Banyak proyek dengan peluang hebat, disusun dalam studi kelayakan sangat akademis oleh konsultant bertitel S3 dan profesor, tapi kesulitan mendapatkan sumber daya keuangan. Lama lama studi kelayakan itu jadi bacaan yang bikin frustrasi pemrakarsa proyek. “ Kenapa begitu hebatnya deposit Gas masela, begitu hebatnya dukungan pemerintah, begitu besarnya dukungan market, tetapi proyek engga juga terbangun sampai sekarang. Udah tiga tahun lebih sejak dicanangkan, Inpex sebagai investor masih berkutat soal business plan” Tanya teman.
Ada juga yang tanya.” Mengapa begitu besarnya cadangan SDA minyak kita, market BBM dalam negeri yang besar, tetapi sulit sekali membiayai pembangunan kilang. Sejak era Reformasi penambahan kapasitas kilang hanya 100,000 barel. Itupun baru jadi dua tahun lagi. Dan 50% pasokan BBM masih impor. “ Kalau akhirnya kilang balikpapa dibangun juga, duitnya dari bank dalam negeri. Jelas saja tidak efisien cost of fund nya. Dan jelas saja terbatas kapasitas yang bisa dibangun.
Di Indonesia, pada umumnya pengusaha atau pejabat pemerintah, masih berpikir bahwa uang itu ada di bank dan dana pensiun. Sehingga cara mereka menarik sumber daya keuangan masih sangat tradisional. Engga beda dengan pengusaha UKM yang butuh kredit bank. Bedanya hanya dari segi penyusunan studi kelayakan yang terkesan “keren”. Karena banyak istilah english dan referensi. Padahal sumber daya keuangan tradisional itu sangat terbatas, bisa karena jumlahnya yang memang terbatas dan banyak hambatan berkaitan dengan risk management.
Dalam ilmu rekayasa keuangan, istilah sumber daya keuangan atau financial resource itu tidak sesederhana kalimatnya. Misal istilah finance itu bukan uang atau keuangan. Tetapi berkaitan dengan sistem uang fiat ( M1,M2 dan seterusnya). Kalau anda masih berpikir uang itu seperti uang yang ada di bank atau di kantong, jelas gagal paham. Sementara resource itu, bukan sekedar arti sumber daya, tetapi berkaitan dengan sifat dari investor /lender dan skema keuangan yang sesuai dengan proyek yang akan dibiayai.
“ Coba ubah design terkhnologi terhadap Kilang Masela itu, pasti hitungan bulan bisa financial closing. Nah negara bisa dapat uang tidak kecil. Hitung aja. Kapasitas Gas 150 juta kaki kubik ( 150 miliar BTU). Kita bisa mandiri dari segi energi selama 20 tahun dan hutang negara bisa mudah dilunasi dengan cepat. “ Kata saya kepada teman ketika dia tanya soal belum terbangunnya kilang Masela.
“ Mengapa ?
“ Itu mega proyek terbesar sepanjang sejarah republik ini. Dari awal kan skema pembiayaannya adalah counter trade dalam bentuk Participant interest (PI) yang opsinya ada pada Shell. Skemanya ya counter trade itulah kalau ingin dapatkan pembiayaan. “ Kata saya.
“ Tapi kan tekhnologi offshore untuk kilang LNG itu tidak efisien. Lebih efisien di darat. “
“ Ah kamu terlalu percaya dengan akademis. Financial resource itu 10 langkah dari titel sarjana kamu. Nah gara gara pemerintah tolak design offshore, dan pindah ke onshore. Cobalah cari duit dengan tekhnologi yang kamu yakinin itu” Kata saya. Terbukti kini jadi proyek mangkrak dan engga jelas. Peluang jadi mimpi doang dan bikin frustrasi.
“ Gimana dengan kilang minyak?
“ Ubah skemanya dalam bentuk independent refinery dan in kind loan, pasti dalam dua tahun selesai dibangun dengan kapasitas sesuai kebutuhan dalam negeri. Mandiri kita “
“ Tapi kenapa Pemerintah tidak pakai skema itu ?
“ Ya karena Lack financial knowledge. SDM pemerintah yang low grade. Tapi bagaimanapun ini akan menjadi pelajaran baik bagi presiden Indonesia berikutnya yang akan terpilih pada 14 Februari 2024. Kita beruntung Presiden Jokowi telah belajar dari kesalahan yang dilakukannya selama tahun-tahun awal pemerintahannya. Semoga presiden berikutnya bisa mengambil hikmah. Mari Focus kepada akal sehat.”
***
PT Pertamina (Persero) menyatakan minatnya untuk masuk ke dalam pengelolaan Blok Masela khususnya menggantikan 35% saham milik Shell yang akan hengkang dari blok yang disebut lapangan abadi itu. Apa strateginya ? menggabungkan Pertamina, INA dan perusahaan lain termasuk asing untuk mengambil alih 35% saham tersebut. Dengan strategi itu konsorsium harus korek kantong sebesar USD 6 miliar atau Rp. 80 triliun dengan nilai investasi US$ 19 miliar.
“ Apakah mungkin? tanya teman. Saya beritahu resiko investasi di Gas. Tidak ada bank mau keluar uang atau investor tertarik kalau engga secure market long term. Secure ini bukan sekedar kontrak tetapi ada keterlibatan Participant interest (PI). Apa itu PI? pihak yang ahli dalam hal proses produksi dan sekaligus mereka juga sebagai penjamin pembelian dari produksi itu. PI harus berupa financial instrument yang marketable. Yang kapanpun bisa dicairkan dan dipindah tangankan. Kalau engga, mana ada bank atau investor mau terlibat. Semua blok Gas begitu skemanya.
Gimana sih sebenarnya skema pembiayaan proyek itu. Sampaikan dengan bahasa sederhana. “ Tanya teman lagi. Sederhananya saya analogikan begini. Anda punya lahan 1 hektar. Anda berencana tanam jagung. Rencana produksi jagung 20 ton/hektar. Anda engga ada duit. Anda juga engga mau gadaikan tanah itu. Jadi gimana ? ada Udin yang berani invest. Tapi dia tidak beri anda uang. Dia tanam sendiri. Dia jamin produksi 20 ton. Semua panen Udin beli. Nah kalau anda mau jagung.? ya beli dari Udin. Harga ? ya harga pasar. Bagi hasil setelah dipotong biaya produksi, 85% anda, 15% Udin.
Kenapa Udin mau ? karena dia pedagang jagung. Dia punya pasar dan dipercaya oleh pedagang besar dan bank atau investor. Jadi dengan adanya kontrak dengan anda itu, udin dapat dengan mudah dapatkan uang dari pedagang besar atau bank atau investor. Soal gimana kerjanya Udin, anda engga usah sok tahu. Toh anda tidak ada resiko apapun. Kalau berhasil kan anda dapat 85%. Berdoa aja.
“ Oh sederhana itu ya.Kata teman saya setelah tercerahkan. Jadi kalau Pertamina dan pihak lain mau invest blok Masela dan tidak mau ikuti skema itu, ya harus keluar uang sendiri. Apa iya ada uang? Apa ada offtake ?
“ Ah kalau pakai uang cash, kan APBN masih ada untuk dibancakin. Apalagi pembangunan kilang di darat, onshore. Pemain rente tanah pasti pesta, Belum lagi lainnya. Pesta semua. Yang berminat offtake Gas itu pasti banyak tetapi yang berani kontrak PI, engga banyak. Kecuali pemain rente. Yang modalnya sempak dan bacot doang.” Kata saya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.