Kita terhenyak ketika Claudia Roukx , pejabat Bank Dunia dibidang Spesialis Kesehatan Utama, merekomendasikan kepada Indonesia agar mereformasi anggaran kesehatan melalui asuransi kesehatan dan melibatkan perusahaan swasta dalam program asuransi ini. Ekonom senior Bank Dunia Wolfgang Fengler mengatakan, pemerintah tidak perlu menetapkan besaran tertentu dalam APBN untuk sektor kesehatan, seperti pada pendidikan, karena keterbatasan anggaran. “Kalau pendidikan ada target, kesehatan juga dibuat target, maka tidak akan ada yang tersisa dalam APBN untuk infrastruktur, misalnya,” kata Fengler. Tapi Fengler lupa akan laporan WHO tahun 2000 dimana Indonesia menempati peringkat 154 dari 191 negara dalam hal alokasi anggaran untuk kesehatan.
Apakah makna kejahatan dan kekejaman ? . Mungkin sulit dijawab oleh Claudia dan Fengler. Bagaimana dengan kita sendiri?. Sebuah rumah pemukiman miskin didatangi oleh segerombolan penjahat. Mengendap dimalam hari kedalam salah satu rumah. Mereka merampok seisi rumah yang tak seberapa nilainya. Kemudian, melihat wanita didalam rumah yang terjaga karena kehadiran mereka, Wanita itu diperkosa dan kemudian di bunuh. Keesokan harinya kita membaca sebuah berita tentang "kejahatan dan kekejaman". Kita bertanya tentang moral manusia. Kita mengutuk karena tidak ada lagi yang membedakan manusia dan binatang. Kemudian , kita juga membaca di koran pagi tentang wajah muram yang meradang sakit tak berdaya karena kemiskinan . Kemudian terlempar keluar dari ruang medis, hanya karena rumah sakit tak mampu lagi menanggung biaya berobat gratis dan akhirnya mati. Juga ada banyak orang yang hidupnya biasa biasa saja ,lantas kemudian langsung bangkrut hanya karena menanggung biaya berobat yang mahal dan akhirnya mati juga. Bahkan meninggalkan hutang yang harus ditanggung oleh keluarga yang hidup. Sadis! Manakah kesadisan diantara yang kita lihat dan baca itu ?
Kekejaman dan kejahatan ada dalam ruang system pelayanan kesehatan dinegeri ini. Sebagaimana system pelayanan public lainnya maka cara caranya sudah menjadi mesin yang memeras dan kadang kala memperdayakan dengan program mulia namun sulit dijangkau oleh system yang korup. Padahal senyatanya pelayanan kesehatan adalah mata rantai yang berhubungan dengan kebijakan disektor lainnya seperti lingkungan yang sehat dan tingkat pendapatan yang manusiawi. Maka kalau ingin melihat bagaimana sejatinya orientasi negara kepada rakyatnya maka lihatlah pelayanan kesehatannya kepada public. Lihat juga ketimpangan system pelayanan antara yang kaya dan miskin. Itulah realitas yang ada.
Anggara kesehatan dari tahun ketahun terus menurun. Sebagai akibat kebijakan pengendalian difisit anggaran. Berbagai program susbsdi kesehatan ditukar dengan jargon pengalokasian secara langsung kepada rakyat miskin , ternyata hanyalah alasan untuk memangkas subsidi kesehatan dalam pos APBN. Memang kenyataan dilapangan subsidi langsung itu justru menciptakan ladang korupsi bagi birokrat dan semakin memperkecil akses rakyat kepada kesehatan. Maka privatisasi pelayanan kesehatan harus sebagai pilihan. Itu saja. Maka kitapun kembali sadar bahwa negeri ini tidak lagi ada kedaulatan untuk menentukan pos anggaran yang sangat essential bagi kesejahteraan rakyat yang gagal mendapatkan kemakmuran. Negara kapitalis seperti AS dan Eropa menempatkan pos anggaran kesehatan lebih tinggi dari pos anggaran Pendidikan. Karena mereka sadar bahwa masyarakat yang sehat akan melahirkan masyarakat yang pintar. Tidak ada gunanya anggaran pendidikan tinggi tapi rakyat sakit sakitan
Bahwa hak mendapatkan kesehatan adalah hak asasi , sama seperti hak untuk kebebasan menyampaikan pendapat dan membuat partai. Walau senyatanya hak membuat partai dan ikut pemilu ternyata anggaranya dua kali dari anggara kesehatan yang berjumlah Rp. 17,6 triliun.Bahkan hanya 5% dari total pengeluaran untuk bayar hutang dan bunga. Inilah makna kekejaman dan kejahatan mendasar di era modern sekarang ini, yang justru lebih sadis dibandingkan dengan perbuatan perampok yang merampas dan membunuh. Karena daya musnah dari kejahatan seperti ini memakan korban setiap tahunnya lebih besar dari jumlah korban perang dunia kedua.Tapi lagi lagi, pengambil kebijakan tak pernah melihat ini sebagai suatu kejahatan dan kekejaman negara kepada rakyatnya. Karena ini sebuah pilihan untuk mengamankan APBN agar tetap bisa bayar hutang dan memperkuat cadangan devisa.
