Kemarin malam kedatangan tamu di apartement. Saya acap melihat dia di kuridor apartement dan ketika perpapasan saya hanya mengangguk sambil tersenyum. Karena sering ketemu kamipun bersapa dan tentu berkenalan. Ternyata dia orang yang ramah. Usianya sudah diatas 60 namun penampilan dan gayanya masih seperti anak muda. Dia becerita bahwa dia lahir di Hong Kong berayah dari Inggeris dan Ibu dari Hong Kong. Usia remaja dihabiskannya di London. Setelah menamatkan kuliah , dia tinggal di Hong Kong dan kemudian pindah ke Beijing. Dan terakhir menetap di Hong Kong. Pekerjaannya sekarang adalah pengusaha yang bergerak dibidang export dan import. Ciri khas bisnisnya memang sesuai dengan gaya orang Hong Kong kebanyakan. Memanfaatkan informasi yang luas untuk mendapatkan peluang bisnis. Dia membeli hasil tambang dan komoditas pertanian dari Indonesia dan menjualnya ke China.
Walau terkesan dia pengusaha eksport import berkelas dunia dengan omzet triliunan namun dia melakukannya dari apartement. Tanpa karyawan dan juga tanpa kantor. Caranya, dia membeli Purchase Order dari pengusaha China yang terikat kontrak pembeli akhir. Maklum pembeli akhir tidak bisa membayar tunai dan biasanya membayar tiga bulan.maka disinilah peluang dia dapat. Melalui koneksinya yang kebanyakan bangsawan kaya raya Arab yang tinggal di London, dia mendapatkan kepercayaan mengelola dana titipan ratusan juta dollar. Uang inilah yang menjadi kekuataannya mengambil alih pembiayaan kontrak. Margin keuntungan yang diberikan kepada bangsawan Arab jauh diatas bunga bank.Bagi orang Arab, bisnis ini lebih menguntungkan dan halal ketimbang mereka menempatkan dananya di Bank berbunga riba. Diapun kaya raya karena itu.
Karena dia banyak pengalaman bisnis di Indonesia dan juga di China, dia mengungkapkan kesannya terhadap China dan Indonesia. Menurutnya kalau ada rakyat seperti kerbau yang hanya boleh melihat kesatu arah dengan hidung ditusuk untuk dikendalikan maka itu adalah rakyat China. Walau kerbau terkesan perkasa namun tetap saja dia bodoh. Namun ada yang lebih bodoh lagi yaitu rakyat Indonesia. Mereka diberi kebebasan dalam suasana demokrasi. Mata dan pandangan mereka bebas kemana mereka mau hadapkan. Tapi mereka tetap lebih bodoh dari Rakyat China. Mengapa ? tanya saya dengan agak geram. Rakyat indonesia hidup dalam sistem demokrasi yang bebas namun secara bebas pula pemerintah menipu anda semua. Pertumbuhan ekonomi tinggi, inflasi rendah, nyatanya kenaikan harga lebih cepat daripada pendapatan anda. dan tanah rakyat semakin menyusut kepemilikannya digantikan oleh pemodal besar. Hukum membuat anda menjadi orang bebas yang kalah. Rakyat China, jelas mereka kalah dihadapan penguasa tapi mereka dilindungi haknya secara kekuasaan pula.
