Wednesday, June 26, 2024

Bertani itu bisnis.

 


Jangan terlalu anggap bahwa pertanian itu sosialis. Jangan! Itu mental komunis. China aja yang komunis engga lagi menanamkan mindset bertani ala sosialis. Bertani itu harus dengan mindset kapitalis. Pertanian itu sama dengan sektor bisnis lainnya. Tidak ada bisnis yang salah. Kalau salah, itu pasti management yang buruk dan kebijakan negara yang tidak mendukung. Sebagaimana bisnis process, yang harus patuh dengan standar bisnis. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam bisnis process pertanian. 


Pertama, luas lahan yang layak secara bisnis. Artinya lahan itu harus bisa menutupi ongkos produksi, living cost dan saving. Ya minimal petani punya lahan seluas 2,5 hektar. Katakanlah untuk menutup biaya produksi 1 hektar. Untuk biaya hidup 1 hektar dan untuk tabungan 1/2 hektar. Kedua. Tersedianya supply chain yang efisien dan lentur, seperti pupuk,  alat pertanian. Ketiga, tataniaga pemasaran nol rente. Keempat. Tersedianya infrastruktur pertanian seperti bendungan dan irigasi, pusat logistik dan processing berbasis ekosistem financial yang menjamin likuiditas..


Kalau empat hal itu dilaksanakan. Pertanian akan menjadi sumber  nafkah yang bergairah bagi semua. Karena usaha pertanian bisa mendatangkan kemakmuran yang bermartabat tanpa tangan di bawah. Kita bisa lihat bagaimana petani Thailand, Vietnam yang makmur dan mampu swasembada pangan. Bagaimana petani China makmur. Walau lahan pertanian China terbatas namun berkat riset sains mereka bisa ciptakan metode tanam dan bibit mengatasi keterbatasan lahan itu.


Yang jadi masalah di Indonesia sejak era Soeharto sampai sekarang, pendekatan pembangunan pertanian lebih ke sosialis, yang menganggap rakyat itu tidak pernah dewasa dan harus terus dibina. Dan itu dituangkan dalam kebijakan tata niaga dari hulu ke hilir. Namun sebenarnya tata niaga itu menciptakan rente dan lahan  korupsi yang gigantik dari tingkat pusat sampai ke daerah.  Memang tidak ada niat baik. Pertanian dan program pembangunannya hanya sebagai jalan politik untuk memiskinkan rakyat kelas bawah dan sekaligus politik elektoral agar mudah dibeli suaranya.


Perhatikan. Tidak sedikit bendungan dibangun tapi kadang tidak ada irigasi. Kalaupun ada irigasi, lantas apa artinya irigasi kalau lahan bertani kurang dari 1 hektar. Untuk apa ada lahan kalau pupuk mahal. Kalaulah tata niaga Gas itu berpihak kepada rakyat, kita tidak perlu khawatir dengan geopolitik yang mengakibatkan harga gas naik yang berdampak pupuk juga naik. Kita salah satu negara penghasil gas terbesar di dunia. Sementara distribusi pupuk subsidi juga korup. Data petani dan penerima banyak tidak sinkron. Nah apa yang terjadi ?


Bayangkan. Luas tanam padi pada periode tanam Oktober 2023 hingga April 2024 seluas 6,55 juta hektar. Luasan tersebut merosot 3,83 juta hektar dibandingkan rata-rata luas lahan tanam periode yang sama pada 2015-2019, yang mencapai 10,49 juta hektar. "Penurunan luas lahan tanam ini akhirnya berimbas kepada produksi padi yang dihasilkan," ujar Amran Menteri Pertanian. Di depan DPR, alasannya karena El Nino. 


Tetapi Sekjen Kementan, Prihasto Setyanto saat RDP dengan Komisi IV DPR RI pada Rabu, 19 Juni 2024. mengungkapkan penurunan produksi beras pada tahun 2023 sebesar 0,44 juta ton disebabkan oleh masalah ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pupuk bersubsidi. Ya, Menteri bicara normatif. Namun Sekjen bicara teknis. Yang normatif terkesan politis alias ngeles blass.  Yang teknis terkesan minta tambah anggaran pupuk subsidi, ujungnya sumber korup lagi. 


Akhir dari cerita brengseknya pembangunan pertanian, indonesia terpaksa impor untuk memenuhi kebutuhan pangan. Dari tahun ke tahun beras, gula, jagung , dan lain lain terus meningkat jumlah impornya. Jika pemerintah tidak bisa menggenjot produk pangan, khususnya beras selama 3 bulan ke depan (Juli, Agustus, September), 45 juta penduduk akan mengalami krisis kelaparan. Kemungkinan gagal sangat besar seperti biasa old story terulang. Jadi impor itu sifatnya sudah ketergantungan. Engga impor, kita kelaparan. Miris kan. Negara yang tampa empat musim bisa krisis pangan. Bukan salah bunda mengandung, buruk suratan salah pilih pemimpin.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.