Monday, October 25, 2021

Protes rakyat.

 




Saya bertemu dengan teman. Dia cerita begitu gamblang tentang kesalahan pemerintah. Bahkan dengan mimik geram dia mengumpat para elite politik. Saya tersenyum saja. Mengapa ? Dalam sistem demokrasi pemerintah itu tempat salah. Selalu disalahkan. Di mana saja sama saja. Itu wajar saja. Bukankah eksistensi pemerintah karena kepercayaan dari rakyat. Ya kepercayaan menguasai sumber daya negara, dan mengelolanya. Enak kan ? Jelas enak. Mudah kaya raya dan hidup jadi orang terhormat.


Yang jadi masalah keberadaan rakyat hanya ada pada saat pemilu. Agenda nasional yang didengar rakyat saat putaran kampanye pemilu, bukanlah kontrak politik yang otomatis menjadi UU atau konstitusi. Itu hanya retorika yang tidak mengikat. Selanjutnya, agenda itu adalah agenda diantara elite saja. Jarak antara rakyat dan lembaga trias politika jauh sekali. Suara protes rakyat pun terdengar sayup sayup. Terlalu kencang protesnya bisa dipidanakan.


“ Tapi mereka yang berkuasa itu kemaruk harta? Kata teman. Dimanapun kekuasaan dan uang itu ibarat air dengan ikan. Saling melengkapi. Kalau ada yang membantah, maka dia sedang berbohong dan munafik. Harap dimaklumi bahwa Lembaga negara juga adalah service provider bagi pengusaha yang ingin menguasai sumber daya negara atas nama UU dan aturan. 


Rakyat itu hanya mereka yang punya penghasilan dan bayar pajak. Kalau tidak, mereka sampah. Atas dasar itu selalu ada alasan bagaimana memberikan insentif kepada dunia usaha agar tumbuh dan berkembang. Dari sanalah pajak mengalir untuk mengongkosi anggaran negara. PDB meningkat dan rasio GINI tetap melebar. Jadi keluhan kepada pemerintah itu tidak ada gunanya. Sama saja domba percaya dengan singa yang berjanji tidak akan memangsa. Padahal hidup singa dari domba yang bego.


Adakah yang bisa menjembatani disituasi yang sudah terlanjur brengsek dari sononya? Putin waktu jadi Walikota Moskow, kata teman saya, adalah walikota yang tidak banyak bicara kepada rakyat. Tetapi kepada konglomerat dia berkata “ Beri saya uang untuk merevitalisasi rumah penduduk Moskow. Beri saya uang untuk menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok penduduk kota Moskow. Selanjutnya, tidak perlu ongkos mahal menjadikan saya sebagai presiden. Saya akan menang dengan mudah.” 


Sebenarnya, revitalisasi juga adalah bisnis sosial. Pengusaha create skema agar sumber daya keuangan mengalir ke proyek Putin. Dengan tidak ada lagi kawasan  kota moskow yang kumuh, harga jual dan sewa property kota Moskow jadi mahal. Sebuah trade off yang cerdas dan sederhana. Setelah itu benarlah.  Putin terpilh sebagai presiden. Konglomerat terus mendulang laba lewat skema trade off itu. Putin jadi presiden sampai kini tak tergantikan. 


Xi Jinping juga sama. Program revitalisasi desa memang sukses mengangkat 800 juta rakyat dari kubangan kemiskinan. Walau dengan anggaran jumbo sebesar lebih USD 600 miliar, namun trade off nya kapasitas ekonomi China jadi meningkat. Pasar domestik meningkat. China tidak lagi sepenuhnya tergantung kepada pasar luar negeri. Sustainable growth tercapai. Tida perlu kawatir dengan faktor eksternal. Xijinping pun menjadi presiden tak tergantikan.


Apa yang dapat disimpulkan? teman saya profesor di Tianjin University berkata “ Tidak perlu malu mengakui keberadaan state of capitalism. Negara berpikir dan bekerja secara kapitalis. Artinya tidak ada yang free. Apapun kebijakan harus ada trade off nya. itulah yang bisa memastikan pertumbuhan berkelanjutan. Dan karenanya rakyatpun sadar akan pentingnya kompetisi dan kerja keras. Semua orang by sistem dipaksa untuk terus meningkatkan kompetensinya. Saling membutuhkan antar sektor, antar level sosial terjadi dengan sendirinya sebagai sebuah konsekwensi bisnis.


Masalahnya di negeri kita, para elite kebanyakan hipokrit. Waktu pemilu membawa jargon populis atas nama Pancasila, dan atas nama agama. Padahal faktanya UU dan Peraturan sudah kapitalis semua. Ya wajarlah kalau rakyat terus mengeluh dan protes. Karena kata dan perbuatan tidak sama. Nah adakah capres yang berani jujur pada Pamilu nanti. “ Mari kita gunakan negara sebagai media bisnis. Kalian minta apa, negara harus dapat apa. ? Bukan sekedar pajak tetapi trade off yang win win. Mungkinkah


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.