Saya hanya dapat memaklumi apa kata teman itu. Memang benar bahwa peringkat kedua tertinggi kasus pelanggaran HAM sejak Lembaga HAM dibentuk adalah soal tanah. Dari tahun ketahun selalu kasus perampasan tanah rakyat terus meningkat. Karena tanah sudah menjadi mesin kapitalis untuk meningkatkan nilai modal. Ketika krisis global , dunia kapitalis tidak lagi melihat high tech sebagai bisnis masa depan. Dimasa depan hanya dua bisnis yang pasti berjaya yaitu pangan dan energy. Kedua hal ini membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Apalagi ditemukannya tekhnologi bio energy yang menggunakan bahan pangan seperti jagung , singkong, CPO sebagai bahan baku. Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris yang berada di lintasan khatulistiwa yang menikmati musim semi sepanjang tahun adalah wilayah potensi untuk mengembangkan modal menguasai bisnis pangan dan energy
Benarlah , ketika krisis global, harga pangan dan energy terus meroket. Bahkan sudah sampai pada tahap mengkawatirkan dunia. Jatuhnya rezim di Mesir karena harga pangan yang melambung hingga tak terjangkau rakyat. Sementara jumlah penduduk tertus bertambah dan kebutuhan pangan tentu semakin meningkat. Untuk beras saja diperkirakan tahun 2030 permintaan akan mencapai 50 juta ton pertahun. Kelihatannya ini era kesejahteraan bagi petani karena permintaan meningkat? oh tidak. Ini justru era pengganyangan petani. Para petani tidak berhak mendapatkan limpahan peluang bisnis itu. Yang berhak adalah pemodal dengan menguasai lahan ratusan ribu hektar dan tentu berakibat tersingkirnya petani dari lahannya, terutama petani gurem yang menguasai lahan hanya 0,5 hektar akan sangat mudah tersingkir. Mereka menjadi kumpulan pekerja berupah murah. Menjadi second class dinegeri sendiri.
Kekuatan pemodal tidak akan terhenti untuk terus menguasai lahan sepanjang yang bisa mereka kuasai. Ini sudah hukum bisnis , dimana ada peluang , uang dilempar walau harus mengorbankan orang lain. Hanya soal waktu revolusi sosial akan terjadi. Mengapa ? Peluang besar yang diberikan pemerintah kepada system kapitalisme telah melahirkan segelintir pemodal menguasai lahan rakyat dalam jumlah besar. Mungkin soal harga kebutuhan pokok yang melambung akibat pemerintah yang culas mempermainkan mata uang lewat kebijakan inflasi dan pajak sana sini, tidak begitu dipedulikan oleh rakyat. Mereka sabar. Tapi soal tanah? Ini soal lain. Ini bersinggungan langsung dengan hak dasar rakyat jelata. Sejarah sudah membuktikan bahwa revolusi terjadi hanya berkisar soal hak akan tanah.
***
Bila hak rakyat mayoritas yang paling hakiki disinggung maka rra kondisi terjadinya revolusi sosial langsung terbangun dengan cepat dan merambat kemana mana. Pada tahap ini tidak dibutuhkan pemimpin hebat untuk meledak. Siapapun yang nekat bisa memimpin revolusi karena revolusi itu seperti kata Tan Malaka “Revolusi timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai keadaan.” Berbagai keadaan itu telah terjadi dengan sendirinya akibat rezim yang culas dan buta hati. Namun satu satunya yang paling mendasar adalah keadaan dimana hak keadilan akan tanah tidak ada lagi. Bila revolusi terjadi maka amarah dan dendam rakyat jelata akan menyatu. Ketika itu para elite entah itu pengusaha maupun penguasa akan menjadi korban....
***
Bila hak rakyat mayoritas yang paling hakiki disinggung maka rra kondisi terjadinya revolusi sosial langsung terbangun dengan cepat dan merambat kemana mana. Pada tahap ini tidak dibutuhkan pemimpin hebat untuk meledak. Siapapun yang nekat bisa memimpin revolusi karena revolusi itu seperti kata Tan Malaka “Revolusi timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai keadaan.” Berbagai keadaan itu telah terjadi dengan sendirinya akibat rezim yang culas dan buta hati. Namun satu satunya yang paling mendasar adalah keadaan dimana hak keadilan akan tanah tidak ada lagi. Bila revolusi terjadi maka amarah dan dendam rakyat jelata akan menyatu. Ketika itu para elite entah itu pengusaha maupun penguasa akan menjadi korban....
Semoga ini disadari oleh pemerintah. Semoga…
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.