Seorang meninggal di jalanan namun tidak ada satupun orang yang mau menguburkannya. Apa pasal?. Karena orang ini suka minuman keras dan berzina. Semua orang tahu bahwa dia sering mendatangi tempat maksiat. Namun akhirnya yang menguburkannya adalah raja. Megapa ? ternyata ketika jenazah dibawa ke rumah oleh Raja. Sang istri menangis seraya berkata "Semoga Allah merahmatimu wahai waliyullah (wali Allah). Aku bersaksi bahwa engkau termasuk orang saleh.” Raja terkejut karena sang istri menyebut “ wali Allah”.
Ada apa ? "Setiap malam suamiku keluar rumah pergi ke toko-toko minuman keras (khamar), dia membeli minuman keras dari para penjual sejauh yang ia mampu. Kemudian minuman-minuman itu dibawanya ke rumah lalu ditumpahkannya ke dalam toilet, sambil berkata: "Aku telah meringankan dosa kaum muslimin".
"Dia juga selalu pergi menemui para pelacur, memberi mereka uang dan berkata: "Malam ini kalian sudah dalam bayaranku, jadi tutup pintu rumahmu sampai pagi. Kemudian ia pulang ke rumah, dan berkata kepadaku: "Alhamdulillah, malam ini aku telah meringankan dosa para pelacur itu dan pemuda-pemuda Islam."
"Orang-orang pun hanya menyaksikan bahwa ia selalu membeli khamar dan menemui pelacur, lalu mereka menuduhnya dengan berbagai tuduhan dan menjadikannya buah bibir. Suatu kali aku pernah berkata kepada suamiku, Kalau kamu mati nanti, tidak akan ada kaum muslimin yang mau memandikan jenazahmu, mensalatimu dan menguburkan jenazahmu. Ia hanya tertawa dan berkata, "Jangan takut, bila aku mati, aku akan disalati oleh Sultannya kaum muslimin, para ulama dan para wali.
Kisah diatas adalah bagian dari kisah kontemporer Sultan Murad Khan. Selama dia berkuasa memang memerangi segala bentuk kebiasaan buruk rakyatnya yang suka berzina dan minuman keras. Dia ingin dengan pedangnya bisa menegakan kalamullah. Namun saat bertemu dengan seorang yang dianggap publik tak pantas di kubur karena kebiasaan mendatangi tempat maksiat. Dia tersadarkan fatwa ulama dan dirinya sebagai khilafah tidak selalu benar. Mengapa? ternyata pria itu disebut istrinya sebagai wali Allah, yang berdakwah dalam sunyi. Suami wanita itu paham Firman Allah " Wa lā taqrabuz-zinā innahụ kāna fāḥisyah, wa sā`a sabīlā. Jangankan berzina, mendekati saja engga boleh. Tetapi di hatinya Tuhan berkata lain. Karena itu dia bersikap. Ya dia berdakwah tidak dengan fatwa dan pedang terhunus memaksa orang taat, tetapi melalui tangannya sendiri mengurangi kemaksiatan. Sebuah cara yang bersehaja tanpa hendak menggenggam arogansi kesolehan bersorban dan mulut berbusah menyebut nama Tuhan.
Tak akan bisa menghilangkan air di laut namun setetes kamu keluarkan, air lautpun berkurang. Apa artinya? agama itu tidak dengan retorika tetapi perbuatan. Karena kemaksiatan tidak akan bisa kamu habiskan di muka bumi ini walau dengan kotbah dan fatwa sekalipun, tetapi dengan keteladananlah kamu bisa menguranginya. Seorang sufi pernah berjalan di pasar seraya berkata kepada orang banyak” Kalau karena mengikuti fatwa aku dijanjikan sorga, sebaikya aku bakar sorga itu. Karena aku tidak beragama karena sorga, tetapi karena cinta kepada Tuhan” Beragama adalah sikap pamrih paling dungu. Tetapi ber-Tuhan menghilangkan sekat pamrih itu. Banyak orang beragama tapi tidak Ber-Tuhan.
Itu sebabnya setiap fatwa selalu diakhiri dengan kalimat “ Wallahu A'lam Bishawab”. Hanya Allah yang tahu. Tidak ada yang boleh meng claim paling benar dan wajib orang mengikutinya. Itu hanya arahan yang tidak mengikat. Karena itu hanya retorika yang tidak menjamin apapun. Manusia tidak diadili Tuhan karena melanggar fatwa ulama tetapi karena ia melawan fatwa hatinya. Karena Tuhan ada di hatimu, bukan di dewan Fatwa MUI.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.