Sunday, January 11, 2009

Brengsek

Business bank dibentuk berdasarkan legitimasti yang diberikan negara melalui otoritas moneter. Tugasnya sebagai pooling fund , lending resource dan singkatnya bank itu sebagai perantara. Dalam operasionalnya, bank itu harus tunduk dengan standard operating procedure yang sudah ditetapkan oleh bank centeral. Artinya bank bekerja sesuai arahan dan design dari penguasa. Namun apabila terjadi resiko karena banknya culas maka penguasa ( pemerintah/negara ) tak akan bertanggung jawab. Uang anda yang disimpan dibank hanya dijamin oleh Asuransi (LPS ) sebesar maksimum Rp. 2 milliar. Selebihnya itu masalah anda

Anda ingin membuka tempat usaha. Di haruskan untuk mendapatkan surat izin tempat ( SIT). Tanpa izin itu maka anda disebut informal atau illegal. Segala syarat dan kondisi harus anda penuhi untuk mendapatkan SIT itu. Setelah SIT diterbitkan oleh pemerintah maka anda berhak secara hukum untuk mengelola usaha sesuai SIT itu. Tapi bila kemudian hari ternyata usaha anda bangkrut karena tempat tidak cocok untuk usaha maka itu resiko anda sendiri. Pemerintah tidak akan bertanggung jawab.

Anda buka usaha angkutan umum. Karena menyangkut umum maka pemerintah punya hak berdasarkan hukum untuk menentukan tariff. Pemerintah tidak mau tahu berapa investasi dan bagaimana anda mendapatkan dana untuk investasi dibidang usaha ini. Bile kemudian anda bakrut maka pemerintah tidak akan tanggun jawab.

Rokok itu jelas jelas dianjurkan oleh pemerintah untuk dihindari karena merugikan kesehatan. Tapi itu hanya anjuran. Sementara secara hukum business rokok dan merokok dilegalkan. Pemerintah mendapatkan pajak dari usaha rokok ini dan mendapatkan cukai pula dari perokok. Tapi kalau anda sakit karena merokok , maka pemerintah tidak akan tanggung jawab.

Keamanan dan ketertiban adalah tanggung jawab kita. Kalau ada masalah hukum atau ketidak nyamanan maka kita wajib lapor. Maklum delik hukum perdata maupun pidana adalah delik aduan. Aparat hukum akan tetap dikantornya bila tidak ada yang lapor atau mengadu. Kalau ada sengketa perdata atau pidana , harap siap siap uang untuk bayar pengacara dan biaya perkara.

Begitulah pemerintah sebagai sebuah realitas. Kita membentuk pemerintah karena sebuah konsesus untuk menempatkan segelintir orang mengatur kita sebagai bangsa. Apakah mereka mengurus kita atau mengatur kita ? Itu tidak penting.. Mereka melangkah sebatas tembok ruang kantornya dan menganalisa masalah kita dengan angka statistis diatas meja kantornya. Mereka duduk dikorsi empuk diruangan sejuk ber AC sambil bicara tentang angka kemiskinan, kemakmuran , GNP dan lain sebagainya sebagai indek prestasi mereka. Kita mendengar dan menerima. Walau Pajak ini dan itu kita bayar tapi semua kebutuhan social tak ada yang gratis. Ini lembaga perantara terbaik diplanet bumi.

Setiap anda belanja , negara menarik pajak., Setiap anda berusaha dapat untung , anda bayar pajak. Setiap anda butuh izin , anda bayar uang adminstrasi. Semua yang berkaitan dengan legitimasi negara dan berhubungan dengan kegiatan formal , tak ada yang gratis. Namun pemerintah tetap tidak bisa dimintai pertanggungan jawab atas resiko dari legitimasi itu. Dan hebatnya selalu diakhir surat keputusan atas legitimasi negara itu, ada tertera ketentuan sebagai beriikut “ bila dikemudian hari ada kesalahan atas keputusan ini maka dapat dibatalkan atau dikoreksi. “

Rentetan resiko kita alami dalam kesehariaan kita dengan kelangkaan Gas, BBM, Semen, Minyak goring, angkutan umum yang brengsek, Jalan toll yang tambal sulam dan macet, Listrik yang byar pet, Instalasi air minum yang tak layak. Rumah Sakit Umum yang kumuh. Penerapan hukum yang membingungkan. Semua itu tak ada “tanggung” pemerintah kecuali hanya “jawab” berupa janji akan diperbaiki. Itu saja.

Mejadi pemerintah dinegeri ini memang mengasyikan. Pejabat bisa menikmati hidup mewah dengan atribut kehormatan lainnya. Bila pejabat pemerintah atau elite politik itu cukup puas dengan gaji yang dia terima maka benar benar resiko adalah nol. Tinggal menghitung hari berlalu dengan standard hidup yang serba aman sampai akhirnya pension menikmati sisa umur dengan damai, ya, kan. Tapi sayang, system yang memanjakan pejabat itulah justru membuat sebagian mereka culas dan akhirnya membua rakyat harus berkata “brengsek”

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.