Thursday, October 8, 2009

Bodoh dan Malas

Kemarin saya bertemu dengan teman dari Singapore. Teman ini sedang melakukan proses pengambil alihan perusahaan tambang di Indonesia. Investornya dari China lewat Asset Management di Hong Kong. Yang membuat saya tertarik dan akhirnya termenung adalah kehebatan warga singapore melihat peluang. Ketika era broker komoditi tak lagi dapat diandalkan karena semakin terbukanya informasi barang dan jasa untuk diaccess langsung oleh pembeli / penjual maka mereka beralih kepada broker jual beli perusahaan. Business ini bukanlah hal yang mudah saat sekarang. Karena membutuhkan ketajaman penciuman peluang , penguasaan geostrategis business, Networking yang berhubungan dengan tekhnology, market, financial. Yang menarik lagi adalah mereka kaum muda yang professional.

Akibat krisis global, pertumbuhan ekonomi Singapore sekarang memang melambat. Bahkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia. Tapi keadaan ini tidak berpengaruh besar bagi kelompok menengah Singapore. Mereka terlibat aktif memanfaatkan peluang business di hampir seluruh negara. Para Fund Manager raksasa senang berhubungan dengan pengusaha broker singapore dalam program pengambil alihan perusahaan ( Take Over /TO) di Indonesia karena analisa yang akurat dan penguasaan exit strategy ( paper work ) yang hampir 0,001 persen tingkat error nya. Itulah kelebihan mereka. Samahalnya di tahun 70 an sampai 1998 , importir dari manca negara lebih suka beli komoditas dari Singapore walau mereka tahu komoditas itu berasal dari Indonesia atau Malaysia.

Lantas mengapa pelaku TO itu dapat mendulang sukses? Mengapa itu tidak mampu dikerjakan oleh pelaku dari Indonesia sendiri ? Jawabannya sederhana yaitu access financial resource. Sama seperti dulu mengapa Singapore menguasai perdagangan komoditas asal indonesia. Ya karena penguasaan mereka terhadap Access market. Eksportir indonesia kaya raya karena dukungan perbankan dalam negeri dan broker singapore. Tapi yang lebih untung adalah pengusaha singapore sebagai broker. Sementara perbankan singapore mendapatkan luberan dana dari Indonesia dengan murah untuk ditabung atau deposito. Begitupula halnya dengan program TO. Perbankan kita yang berdarah darah membiayai pembangunan project namun akhirnya di ambil alih oleh Asing lewat broker TO singapore. Dan biasanya dana dari hasil penjualan itu dititipkan ke perbankan singapore. Tetap saja dalam kondisi apapun singapore berjaya.

Hampir sebagian besar perusahaan strategis di Indonesia yang masuk bursa tak lepas awalnya dari keterlibatan pelaku broker TO Singapore. Ciri khas mereka selalu sama. Enhancement company melalu financial engineering, , kemudian refinancing lewat Obligasi atau perbankan dan terakhir lepas saham di bursa (IPO). Ditahap terakhir inilah mereka mendulang yield tak terbilang. Jangan berharap perusahaan dibawah program TO ini kelak peduli dengan CSR ( Corporate Social Responsibility ) secara significant. Itu hanya lipstick dan hanya ada dalam brosur perusahaan untuk meningkat company image. Tak lebih.

Jadi kalau banyak perusahaan tambang yang strategis masuk bursa maka itulah ujud dari cerita lama berulang. Singapore selalu pandai memanfaatkan kebodohan dan kelemahan Pengusaha Indonesia yang selalu ingin hidup senang tanpa kerja keras namun culas. Dan yang lebih lagi adalah pengusaha indonesia tidak mau tahu soal nasionalisme atau cinta tanah Air. Bagi mereka money is the real god. Makanya betul kata teman saya “ Singapore tidak akan pernah miskin selagi tetangganya ‘bodoh ,malas dan culas “.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.