Tuesday, January 15, 2019

SJSN membuat APBN jebol.



Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang sudah berjalan selama 14 tahun dinilai tidak efektif. Ada dua penyebabnya, yakni adanya dinamika yang membutuhkan adanya penyesuaian dan adanya beberapa kelemahan dalam UU SJSN dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). "Beberapa Pasal UU SJSN dan UU BPJS dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo di sela Workshop '14 Tahun Implementasi SJSN, Dinamika Implementasi Program Jaminan Bidang Ketenagakerjaan dan Urgensi Penguatan Melalui Revisi', di Jakarta, Selasa (31/7/2018). Menurut Sigit, antusiasme masyarakat mengakses layanan cenderung meningkat. Sebagai contoh total dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan pada 2016 mencapai Rp79 triliun dan pada 2017 meningkat menjadi Rp96,7 triliun.

***
Waktu draft UU SJSN di susun oleh pemerintah, teman saya anggota DPD memberikan draft itu kepada saya. Dia minta tolong agar saya memberikan masukan terhadap RUU SJSN itu. Saya bukan pakar hukum. “ Saya hanya ingin masukan dari kamu dari sisi financial dan bisnis “ katanya. Waktu itu saya dapat draft berserta kajian akademis dari RUU SJSN itu. Pada waktu penerbangan dari Jakarta Hong Kong ,saya sempatkan membaca semua draft itu dengan teliti. Juga kajian akademisnya. Saya terperangah. Mengapa ? saya melihat draft ini sepertinya di susun bukan untuk sebuah sistem yang berkelanjutan. Tetapi sebuah sistem yang lahir dari konspirasi antara pengusaha industri Pharmasi dan Pemerintah termasuk elite politik. Saya tergerak untuk segera menulis tanggapan saya dapat laporang singkat.

Saya mengatakan bahwa ada tiga hal yang tidak dipersiakan dengan baik dari adanya UU SJSN ini. Yaitu pertama, perbaikan sistem kesehatan nasional. Seharusnya sebelum RUU SJSN ini dibuat harus ada dulu RUU Sistem kesehatan nasional. Agar apa? pemerintah harus membuat infrastruktur kesehatan secara terpadu yang sesuai dengan standar kesehatan international yang ditetapkan oleh WHO. Revitalisasi rumah sakit harus dilakukan secara menyeluruh. Peningkatan mutu dan kesejahteraan dokter dan paramedis harus ditingkatkan agar dapat memberikan pelayanan optimal. Lingkungan yang sehat harus dibangun khususnya di daerah kumuh. Sosialisasi hidup sehat harus menjadi agenda nasional seperti presiden Park di Korea yang mengkampanyekan sungai bersih. Artinya bukan berarti ada BPJS orang silahkan sakit. SJSN Itu jaminan hakiki agar orang sehat.

Kedua, harus ada UU Kependudukan dengan sistem egoverment yang terpusat lewat E-KTP. Mengapa ? agar data kependudukan terjamin valid dan orang miskin yang dijamin oleh SJSN bisa tepat sasaran. Kalau ini tidak ada maka Data peserta yang dicover subsidi akan menjadi sumber korupsi yang sistematis. Ketiga, harus ada aturan industrialisasi pharmasi dalam negeri dengan melarang produk impor masuk secara langsung. Mengapa? agar harga obat terjangkau dan transfarance sehingga tidak menjadi bisnis rente yang menguntungkan kartel pharmasi.

Apabila ketiga hal itu sudah dilaksanakan maka barulah di RUU SJSN disusun. Itupun dalam SJSN harus ada pasal berkaitan dengan fund provider yang menjadi sumber pendanaan subsidi bagi peserta masuk yang katagori tidak mampu. Fund provider sebagai sumber dana SJSN. Darimana sumbernya ? bisa dengan melakukan cross subsidi secara terukur. Ini tidak akan memberatkan bagi yang mampu membayar lebih. Mengapa ? karena pelayanan rumah sakit sudah bagus. Bisa juga meningkatkan cukai rokok sebagai sinking fund untuk pembiayaan subsidi bagi yang tidak mampu. Atau bisa juga memberikan sebagian keuntungan pengelolaan portfolio dana BPJS Tenaga kerja. Masih kurang? bisa juga PEMDA mengeluarkan PERDA tarif tambahan untuk pelanggan listrik bagi indusri dan keluarga kaya diatas 2200 watt. Cara ini sudah diterapkan di Singapore dan China. Pemda Bali tahun 2008 pernah terapkan ini.

