Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah organisasi besar
karena kehebatan pengaruh atau kharisma dari pemimpinnya. Lihatlah Microsoft
besar karena Bill Gate dan Apple karena Steve Jobs. Samsung mengalahkan Nokia dan Blackberry karena dipimpin oleh Lee
Kun Hee sang visioner legendaries. Partai Komunis di China besar karena
dipimpin oleh Mao Tse Tung. Partai
Demokrat besar karena SBY. Tapi yang harus dicatat bahwa Microsoft adalah
microsoft. Apple adalah apple. Samsung adalah Samsung. Komunis adalah komunis.
Sementara Partai Demokrat adalah SBY.
Partai atau organisasi yang berdiri tanpa berani melepaskan diri dari
pigur dibaliknya maka sebetulnya organisasi itu diisi oleh manusia kardus yang
tak punya value kecuali pemimpinnya. Ini
sangat renta untuk jangka panjang. SBY menyadari akan hal itu, apalagi dia punya
obsesi membangun demokrasi di indonesia. Menjadikan PD adalah dirinya adalah
pendidikan yang salah untuk kehidupan demokrasi. Namun untuk merubahnya juga tidak bisa terburu buru. Butuh waktu sampai saatnya tepat SBY naik gunung. Karenanya pada puncak Kongress
PD yang menempatkan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum adalah lagi lagi sukses
SBY dalam restruktur PD menjadi Partai professional. Idiologi yang dipilih oleh
SBY sudah tepat yaitu Nasional religius. Makanya tidak aneh bila sebagian besar
elite Partai Demokrat adalah aktifis Islam yang memang merasa sejuk dibawah
nasionalis religius.
Ketika Anas terpilih, agendanya tak lain menjalankan
strategi SBY yaitu menjadikan PD sebagai partai perjuangan untuk mewujudkan
masyarakat bangsa yang religius. Tak ubahnya dengan pancasila dengan Ketuhanan
sebagai sila pertama. Untuk itu jargon pertama kali yang diusung oleh PD
setelah kongress itu adalah” say no to Corruption “. Ya hanya masyarakat yang
beragama yang membenci korupsi dan hanya orang yang berakhlak yang tidak mau melakukan korupsi. Antara idiologi,
propaganda seakan seiring sejalan. Disamping itu PD dikomandani oleh mantan
Ketua Umum HMI dan jajaran pengurus lainnya merupakan aktifis islam berkelas
nasional. Mereka secara sistematis melakukan konsolidasi keseluruh daerah,
menanamkan visi partai, menjalin network kemana saja yang sejalan dengan
idiologi. Semua on tract dengan dukungan unlimited resource sebagai
partai pemenang pemilu. Keliatannya
semua nampak sempurna. Namun upaya itu tersandung ditengah jalan karena kasus
korupsi yang menyeret Nazaruddin ( bendahara PD) sebagai tersangka dan akhirnya
terpidana. Anas dan beberapa Elite PD disangkutkan oleh Nazaruddin dengan suara
nyanyiannya di Pengadilan. Prahara datang, citra terganggu, upaya konsolidasi
menjadi kacau. SBY hanya diam sambil
menyaksikan itu semua terjadi. Apakah ini diluar skenario SBY? Bila ya, itu
terlalu beresiko karena dampaknya menjatuhkan elektabilitas PD ketitik
terendah. Jadi apa ?
