Demi reformasi Birokrasi department keuangan telah mengeluarkana dana tambahan anggaran sebesar Rp 4,3 triliun per tahun untuk memberi tunjangan tambahan bagi karyawannya. Dengan dana sebesar ini, maka para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Depkeu menerima tunjangan antara Rp 1,33 juta hingga Rp 46,95 juta. Tapi hasilnya , pegawai golongan III A bisa punya uang sebesar Rp. 25 miliar dan sejumlah apartement mewah. Mantan Dirjennya yang sekarang jadi ketua BPK, dapat hibah dana puluhan miliaran, Keliatannya reformasi yang dilakukan tidak bergerak kepada hal yang baik , malah semakin brengsek. Walau telah sepuluh tahun reformasi politik berlaku, namun reformasi birokrasi jalan ditempat.
Berganti president , reformasi birokrasi tak dilaksanakan dengan serius. Kalaupun dilaksanakan tak lebih hanyalah lipstick. Reformasi birokrasi selalu dikaitkan dengan tambahan gaji dan tunjangan. Hanya itu. Hasilnya bahkan lebih buruk disbanding sebelum ada reformasi. Ini disebabkan karena tidak ada redefinisi konkret terhadap birokrasi yang teraktualkan lewat restruktur lembaga dan revitalisasi dan requalifikasi pegawai negeri, melepas birokrasi dan BUMN dari kepentingan politik, dan memutuskan mata rantai jaringan kolusif antara politisi, birokrat, dan pebisnis. Memperluas pemberlakuan system IT ( E-Government ) pada layanan pemerintah untuk menjamin terjadinya effisiensi dan keterbukaan. Sebuah reformasi adalah sebuah rasionalisasi untuk menuju tata kelola yang sehat lahir batin
China ketika mengawali reformasi(1982) membentuk Administrative Reform Commission, Presidential Administrative Renovation Commission, The Presidential Committee on Government Innvovation and Decentralization.
Di China, karena orang yang ditugaskan melakukan reformasi ini adalah orang yang tidak terkait dengan jabatan birokrasi dan politik. Mereka mendapat mandat penuh dari President maka tentu tidak ada rasa sungkan atau sikap ragu atau takut dengan akibat dari proses reformasi birokrasi itu. President mengambil resiko politik atas tugas team reformasi itu agar mampu memberikan tekanan sampai pada tahap implemetasi , maka sebetulnya “ Revolusi telah terjadi” tanpa harus bau amis darah.
Di Indonesia sangat aneh. Reformasi birokrasi diserahkan kepada Menteri dan pejabat yang masih berkuasa. Kalaupun ada team pendukung maka itu hanya sebagai team asistensi. Bagaimana mungkin mereka bisa memperbaiki system birokrasi kalau kepentingan politik masih kental. Bukan rahasia lagi bahwa birokrasi berhubungan dengan politik kekuasaan yang penuh dengan kolusi untuk kepentingan pundi partai.
Di China proses reformasi sampai kini terus berlangsung. Setiap tahun di evaluasi dengan memberikan dukungan politik semakin besar kepada team reformasi. Undang Undang tentang pengawasan reformasi semakin diperkuat dan diperluas. Semua itu dapat terjadi karena pemimpinnya punya visi. Tidak takut dengan segala akibat politik dari program reformasi. Tidak takut citranya jatuh dihadapan lawan maupun kawan. Tidak takut bila harus tersingkir dari jabatannya. Ini pertarungan cerdas dan amanah di era modern bagi siapa saja pemimpin yang ingin melakukan revolusi dalam damai. Agar 'cita cita adil dan makmur terjadi disini" Semoga...