlupakan. A cycle in which power leads to money and money leads back to power can transform democratic parties into battlegrounds. Ultimately, money can corrupt a political system and, in the long term, destroy its political parties."
Apakah benar ia melakukan korupsi untuk memperkaya diri pribadinya atau untuk kepentingan Partainya? Hanya waktu yang akan menilai kelak. Time will tell. Kedepan, politik akan semakin memanas dan para kompetitor Partai Demokrat menanti kejatuhan Partai Demokrat secara lambat namun pasti. Hancur bukan diserang dari luar tapi hancur dari dalam sendiri. Karena praktis yang kini ada di PD adalah para oportunis pragmatis yang tak jauh bedanya dengan Nazaruddin. Begitulah akhir cerita dari partai yang didirikan tanpa idiologi. Tumbuh tanpa berakar. Berkembang tanpa bercabang. Terang tanpa magnit dan akhirnya gugur dengan sendirinya, dan terlupakan. A cycle in which power leads to money and money leads back to power can transform democratic parties into battlegrounds. Ultimately, money can corrupt a political system and, in the long term, destroy its political parties."
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.