Kalau saya hitung sejak pelantikan menteri, sudah tiga kalai ratas ( rapat terbatas ) dilakukan oleh Jokowi dan menteri bidang ekonomi. Kekesalannya terhadap masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Selalu yang ditagih adalah soal ekport. Mana hasilnya ? Sebelum pelantikan Menteri yang baru, dari bulan januari sampai dengan Juni 2019, Jokowi sampai 6 kali rapat terbatas bersama para menteri Kabinet Kerja. "Tolong digarisbawahi," tegas Jokowi dengan nada tinggi, saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Gimana Jokowi engga emosi?. Dari tahun 2015-2019, andalan pemerintah hanya kepada komoditas tradisional yang tanpa pengolahan. Bagaimana dengan industri pengolahan? Turun terus. Bahkan tahun 2018 sudah berada di level di bawah 20% dari PDB. Artinya memang ketergantungan kepada bahan mentah semakin besar, tentu kinerja ekspor semakin renta. Mengapa ? Bahan mentah itu harganya cenderung turun, sementara barang jadi hasil olahan terus naik. Artinya kebijakan ditingkat kementrian selama ini tidak efektif medorong lahirnya industri nilai tambah.
Bagaimana dengan investasi ? Kalau lihat data 2018 akhir, maka selama periode pertama Jokowi, investasi asing meningkat pesat tetapi lebih banyak masuk kesektor yang non tradable, atau bukan sektor industri yang membutuhkan angkatan kerja dan menghasilkan nilai tambah. Bidang apa itu ? Sektor utilitas seperti listrik, gas, dan sumber daya air. Sektor , transportasi , pergudangan dan telekomunikasi. Sektor Perumahan, properti, dan office building. Semua sektor itu tidak ada kaitanya dengan mendorong kinerja eksport. Awalnya memang sektor ini mendatangkan investasi, tapi dalam jangka panjang akan menekan neraca pembayaran untuk bayar deviden kepada pihak asing. Jadi kontraproduktif untuk tujuan menekan CAD. lain hal nya bila investasi ke sektor industri.
"Sudah berkali-kali disampaikan, ekspor, investasi, kunci utama kita dalam menyelesaikan neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan “ kata Jokowi dengan nada tinggi. Jokowi sangat sadar bahwa penyebab dibalik rendahnya kinerja ekspor bukan hanya faktor ekternal tetapi juga karena faktor internal yang berkaitan dengan regulasi. Tidak satu atau dua regulasi tingkat kementrian yang menghambat kinerja eksport dan memperbesar import, tetapi banyak. Hebatnya semua regulasi itu dibuat menteri dengan dasar hukum yang tepat, dan faktanya ada yang diuntungkan dari regulasi itu, walau dampaknya CAD defisit. Anehnya tidak ada satupun solusi yang bersifat terobosan mengatasi defisit perdagangan. Dan setelah dilantik menteri yang baru, sama saja hasilnya. Belum ada langkah konkrit untuk memperbaiki CAD. Kita masih defisit.
Tahun depan situasi ekonomi global akan semakin keras dan kelabu. Apabila defisit APBN semakin melebar karena target pajak tidak tercapai, dan kita terpaksa hutang lagi, dan kinerja ekport belum ada perbaikan secara significant, maka dapat dipastikan yield surat utang kita akan semakin tinggi dan BI terpaksa mempertahankan cadangan devisa lewat hutang jangka pendek yang beresiko terhadap pukulan arus balik. Resikonya, fundamental Ekonomi kita bisa berderak.
Wajarlah Jokowi sampai emosi. Karena sebetulnya solusinya sudah ada tetapi entah mengapa Menteri bidang ekonomi engga mau atau lambat lakukan itu. Dan ketika Jokowi bertanya dengan nada marah " Apa Benar Kondisi Ekonomi RI Sudah Parah? Indikator perekonomian menunjukkan itu. Mau jawab apa ? Bagus hanya dimarahi. Enam bulan lagi engga ada perubahan, pasti menteri menteri tersebut di kick out. Engga ada urusan dengan partai.
Kok sepertinya pak jokowi kerja sendiri ya..mentrinya masih lambat bergerak
ReplyDeleteKok sepertinya pak jokowi kerja sendiri ya..mentrinya masih lambat bergerak
ReplyDelete