Monday, February 27, 2023

Politik menari diatas bara.

 



Politik dari hari ke hari semakin dinamis. PDIP inginkan Sistem pemilu proporsional terbuka. Sementara 8 fraksi tidak mendukung. Bahkan Wakil Presiden dan presiden menyatakan mendukung sistem pemilu proporsional terbuka. Sebenarnya sistem terbuka maupun tertutup, itu sama saja. Sama sama ada kekurangan dan kelebihannya. Namun secara politik ini membuktikan agenda politik PDIP sebagai rulling party tidak sepenuhnya didukung koalisi dan presiden tidak sepenuhnya loyal dengan idiologi PDIP.


Menurut saya, terlepas soal agenda politik dibalik sistem terbuka atau tertutup. Kedua sistem itu bagus dan tidak ada yang salah. Yang salah itu kalau sistem dalam pelaksanaannya tidak dijalankan secara kosisten. Misal cara terbuka. Kita pilih caleg yang kita kenal.  Itu bagus. Ada hubungan emosional antara kita dan caleg. Tapi apakah setelah dia jadi anggota DPR, kita berhak menuntut dia bertanggung jawab atas pilihan kita? Faktanya tidak. Secara UU anggota DPR bertanggung jawab kepada Partai. Buktinya anggota DPR bisa diberhentikan (PAW) kapan saja oleh Partai.


Sistem tertutup juga bagus. Asalkan sistem diterapkan secara konsisten. Seperti misalnya, Partai harus bisa menjaring orang orang berkualitas duduk di DPR. Tidak harus dia kader partai. Bisa saja profesional atau tokoh masyarakat. Yang pasti mereka bukan orang loyal kepada partai tetapi loyal kepada kebenaran. Itu bagus dan ideal untuk sistem tertutup. Masalahnya apa iya partai akan mengutamakan kualitas anggota DPR daripada loyalitas ? Kalau perolehan suara pileg hanya bagi bagi kursi untuk kader partai, ya sama saja boong. Lantas apa gunanya pemilihan langsung dan terbuka, kalau toh pada akhirnya yang menentukan kinerja dia bukan rakyat tetapi partai.


Partai koalisi pemerintah juga main main dengan belum disahkannya Perppu Cipta kerja oleh DPR. Apakah ini hanya sekedar molor agenda rapat Paripurna DPR atau ada sesuatu yang lain?. Menurut saya, setelah Perppu itu diteken presiden, DPR harus segera bersidang untuk mensahkan Perppu itu. Karena semua aspek atas UU Cipta kerja udah dibahas sebelumnya, dan PERPPU itu tidak mengubah ensensi dari UU itu sendiri. Tapi memang ada masalah di Elite. Bukan hanya soal PERPPU Cipta Kerja, ada juga agenda Jokowi untuk  merevisi UU IKN. Ini juga akan jadi bargain bagi elite partai berhadapan dengan Presiden. Kalau tidak ada perubahan UU, sangat sulit bagi Badan Otoritas IKN  deal dengan investor. Karena dibatasi wewenangnya soal ketentuan tanah.


Sepertinya Perppu Cipta kerja dan Revisi UU IKN dijadikan bargain oleh partai koalisi pemerintah dan oposisi. PDIP dan Jokowi saling berhadapan akibat ulah intrik politik. Karena kalau digabung dengan Koalisi perubahan, suara PDIP kalah di DPR. Dampaknya Agenda perubahan Sistem Pileg Terbuka atau tertutup, agenda Perppu Cipta Kerja dan RUU IKN terancam kandas. Ini sangat buruk terhadap reputasi pemerintahan Jokowi, termasuk PDIP yang mengusung Jokowi. Untuk apa mereka bargain? Ya untuk menggolkan capres yang mereka usung. Setidaknya bacapres mereka tidak dikasuskan, Maklum, tidak ada bacapres yang engga terkait kasus hukum. Apalagi dengan kepelesetnya lidah Megawati yang mempertanyakan majelis taqlim ibu ibu. In akan berdampak perseteruan luas antara nasionalis sekular dengan golongan islam. Merugikan PDIP, menguntungkan partai lain, terutama oposisi.


Jadi singkatnya, saat sekarang terjadi negosiasi secara luas lintas koalisi dan partai dan tentu golongan. Apa penyebabnya? inilah dampak dari politik pragmatis. Masing masing partai itu berangkat dari agenda berbeda, tetapi bukan untuk kepentingan nasional. Tetapi kepentingan pragmatis. Lebih buruk lagi kepentingan sahwat soal kekuasaan dan kerakusan. Mungkin perseteruan dan intrik itu kalau tidak bisa berdamai diantara mereka, akan terjadi proses lahirnya invisible hand Tuhan. Maka yang terjadi, terjadilah…


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.