Wednesday, May 11, 2011

OPIC

James Monroe adalah President AS kelima. Ada deklarasi yang dikeluarkannya , yang sampai kini menjadi dasar bersikap bagi setiap Presiden AS, yaitu “ Amerika tidak bisa didikte oleh negara manapun. “ Deklarasi ini dikeluarkannya berkaitan dengan dominasi Eropa terhadap Amerika ketika itu. Sikap ini juga dipakai oleh Soekarno ketika AS mencoba mendikte Indonesia, dan Soekarno berkata ” Go to hell your aid."Apa yang dilakukan oleh Soekarno tak lain percis sama dengan sikap Amerika. Karena sebetulnya sedari muda Soekarno sangat terinspirasi dengan para pahlawan AS. Keitka itu , didunia hanya ada dua negara besar yang bisa berkata lantang terhadap dominasi negara asing., yaitu Amerika dan Indonesia. Setelah Soekarno tidak lagi berkuasa, Indonesia tidak lagi garang seperti sikap Soekarno. Indonesia menjadi Follower dalam segala hal. Lantas apa penyebabnya ”

Sebetulnya penyebabnya sederhana saja yaitu ”uang ”. Para elite politik paska Soekarno hanya percaya bahwa untuk meng eskalasi pembangun diperlukan uang banyak. Untuk mendapatkan uang itu maka mereka berhutang. Dengan istilah program bantuan pembangunan namun sebetulnya adalah program penjajahan secara halus lewat ikatan hutang piutang. Tentu berbagai pra syarat yang ditetapkan oleh negara kreditur harus diikuti oleh Indonesia. Berbagai kebijakan nasional tak bisa lagi dilepaskan dari campur tangan asing ( negara kreditur). Walau ada juga program bantuan lewat lembaga multilateral seperti World bank dan IMF namun keberadaan lembaga itu tak bisa dipisahkan oleh kekuatan AS dan Barat. Jadi lewat jalur manapun dana bantu pembangun pasti berujung kepada dominasi AS dan Barat. Dipermukanan Indonesia nampak maju, pembangunan bergerak cepat dan sampai disebut sebagai macan Asia. Namun kehebatan pertumbuhah ekonomi itu dalam hitungan hari hancur karena krisis.

Soeharto jatuh, group reformasi bangkit mengambil alih rezim. Dalam proses reformasi IMF pun ikut tersingkir dari platform pembangunan Indonesia. Belakangan IMF ikut terkena masalah akibat terjadinya global crisis 2008. IMF pun terkena reformasi oleh para anggotanya. AS tak lagi sebagai penguasa suara di forum IMF. China sudah masuk sebagai anggota penentu. AS dan Barat juga tak lagi berkuasa penuh terhadap Worldbank walau kantor pusatnya masih di Washington. Amerikapun kini menghadapi masalah crisis anggaran dan moneter yang parah. Lantas berhentikah kekuatan AS mengontrol negara lain lewat uang ? Oho tidak. IMF boleh di reformasi, Kekuatan suara di World bank boleh lemah. Namu AS punya banyak saluran untuk menggunakan smart power nya mengontrol negara lain. Harap dicatat bahwa , ya AS adalah suatu bangsa tapi sebagai sebuah negara , kekuatan sebenarnya ada ditangan segelintir orang yang menguasai uang. Kekuatan itu kini bersembunyi dibalik OPIC ( Overseas Private Investment Corporation)

OPIC adalah suatu lembaga independent dibawah pemerintah AS. Lembaga ini didirikan tahun 1971 yang tugas utamanya adalah mendekung kebijakan global AS untuk penguasaan pasar global dalam rangka meningkatkan produksi dalam negeri AS dan menampung angkatan kerjannya. OPIC bertindak sebagai collateral provider dan Fund Provider namun senyatanya OPIC hanyalah gateway. Sementara pemilik dana dan collateral adalah para anggotanya. Nah anggotanya ini sangat rahasia. Bahkan negara yang butuh dana lewat OPIC diharuskan menerbitkan surat hutang ( Obligasi ) berdasarkan 144 A Sec Act yang non disclosed. Pembeli surat hutang ( bond ) itu adalah anggota OPIC sendiri. Bukan hanya pembeli surat hutang, sampai kepada underwriting bond pun adalah anggota OPIC sendiri. OPIC juga terlibat dalam investasi langsung dengan memberikan jaminan kepada project untuk menarik dana dari pasar uang. Sudah ribuan project diseluruh dunia yang dibiayai oleh OPIC. Sebagian besar pembeli obligasi valas RI adalah OPIC.

Pada awalnya lembaga ini hanya berfocus pada hubungan business to business. Tak ada kebijakan politik yang masuk dalam OPIC. Tapi sejak peran AS mulai melemah di IMF dan World bank maka OPIC semakin mendapat tempat dalam kebijakan international AS, khususnya dinegara berkembang. OPIC menetapkan TOR ( term of reference ) sebagai dasar bagi setiap negara yang membutuhkan dana dan collateral dari OPIC. Dalam TOR itu diharuskan setiap negara untuk memenuhi standard compliance yang diinginkan oleh OPIC, diantaranya, negara harus membuka pasar seluas luasnya, ,menghilangkan proteksi terhadap industri local, mem privatisasi BUMN, membuka peluang penguasaan resource bagi investor asing , memotong anggaran social , menigkatkan peran pasar dan kapitalisme dalam menyusun Undang Undang dan Peraturan, menjauhkah kekuatan idiolgy dan agama dari negara. Intinya negara harus menjadikan Demokrasi sebagai harga mati dengan nilai nilai yang ditetapkan oleh AS untuk kepentingan hegemoninya terhadap negara lain.

Seharusnya kita bersikap seperti AS dan Soekarno untuk menolak setiap hegemoni negara lain terhadap kita, itulah yang baik ditiru dari AS namun yang baik itu tak bisa kita tiru…

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.