AS tiada henti memprovokasi China dengan segala cara. Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence melayangkan peringatan kepada pemerintah China sehubungan dengan aksi unjuk rasa pro-demokrasi di Hong Kong. Kemungkinan ini muncul setelah parlemen AS meloloskan UU HAM Hong Kong yang mendukung pengunjuk rasa pro-demokrasi. Kemudian, AS mengeluarkan UU Perlindungan Etnis Uighur. Keran kan. Parlemen AS sudah begitu sibuk mengurus negara orang lain, sementara rakyat sendiri semakin lama semakin jatuh tingkat kesejahteraan dan keadilannya.
AS hanya sekedar menggertak agar China tunduk dengan AS dalam perudingan dagang. Kalaulah tujuan AS menekan China seperti menjatuhkan Irak dengan minta dukungan dari parlemen, maka itu hanya onani politik. Mengapa ? Irak bukan China. Dari segi militer dan kekuatan Ekonomi, China lawan seimbang AS. Mungkin kalau AS menyerang China langsung seperti yang dilakukan ke Irak, dipastikan AS kalah. China sangat siap perang panjang. Itu sudah dipersiapkan sejak 10 tahun lalu. Misal, stok minyak China jauh lebih banyak dari AS. Kalau perang, minyak sangat menentukan untuk memastikan logistik bisa mobile.
Sejak berkuasa pada 2013, Xijinping memang sangat berkuasa di bidang Politik. Praktis semua posisi strategis di Partai Komunis China, dia rangkap. Jadi dia tidak ada lawan. Hubungan Xi dengan Trumps sangat dekat secara personal. Di Osaka, Trump sekali lagi mengklaim bahwa ia dan Xi memiliki "persahabatan yang sangat baik, persahabatan yang sangat, sangat baik”. Maklum Xi adalah satu satunya Pemimpin China yang pernah tinggal dan sekolah di AS. Xi lebih mudah berkomunikasi secara budaya dengan Trumps, dan Trumps suka itu.
Tetapi hubungan personal antara Xi da Trumps tidak ada pengaruh apapun untuk terpenuhi keinginan AS. Karena walau Xi sangat berkuasa, namun UUD China lebih memilih menanggung tarif yang lebih tinggi daripada memiliki perjanjian perdagangan yang merusak kedaulatan dan martabat China. Terhadap latar belakang ini, sulit untuk melihat bagaimana Xi dapat menyetujui permintaan AS walau itu didukung oleh Parlemen sekalipun. Apapun proposal AS dan China untuk mencapai kemajuan dalam perundingan dagang, dipastikan tidak akan ada titik temu. Bahkan semakin buruk. Karena masing masing berangkat dari persepsi soal ekonomi dan politik yang berbeda.
Sebetulnya China meniru dan belajar ekonomi dan Politik dari AS. Bagi Deng, AS itu adalah inspirasinya membawa China unggul dalam peradaban dan mampu melakkukan lompatan jauh kedepan. Ketika China membuka diri di Era Deng, China mengundang sang Nabi Ekonom AS, Milton Friedman. Pada China , Friedman berhasil mengiring Negara komunis yang otoriter , kaku, sok paling benar , menjadi demokratis dalam kebijakan ekonomi, dengan memberikan candu kapitalis. Karena itulah China bisa besar seperti sekarang. Sementara AS mundur ke era China sebelum tahun 70an, era Mao, yaitu pasar proteksi dan subsidi, serta gandrung memelihara radikalisme disetiap negara.
Jadi China sekarang melihat AS seperti melihat diri mereka sendiri sebelum mereka mengenal pasar terbuka. Kuno dan terbelakang secara mental. Sikap keras AS, itu hanya karena kelemahan dan kebodohan. Kalau AS menyadari kelemahannya, maka AS tidak perlu melawan arus pasar terbuka. Yang harus dilakukan AS, sama seperti yang dilakukan Mao, apa itu? revolusi kebudayaan. Revolusi mental. Bahwa rakus itu buruk!. Itulah yang harus dilakukan AS agar kembali menjadi negara besar. Belum terlambat.
Milton Friedman dan China.
