Tuesday, June 4, 2024

Mafia Pharmasi di Indonesia..

 



Harga obat di Indonesia merupakan salah satu yang paling mahal di ASEAN, bahkan juga di dunia. Pada tahun 2014  ada 206 perusahaan farmasi beroperasi di Indonesia. Empat BUMN, 26 PMA, dan 176 PMDN. Oleh karena itu Ketergantungan bahan baku impor bisa mencapai 95%, sedangkan pertumbuhan nasional rata-rata penjualan obat dengan resep dokter per tahun sebesar 11,8%. Karena itulah akhirnya Indonesia pun menjadi pasar obat terbesar di Asia Tenggara. 


Iklim investasi. Walau begitu besarnya market obat tapi sampai kini kita belum mandiri. 95% bahan baku obat masih impor. Lagi lagi penyebabnya karena rente yang memungkinkan otak mafia bekerja. Misal, pemerintah belum mau mengeluarkan aturan soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Mengapa ? ya, itu karena lobi dari Industri pharmasi di luar negeri. Jangan berhadap industri obat herbal bisa masuk ke pasar premium bersanding dengan obat berlabel big pharma. Jauh dari harapan.


Belum lagi keterlibatan pengusaha maklon yang hanya jadikan pabrik obat dalam negeri sebagai tempat manufaktur dan packing.  Semua bahan baku mereka impor. Pabrik dalam negeri tanpa resiko dapat cuan dari sewa sarana produksi dan lisensi. Produksi dari proses maklon itu tidak hanya sebagian besar masuk pasar domestik tetapi ada juga yang diekspor karena upah kita murah.


Tata niaga. Obat-obatan yang berasal dari industri farmasi, distributor, sub-distributor, dan PBF (Pedagang Besar Farmasi), seharusnya tidak boleh langsung sampai ke tangan klinik, dokter, mantri, toko obat dan pribadi. Harus ke apotek dan RS. Namun aturan itu dilanggar. Sehingga bukan tidak mungkin banyak obat dari luar negeri masuk ke pasar bebas Indonesia tanpa lewat pabrik lokal. Lagi lagi karena lobi. Ya gimana mau berkembang industri  pharmasi dalam negeri.


Obat palsu. Banyak obat yang hak patennya udah habis. Nah obat ini diproduksi oleh pharmasi lokal dengan merek baru. Maklum mereka ogah keluar dana riset. Bahkan kadang pabrik lokal di sewa oleh pengusaha maklon untuk produksi obat itu dengan merek baru. Jadilah obat generik. Untungnya pasti berlipat. Karena engga ada ongkos riset. Lucunya pengusaha bisa lobi pejabat dan sehingga program pemerintah untuk obat murah bersubsidi berasal dari produk ini. Bego kan.


Ada 15 penyakit mematikan di Indonesia. Mirisnya, obat-obatan itu sebagian besar masih berupa obat impor. Nilai impor ini cukup fantastis mengingat industri obat dalam negeri belum sepenuhnya memiliki kapabilitas untuk memenuhi permintaan. Bayangkan, kalau kita bicara pertahanan dan ketahanan nasional dengan anggaran Alutsista yang besar, lah  obat saja bergantung asing. Kan paradox terhadap tugas negara melindungi tanah air  dan segenap tumpah darah. Ya gimana lagi. ? pemerintah juga bagian dari sindikat mafia international.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.