Monday, January 2, 2012

China ?

Pada tahun 2001 orang memprediksi China akan bankrupt bila China bergabung  dengan WTO dan mengikuti kepatuhan yang ditetapkan oleh WTO. Maklum saja Negara sosialis harus masuk dalam globalisasi perdagangan dunia, tentu akan menjadikan China sebagai sasaran korban terbesar dari kerakusan kapitalisme. Tapi benarkah ? Nyatanya dibawah kepemimpinan Partai Komunis , China tetap exist sampai kini dan bahkan mencatat rekor sebagai kekuatan ekonomi  nomor dua di dunia.   Mengapa China bisa bertahan ? Pertama tama disebabkan oleh pemerintah pusat China mampu mengelola keterlibatannya dengan WTO dan bermain cantik mengabaikan ketentuan WTO. Pada waktu bersamaan masyarakat Intenational mencoba tolerant terhadap China yang tetap melindungi pasar dalam negerinya dari serbuan produsen asing
Dengan ukuran apapun, faktanya, China memang berhasil membangun negaranya dengan sangat penomental setelah bergabung dalam WTO. Pertumbuhan ekonomi dua digit sejak tahun 1990. Dengan kenyataan ini World bank berani memprediksi bahwa China akan terus tumbuh  8 persen dalam dua decade berikutnya dan IMF memperkirakan lebih hebat lagi bahwa pada tahun 2016 China akan mengalahkan AS dari segi Ekonomi. Benarkah begitu?

Teman saya analis keuangan di Hong Kong menjawab dengan singkat “Don't believe any of this” Karena menurutnya kemajuan China sebelumnya lebih didukung oleh situasi dan kondisi yang memang tepat untuk tumbuh. Lucky time !Ya, kebijakan reformasi Deng bertepatan dengan usainya perang dingin , yang memang pasar dunia terbuka luas. Rakyat  bersemangat tinggi untuk keluar dari cengkraman rasa takut akibat kelaparan Revolusi Kebudayaan ,tidak memperdulikan berapa mereka dibayar atas barang yang dihasilkannya. Bagi mereka ynag penting dapat makan. Itu saja. Ini dimanfaatkan dengan cerdas oleh elite penguasa China untuk menjadikan rakyat banyak sebagai mesin pertumbuhan industri.

Namun ketika crisis terjadi, pasar menyusut. China mulai kehilangan momentum pertumbuhan. Sejak tahun 2008 krisis global terjadi , Pemerintah china telah berusaha dengan segala daya untuk mengantisipasi akibat dari krisis itu termasuk menggelontorkan dana USD 1 triliun untuk stimulus ekonomi. Mungkin ini jumlah dana stimulus terbesar didunia. Tapi apa hasilnya ? Indikator ekonomi menunjukan tak ada hasil apapun dari program stimulus itu. Bahkan memicu terjadinya inflasi ,yang selama ini merupakan hal yang sangat dibenci oleh pejabat di Beijing. Namun inflasi yang dimaksud tetap terkendali lewat kebijakan sector pedesaan yang  solid terhadap rakyat kebanyakan.  Mungkin inflasi terasa berat bagi pebisnis dan pekerja di perkotaan karena hampir semua kebutuhan hidup meningkat mahal tapi tidak bagi rakyat di pedesaan karena pemerintah mengentrol harga dengan ketat.

Yang menjadi isu utama sekarang adalah banyaknya pihak  asing mencela kebijakan Beijing yang tidak pro active untuk memberikan solusi kepada dunia usaha. Demikian yang saya dengar keluhan dari beberapa perusahaan asing. Tapi tidak bagi pengusaha local. Maklum saja, ketika krisis global , pasar export jatuh sampai 40% . Banyak perusahaan asing yang berinvestasi di China ingin mengalihkan pasarnya ke pasar domestic yang sangat potensial . Tapi  UU di china tidak membenarkan perusahaan asing yang berinvestasi di China masuk  kepasar domestic. Belum usai itu lagi, Pemerintah China mulai menaikkan tariff pajak bagi perusahaan asing dan pada waktu bersamaan menurunkan pajak bagi perusahaan local.  Maka jangan kaget bila hampir setiap har ada saja industry asing  di China yang mengandalkan export bertumbangan.

Banyak gedung  apartement yang selama ini dihuni oleh orang asing ,kini ditinggalkan oleh penghuninya karena industry mereka gulung tikar. Pada waktu bersamaan akibat permintaan apartement sebelumnya begitu tinggi telah mengakibatkan bubble assert. Kini ketika krisis , harga apartement jatuh sampai 40 % . Sebagian besar property di China mendapat pinjaman dari Bank dan kini bank di China terancam NPL dalam jumlah besar. Hanya masalah waktu NPL ini akan meledak yang mungkin akan menjadi bencana mortgage melebihi AS.  Usulan untuk memberikan kebijakan bail out bagi usaha property untuk keluar dari jebakan mematikan ini, ditolak keras oleh Pemerintah pusat.

Satu  hal yang mungkin orang lupa bahwa walaupun selama ini China terkesan kapitalis dan tumbuh berkembang lewat pasar bebas namun sebetulnya tidak ada kebebasan ala WTO atau globalisasi. Kepentingan dalam negeri China adalah harga mati yang harus dibela oleh seluruh elite Partai. China tetaplah komunis yang menempatkan mayoritas rakyat sebagai raja diatas segala galanya. Kemajuan china yang spektakuler selama ini akibat foreign investment  hanya dinikmati oleh 20% rakyat yang  menjadi kelompok menengah. Sementara ada 80 % rakyat hidup di pedesaan. Mereka hidup dalam suasana komunis, yang mengutamakan kerjasama, gotong royong menyelesaikan masalah keseharian.  Jutaan buruh migrant yang kehilangan pekerjaan di kota akibat industry yang bangkrut, tetap punya tempat untuk kembali kedesa. Ya kembali ketempat asal mereka untuk bersama sama dengan komunitasnya hidup damai dalam suasana kekeluargaan ala komunis.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.