Sebetulnya apa yang menimpa PD adalah bagian tak terpisahkan
dinamika perpolitikan di Indonesia yang di isi dengan permainan yang serba
culas. Kesantunan hanya ada dalam retorika namun dalam tindakan itu tak ubahnya
seperti Singa yang sangat taktis
menjatuhkan lawan atau seperti ular yang diam namun memagut kecil untuk
mematikan. Masuknya pendatang baru dalam PD dengan mekanisme Kongress yang sangat ketat , sangat demokratis telah
dijadikan cara bagi lawan politik PD untuk menyediakan perangkap
mematikan, yaitu Uang. Ini fatal mistake. Seorang Nazaruddin
sebagai project taker masuk dalam kubu Anas sebagai cash provider untuk menjadikan Anas sebagai
KETUM. Apakah Anas masuk karena Nazaruddin atau Nazaruddin masuk karena Anas, itu tidak penting. Yang pasti DPP baru duduk diatas bomb waktu. Terbuktilah,
ketika Nazarudidin tersangkut pidana , Nazaruddin tidak berlaku seperti kader
Partai Komunis yang siap mati demi partai. Yang tak mungkin sepatah kata keluar
untuk menjatuhkan nama pimpinan partai atau
pengurus, walau dia tahu pasti pemimpinnya salah. Nazaruddin layaknya soldier
dari kekuatan lain yang dikirim kedalam PD untuk menghancurkan PD. Tak ada sedikitpun rasa bersalahnya karena ulahnya PD jatuh citranya sebagai
partai religius.
Sebetulnya target lawan politik PD bukanlah Anas tapi SBY.
Maka seharusnya SBY bertindak cepat. Ini
sebetulnya perang yang orang lain ciptakan untuk dirinya. Tapi SBY terlalu
lambat bersikap. Sementara Anas bersama DPP punya agenda tersendiri untuk
jangka panjang PD, yaitu menjadikan PD tumbuh tanpa SBY. PD harus dikembangkan sebagai Partai
perjuangan yang nasionalis religius sebagaimana agenda yang ditetapkan awalnya
oleh SBY. Jadi ada upaya creative destruction Anas bersama kawan kawannya untuk
menghilangkan SBY dari demokrat. Ini bisa dilihat dari pernyataan Anas atas
jatuhnya elektabilitas PD, dimana dia menyalahkan
pemerintah SBY sebagai penyebab. Sebetulnya ini upaya smart untuk menjadikan PD sebagai sebuah "lembaga". Tapi timing nya tidak tepat. Karena bagaimanapun saat sekarang PD masih butuh citra SBY untuk unggul dalam putaran waktu, juga,
upaya creative destruction atas SBY tidak efektif karena Anas sang ketum menjadi salah satu penyebab citra Partai jatuh.
Andai Anas tidak tersangkut korupsi ,maka dijamin 100% upaya creative
destruction atas SBY akan berhasil dengan baik dan bukan tidak mungkin
mengantarkan Anas sebagai capres di 2014. Ingat bahwa Anas mewakili orang muda,
Anas mantan Aktifis islam yang merupakan mayoritas di Indonesia, Anas berada di
Partai pemenang Pemilu. Semua itu lengkap untuk menjadikan Anas sebagai
President 2014.
Lantas bagiamana masa depan PD ? Dalam keadaan kapal yang hampir karam, maka
sang kaptain harus ambil alih kemudi. SBY harus tampil didepan menyelesaikan
masalah dan sekaligus berhadapan langsung dengan lawan politik. Caranya ambil
alih kepemimpinan DPP dan segera bentuk DPP baru lewat KLB dengan menunjuk pihak yang
sejalan dengan idiologi partai nasionalis religius. Anas harus diamankan dari sangkaan korupsi. Kawal ketat dengan resource yang ada. Kalau terbukti salah, ya PD harus ikhlas tapi bila tidak terbukti maka kembalikan Anas secara terhormat dilingkungan PD. Yang cocok pengganti Anas sebagai Ketum adalah
Mahfud MD atau Dahlan iskan, atau tokoh nasional lainnya. Yang penting KETUM
itu harus dikenal bersih dan punya integritas tinggi. Apabila ini dilakukan oleh SBY maka dia akan bisa
membalik keadaan begitu cepatnya. PD akan segera naik citranya sebagai Partai
yang berkomitment membersihkan korupsi , termasuk bila harus mengusir setengah
gerbong kader yang tidak punya integritas. Ini akan menjadi true reminding bagi
rakyat untuk jangka panjang bahwa PD adalah partai anti korupsi, dan mereka
memilih karena itu, bukan karena SBY. Maka tujuan atau agenda sby menjadikan PD
sebagai partai professional dan modern akan terjelma. Setelah 2014 SBY dapat
pensiun dengan damai sambil bermain dengan cucu tercintanya...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.