Apakah makna kejahatan dan kekejaman ? . Mungkin sulit dijawab oleh Claudia dan Fengler. Bagaimana dengan kita sendiri?. Sebuah rumah pemukiman miskin didatangi oleh segerombolan penjahat. Mengendap dimalam hari kedalam salah satu rumah. Mereka merampok seisi rumah yang tak seberapa nilainya. Kemudian, melihat wanita didalam rumah yang terjaga karena kehadiran mereka, Wanita itu diperkosa dan kemudian di bunuh. Keesokan harinya kita membaca sebuah berita tentang "kejahatan dan kekejaman". Kita bertanya tentang moral manusia. Kita mengutuk karena tidak ada lagi yang membedakan manusia dan binatang. Kemudian , kita juga membaca di koran pagi tentang wajah muram yang meradang sakit tak berdaya karena kemiskinan . Kemudian terlempar keluar dari ruang medis, hanya karena rumah sakit tak mampu lagi menanggung biaya berobat gratis dan akhirnya mati. Juga ada banyak orang yang hidupnya biasa biasa saja ,lantas kemudian langsung bangkrut hanya karena menanggung biaya berobat yang mahal dan akhirnya mati juga. Bahkan meninggalkan hutang yang harus ditanggung oleh keluarga yang hidup. Sadis! Manakah kesadisan diantara yang kita lihat dan baca itu ?
Kekejaman dan kejahatan ada dalam ruang system pelayanan kesehatan dinegeri ini. Sebagaimana system pelayanan public lainnya maka cara caranya sudah menjadi mesin yang memeras dan kadang kala memperdayakan dengan program mulia namun sulit dijangkau oleh system yang korup. Padahal senyatanya pelayanan kesehatan adalah mata rantai yang berhubungan dengan kebijakan disektor lainnya seperti lingkungan yang sehat dan tingkat pendapatan yang manusiawi. Maka kalau ingin melihat bagaimana sejatinya orientasi negara kepada rakyatnya maka lihatlah pelayanan kesehatannya kepada public. Lihat juga ketimpangan system pelayanan antara yang kaya dan miskin. Itulah realitas yang ada.
Anggara kesehatan dari tahun ketahun terus menurun. Sebagai akibat kebijakan pengendalian difisit anggaran. Berbagai program susbsdi kesehatan ditukar dengan jargon pengalokasian secara langsung kepada rakyat miskin , ternyata hanyalah alasan untuk memangkas subsidi kesehatan dalam pos APBN. Memang kenyataan dilapangan subsidi langsung itu justru menciptakan ladang korupsi bagi birokrat dan semakin memperkecil akses rakyat kepada kesehatan. Maka privatisasi pelayanan kesehatan harus sebagai pilihan. Itu saja. Maka kitapun kembali sadar bahwa negeri ini tidak lagi ada kedaulatan untuk menentukan pos anggaran yang sangat essential bagi kesejahteraan rakyat yang gagal mendapatkan kemakmuran. Negara kapitalis seperti AS dan Eropa menempatkan pos anggaran kesehatan lebih tinggi dari pos anggaran Pendidikan. Karena mereka sadar bahwa masyarakat yang sehat akan melahirkan masyarakat yang pintar. Tidak ada gunanya anggaran pendidikan tinggi tapi rakyat sakit sakitan
Bahwa hak mendapatkan kesehatan adalah hak asasi , sama seperti hak untuk kebebasan menyampaikan pendapat dan membuat partai. Walau senyatanya hak membuat partai dan ikut pemilu ternyata anggaranya dua kali dari anggara kesehatan yang berjumlah Rp. 17,6 triliun.Bahkan hanya 5% dari total pengeluaran untuk bayar hutang dan bunga. Inilah makna kekejaman dan kejahatan mendasar di era modern sekarang ini, yang justru lebih sadis dibandingkan dengan perbuatan perampok yang merampas dan membunuh. Karena daya musnah dari kejahatan seperti ini memakan korban setiap tahunnya lebih besar dari jumlah korban perang dunia kedua.Tapi lagi lagi, pengambil kebijakan tak pernah melihat ini sebagai suatu kejahatan dan kekejaman negara kepada rakyatnya. Karena ini sebuah pilihan untuk mengamankan APBN agar tetap bisa bayar hutang dan memperkuat cadangan devisa.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.