Dia bukan artis. Juga bukan negarawan, apalagi raja. Namun ekonom menganggap dia Nabi. Siapa dia ? Dia adalah Milton Friedman. Ekonom Yahudi. Pemikirannya yang dituangkan dalam seri ceramah Free to Choice , menjadi panutan sami’na waatakna bagi ekonom yang beraliran kapitalisme. Kalau Kitab Mulia yang diturunkan oleh Allah melalui para Nabi masih banyak diperdebatkan tafsirnya, hingga menimbulkan berbagai mahzab, namun Free of choice menjadi inpirasi para intelektual untuk sepakat dalam isme baru itu.
Ia tampil sebagai pencerah para pemimpin di lima benua. Sabdanya menjadi sami’na waatakna bagi para pemimpin itu. Milton Friedman tahu prĂ©cis bagaimana melahirkan pemikiran yang langsung menjadi kitab mulia terbaik di planet bumi, dipuja oleh orang. Karena dia , menawarkan konsep ekonomi kebebasan memilih ( free of choice). Dia membangkitkan potensi manusia dari tidur lelap untuk berkreasi tanpa batas.
Milton Friedman, memang dikenal seorang orator yang baik dan negosiator yang handal. Ketika China membuka diri di Era Deng, Friedman tampil memukau dihadapan elite yang kelak menjadi mentor dan creator tampilnya china sebagai kekuatan ekonomi nomor dua didunia. Friedman berhasil mengiring Negara komunis yang otoriter , kaku, sok paling benar , menjadi emansipasif terhadap rakyat yang berjumlah diatas 1 miliar itu.
Yang pasti disatu sisi Free of choice memang berhasil memberikan inspirasi bagi elite partai komunis bagaimana membangkitkan potensi terpendam rakyat China untuk menjadi locomotive pertumbuhan ekonomi lewat produksi dan pasar. Untuk itu Friedman, boleh berbangga sebagaimana bangganya sebagai peraih hadiah nobel bidang ekonomi science.
Tapi tidak begitu yang dialami Eropa, dan para Negara follower Friedman. Bahkan juga di AS dimana Friedman dibesarkan dan berkiprah bak celebratis di panggung kampus terbaik. Kebebasan pasar yang tak boleh disentuh oleh Negara, telah membuat AS, Eropa dan lainnya meradang dalam berbagai krisis ekonomi. Namun tak ada satupun para ekonom berani menyalahkan Friedman. Mereka mulai berdalih dengan berbagai tesis yang tetap membenarkan Friedman. George Soros menyebut Friedman sebagai bapak fundamentalisme pasar; Paul Krugman menamakannya absolutisme laissez faire. Namun Amartya Sen dalam tulisannya di The New York Review of Books bertanggal 26 Maret 2009 tak memberi nama apa pun.
Mungkin Eropa dan AS kini sedang menyalahkan bapak Kapitalisme, Adam Smith, yang membuat mereka terpuruk dalam krisis dan resesi. Menurut saya, persepsi China dan AS berbeda dalam memaknai kapitalisme. China suka akan kapitalisme dalam kerangka teoritis bagaimana membangun emansipasi aktif rakyat dalam berproduksi tapi tidak menjadikan free of choose sebagai isme Negara. Ini sama dengan pemikiran dari Adam Smith sang bapak Kapitalisme dalam bukunya The Theory of Moral Sentiment. Bahwa perlunya pasar akan nilai nilai perikemanusiaan, keadilan, kedermawanan, dan semangat kebersamaan. Artinya menerapkan kapitalisme inline dengan budaya politik China.
Sementara AS dan Eropa memaknai Kapitalisme adalah kebebasan menciptakan pasar derivative, yang culas dan rakus, seperti essay yang tertuang dalam The Virtue of Greed dan In Defense of Greed, pada akhirnya terguncang oleh skandal Enron, Madoff, Lehman Brothers, dotcom, mortgage. Kepercayaan runtuh, rakyat kembali datang ke pemerintah , minta perlindungan atas nama keadilan sosial dan karena itu China yang disalahkan. Kan aneh. Saya yakin sang Nabi , Milton Friedman di alam baqa akan tersenyum, seraya berkata kepada rakyat AS “ Pemimpin elo salah gaul. Gaulnya sama kadrun. Kerja sedikit mintanya banyaaak."
Dia bukan artis. Juga bukan negarawan, apalagi raja. Namun ekonom menganggap dia Nabi. Siapa dia ? Dia adalah Milton Friedman. Ekonom Yahudi. Pemikirannya yang dituangkan dalam seri ceramah Free to Choice
ReplyDeleteLukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia