Pada waktu dipesawat saya pernah bertemu dengan orang Yahudi. Dia bilang begini.
Yahudi sudah lama membangun negara seperti itu, katanya.. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, berbagai bidang strategis harus kami kuasai dan tidak memberikan peluang kepada selain kami. Kami menguasai dunia informasi karena dibutuhkan satu global system untuk alat propaganda jangka panjang dan massive. Kami menguasai seluruh lembaga keuangan dunia, karena dengan menguasai perekonomian global, roda kehidupan suatu bangsa lebih mudah kami kontrol, dan sekaligus membuka jalan menuju cita-cita kembali ke tanah yang dijanjikan. Tujuan kami hanyalah mendirikan satu pemerintahan yang secara tersembunyi mampu mengatur dunia baru. Kami tidak perlu menguasai jabatan negara secara formal, tetapi mampu menempatkan orang kami dalam jajaran pengambil keputusan agar melaksanakan rencana-rencana kami. Di suatu negara, presidennya dapat siapa saja , tetapi jiwa pemerintahan, struktur budaya, serta perekonomiannya harus tunduk dan diperbudak oleh sistem kami.
Berjalannya waktu , lanjutnya, kami memang berhasil. Tapi hanya berhasil menguasai pemimpin dan elite negara dikawasan itu. Untuk membelokan arah komunitas, sampai kini kami tidak berhasil. Bahkan kalau bisa dikatakan kami tidak menghasilkan apapun. Padahal kami menggunakan segala kepintaran dan kekuatan dana maupun militer untuk mencapai seperti itu. Program globalisasi, liberalisasi, demokratisasi dan lain sebagainya sengaja kami plesetkan agar merusak arah dari negara itu. Tapi tidak pernah berhasil membelokan arah mereka. Bahkan, lanjutnya, globalisasi dimaknai negara itu sebagai program internationalisasi mereka menguasai lima benua, liberalisasi dimaknai mereka sebagai kebebasan terstruktur mencapai tujuan secara efektif. Demokratisasi dimaknai mereka sebagai wahana kebersamaan mencapai tujuan bersama. Setiap upaya kami untuk memecah mereka justru membuat mereka semakin bersatu.
Saya tanya mengapa anda kawatir dengan negara seperti itu. Dia jawab , bagaimana tidak kawatir.? Negara itu telah memotong setiap langkah kami. Telah membuat kerja keras kami sia sia. Kamilah yang seharusnya menguasai dunia dan menjadi pemimpin dunia, bukan negara itu. Katanya geram. Bukankah anda terkenal sebagai bangsa yang cerdas. Bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan, dana, media massa. Tentu tidak sulit bagi anda untuk mengalahkannya. Demikian kata saya. Bagaimana kami mau hadapi mereka. ? Katanya bingung. Mau head to head ? ya tidak bisa. Kalau ada pemimpin , ya kita bisa bunuh pemimpinnya. Tapi ini tidak ada pemimpinnya. Kalau ada tentara ,kami bisa hadapi dengan tentara, tapi ini tentara engga ada. Kalau ada elite pengendali kekuatan politik , tentu akan mudah kami pengaruhi. Tapi ini tidak ada. Ini virtual state ! katanya dengan putus asa.
Yahudi itu terdiam agak lama. Mungkin dia tak minat lagi bicara dengan saya. Tapi masih ada satu pertanyaan mengganjal dalam diri saya. Negara apakah itu. ? Apakah benar ada virtual state yang dimaksud dia ? Ketika saya tanyakan itu, dia menoleh kearah saya dengan wajah murung. "Itulah NEGARA ISLAM ". Setiap tahun mereka berkumpul di Arafah sebagai repliksi eksistensi mereka di
Al-Quran
Kehebatan Peradaban islam akan terjelma melalui fastabiqul khairah ( Al Baqarah : 148 dan Al Maidah 48) melalui akhlakul karimah ( Al A'raaf 199). Ya, masing masing suku , ras, bangsa , individu dipersilahkan Allah untuk berkompetisi dan yang paling baik adalah yang paling takwa. Hanya melalui perbedaanlah, kompetisi terbentuk dan pemenang akan muncul. Ini sunattullah.