Kalau berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai US$ 1,06 triliun pada 2020. Kita negara terkaya nomor 16 dunia. Tapi yang miris, SMI mengatakan, rasio pajak alias tax ratio (terhadap PDB) Indonesia paling rendah di antara negara-negara G20 dan Asean. Tercatat rasio pajak Indonesia sebesar 9,11 persen pada akhir 2021. Angka ini naik dari realisasi 2020 yang sebesar 8,33 persen. Tahun 2022 naik 10,5%.
Makanya jangan kaget. Walau kita negara terkaya nomor 16 di dunia dari segi PDB namun di ASEAN kita urutan nomor lima soal pendapatan perkapita (Rp 59,29 juta/tahun). Negara terkaya adalah Singapore (Rp 935,37 juta/tahun) berkat industri utamanya seperti elektronik, petrokimia, dan minyak bumi. Apa artinya?. Begitu besar sumber daya kita namun sebagian besar useless. Begitu besar jumlah penduduk, tetapi tidak menjadi kekuatan demographi.
Mengapa itu terjadi ? Karena kita membangun tidak berbasis riset. Gross domestic expenditure on R&D-GERD) dibawah 1% dari PDB. Dari sejak era Soeharto sampai sekarang kita masih tergantung kepada SDA. “ Bisnis mengandalkan SDA itu bukan bisnis. Itu cara berpikir ekonomi yang terbelakang. Males dan otak dungu namun kemauan gede untuk hidup makmur. Makanya yang terjadi adalah rebutan SDA ala preman. Bercampur otak reptil saling serobot, bar bar menguasai sumber daya. Maka jadilah yang segelintir orang menikmati begitu besar sumber daya, dan sebagian besar rakyat terpuruk dalam kemiskinan dan hidup pas pasan.” kata teman.
Masalah diatas tidak sulit untuk diketahui akar masalahnya. Apa itu? sistem pendidikan kita tidak berorientasi kepada kreatifitas dan inovasi. Kita terperangkap dengan sistem pendidikan stadarisasi yang berorientasi jongos untuk memenuhi lapangan kerja dan memuaskan para pemodal. Survey terkait peringkat 20 sistem pendidikan terbaik di dunia dari 209 negara yang dilakukan World Top 20 Education Poll. Indonesia menempati peringkat pendidikan ke-67. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.Jadi walau kita masuk 16 negara terkaya di dunia tetapi sistem pendidikan kita low grade.
Sistem hukum kita lemah. Berdasarkan data World Justrice Project, Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index/RLI) Indonesia tercatat sebesar 0,53 poin pada 2022. Selama 7 tahun Jokowi berkuasa, RLI hanya naik tipis 0,01 poin dibandingkan pada awal dia berkuasa yang sebesar 0,52 poin. Jadi walau kita masuk anggota G20 dan negara terkaya nomor 16 di dunia, namun Skor RLI Indonesia berada di posisi 64 dari 140 negara secara global.
Kesimpulan: Sejak era Soeharto sampai sekarang, tidak terjadi transformasi ekonomi. Tetap mengandalkan SDA. Kita memang tidak punya visi besar dalam membangun. Entah apa niat elite politik negeri ini berkuasa. Saya engga paham. Karena saya hanya tamatan SMA, tidak termasuk 4,6% penduduk Indonesia yang mendapatkan kesempatan jadi sarjana.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.