Mengapa harus ada fund provider? bukankah sudah ada APBN yang dananya dari pajak? Harus diingat bahwa SJSN itu bukan tanggung jawab negara sebagai fund provider. Tetapi tanggung jawan rakyat secara nasional. Karena prinsip SJSN dimanapun berada adalah dari masyarakat untuk masyarakat. Tugas negara hanya sebagai fasilitor dengan menyediakan dana lewat APBN untuk pengadaan RS, tenaga kesehatan yang bermutu, serta linkungan hidup yang sehat. Inilah yang disebut dengan demokratisasi jaminan sosial nasional. Yang mampu berbagi kepada yang tidak mampu.


Nah bagaimana mekanismenya ? BPJS beperan sebagai lembaga bisnis as usual. Bisnis insurance provider. Mereka menerapkan tarif sesuai dengan prinsip bisnis asuransi yang ada. Semua tarif premium sama. Sesuai dengan kelasnya. Gimana dengan rakyat yang tidak mampu? mereka akan ditalangi oleh Fund provider. Siapa fund provider itu? Bisa dibentuk BUMN semacam Asset Manager. Hubungan antara Insurance provider ( BPJS) dengan fund Provider ( asset manager ) adalah Busines to business. Artinya kalau BPJS engga becus dalam pelayanan , fund provider bisa minta refund. Di singapore dan China , Fund provder SJSN ini menjadi perusahaan raksasa. Karena dana masyarakat terkumpul berlebih untuk subsidi bagi yang tidak mampu. Kelebihan itu dikembalikan lagi ke rakyat dalam bentuk bantun permodaalan UKM Keluarga pra sejahtera.

Demikian kira kira inti tulisan singkat yang saya sampaikan kepada teman anggota DPD. Beberapa bulan kemudian saya bertemu lagi di Jakarta dengannya. “ Saya sudah sampaikan kepada Pak Boediono usulan kamu itu. Pak Boed sependapat. Menurutnya kalau dipaksakan SJSN ini disyahkan, APBN akan terkuras. Sementara tujuan SJSN tidak tercapai.” Katanya. Tetapi mengapa tetap diajukan juga ke DPR? Teman saya sempat tersenyum seraya berkata “ RUU ini ada sponsornya. Ini berhubungan dengan business triliunan. Apalagi RUU ini semacam uang bonus bagi DPR dan Penguasa yang sebentar lagi akan habis masa jabatannya. Soal dampak buruk dari SJSN ini, itu resiko presiden berikutnya lah…” dan itulah yang kini dihadapi Jokowi. Saya dengar kabar ada niat pemerintah Jokowi mau revisi UU itu tetapi dihadang oleh DPR.

Terbukti kini defisit BPJS terjadi karena BPJS kejar target UU agar seluruh rakyat dapat jaminan kesehatan. Pesertanya lebih banyak yang PBI atau tidak mampu. Engga ada urusaan darimana duitnya. Engga ada urusan kalau datanya amburadul. Siapa yang korban? ya APBN, dan itu pasti ada yang di korupsi. Saran saya kepada pemerintah berikutnya adalah UU SJSN itu harus revisi dengan menempatkan pasal fund provider. Sehingga ada pemisahan yang jelas mana tanggung jawab negara dan mana tanggung jawab masyarakat. RUU kesehatan nasional harus segera disusun agar semua aspek kesehatan nasional dari sarana RS sampai SDM tenaga kesehatan, lingkungan sehat dapat ditata menjadi tanggung jawab APBN.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.