Wednesday, August 24, 2011

Pemimpin

Setiap manusia terlahir sebagai pemimpin. Khalifah dimuka bumi. Demikian ketetapan Allah kepada manusia. Setidaknya kepemimpinan ditingkat terkecil di rumah tangga dimana Ayah dan Ibu adalah pemimpin bagi putra putrinya. Lantas apa itu Pemimpin. Banyak literature tentang kepemimpinan , bahkan Thomas Wren (editor) dalam The Leader’s Companion; Insight on Leadership Through the Ages (1995), menyertakan juga kajian-kajian filsafat (termasuk filsafat moral), psikologi, sastra, sosiologi, administrasi, manajemen, politik, bahkan kebudayaan. Begitu luasnya lingkup kepemimpinan itu. Namun bila diringkas maka kepemimpinan itu seperti kata Plato, dalam Republic bahwa pemimpin adalah orang yang mengerti tentang kebenaran dan dapat membantu pengikutnya memahami apa itu kebenaran.

Aristoteles murid Plato menekankan pentingnya keseimbangan rasional, moral dan sosial pada manusia untuk dapat mencapai kebahagiaan. Pemimpin dengan rasionalitas dan moralitasnya membantu pengikutnya untuk menempatkan diri dalam kehidupan sosial dengan fungsi yang produktif. Mereka yang tidak mengetahui tentang pengetahuan yang benar, tujuan manusia dan bagaimana mencapainya tidak layak menjadi pemimpin. Bahkan lebih jauh lagi di Cina, Lao-tzu dalam kitab Tao Te Ching menunjukkan bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu meniadakan kediriannya, melepaskan egonya demi kepentingan pengikutnya. Seperti langit dan bumi yang tidak mewakili diri sendiri tetapi mewakili keseluruhan alam,. Ia adalah orang yang mewakili para pengikutnya, lebih jauh lagi mewakili harmoni semesta, mewakili Dao , tata cara alami yang sejak sediakala menata alam semesta jauh sebelum manusia ada.

Ajaran-ajaran kuno tentang pemimpin dan kepemimpinan memberi insight kepada kita bahwa karakteristik pemimpin dan kepemimpinan diturunkan dari konsep manusia, masyarakat dan tujuan masyarakat. Plato dan Aristoteles terlebih dahulu menjelaskan siapa manusia, hakikat masyarakat dan tujuan hidup manusia yang akan dicapai melalui kehidupan bersama. Lao-tzu dan Konfucius menegaskan dasar-dasar kosmologis (asal-usul alam) dan hakikat manusia sebagai bagian alam semesta bagi pemimpin dan kepemimpinan. Kisah-kisah dari Babylonia, India dan Mesir menunjukkan dasar kepercayaan tentang dewa-dewa, asal-usul alam dan manusia bagi penentuan kriteria pemimpin dan kepemimpinan. Setiap konsep pemimpin dan kepemimpinan selalu diletakkan dalam konteks kehidupan bersama.

Dan dari Babylonia, melalui catatan-catatan dalam Gilgamesh, ditunjukkan bahwa kekacauan dan kerusakan sebuah masyarakat berkorelasi positif dengan penyimpangan yang dilakukan pemimpinnya. Semakin buruk kondisi sosial-ekonomi masyarakat, semakin besar distorsi kepemimpinannya. Semakin menyimpang pemimpin dari kewajiban dan tanggung-jawabnya, semakin kacau kondisi masyarakatnya. Cerita yang sama kita temukan juga dalam Ramayana dan Mahabharata yang merepresentasikan masyarakat India, juga dalam cerita-cerita kepahlawanan Eropa. Kepemimpinan adalah sesuatu yang erat hubungannya dengan kondisi masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang bersama-sama berusaha mencapai tujuan tertentu, mencapai kesejahteraan. Walau banyak hal diketahui tentang manusia sebagai pemimpin dan kepemimpinan namun tak mudah manusia dengan pengetahuan dan bakatnya mempertahankan nilai nilai kepemimpinan untuk kesejahteraan. Mengapa ?

Nilai nilai kepemimpinan itu tidak datang dengan akal dan pengetahuan saja tapi merupakan kekuatan hati yang bersumber dari nur ilahi untuk menanamkan sepatah kata tentang cinta dan kasih sayang. Itulah yang harus dijemput oleh manusia dengan keimanan kepada Allah. Sebagaimana Rasul yang dikenal seorang pemimpin yang tanpa cacat. Seorang inovator, motivator dan mencurahkan hidupnya untuk nilai nilai cinta bagi semua. Rasanya tak perlu kita belajar banyak kecuali cukuplah menteladani Rasul sebagai seorang manusia yang berkarakter Pemimpin , yang didesign oleh Allah begitu agungnya sebagai blue print manusia menjadi bayang bayang Allah, Ia bagaikan air yang berfungsi tak lain sebagai sumber kehidupan dan menghidupkan dalam kesejukan dan kedamaian untuk semua.

Korelasi agama berkata dan budaya memakai dalam konteks kepemimpinan menjadi tak terbantahkan. Agar manusia dapat belajar dari Allah (lewat rasul) untuk menjadi manusia berkualifikasi pemimpin yang rendah hati, tidak pernah menyombongkan diri, yang menunaikan tugas dengan diam-diam tanpa berupaya mencari perhatian dan pujian publik. Menghargai prestasi orang lain dan mengabil alih tanggung jawab tanpa menyalahkan orang lain. Ia menjadi inpirasi bagi semua untuk sepatah kata tentang cinta dan kasih sayang. Menentramkan semua orang dan memberikan Hope untuk haris esok yang lebih baik. Di negeri kita agama dan budaya tak lagi seiring sejalan, maka kita miskin figur pemimpin nasional yang berkualitas "manusia" , yang memimpin dengan cinta dan kasih sayang...

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.