Thursday, December 27, 2018

Hakikat Sumber daya ekonomi.




Agustus lalu, Apple menjadi perusahaan yang memiliki nilai pasar tertinggi di dunia. Pada penutupan Kamis (2/8), harga saham Apple naik menyentuh level US$207,05 per lembar saham, menjadikan kapitalisasi pasarnya mencapai US$1 trilyun sama dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu. Perusahaan itu bahkan memiliki saldo kas yang melebihi cadangan devisa luar negeri Indonesia. Pada Juni lalu, saldo kas dan setara kas Apple adalah sebesar US$243,7 milyar dibandingkan dengan cadangan devisa Indonesia sebesar US$119,8 milyar. Apa yang menyebabkan Apple menjadi sebesar itu? Salah satunya adalah iPhone, produk yang memberikan dampak yang sangat besar pada komunikasi bergerak ini, menjadi penopang pendapatan untuk Apple. Sejak peluncurannya di 2007, iPhone telah terjual lebih dari 1,4 milyar unit. Untuk Q3 2018, Apple mencatatkan pendapatan sebesar US$53,3 milyar dan 56% darinya adalah berasal dari penjualan iPhone. China juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan Apple, dengan menyumbang pendapatan ketiga setelah AS dan Eropa. Walau iPhone mendapat saingan dari produk lain, khususnya merek lokal, Apple masih bisa mengandalkan China dari produknya yang lain seperti iPad dan Mac.

Tapi tahukah anda, bahwa anda tidak akan menemukan pabrik Apple di AS. iPhone memang dirancang di Cupertino, California, namun smartphone itu diproduksi di Foxconn di Taiwan, Vietnam dan India namun yang terbesar di Shenzhen, China, memperkerjakan lebih 3 juta orang .. Pasar terbesar Apple ada di Amerika serikat. Ini salah contoh kasus mengapa Trumps menaikan tarif impor. Agar Apple memindahkan pabriknya ke Amerika Serikat. “ Harga Apple mungkin naik karena masifnya tarif yang kami kenakan ke China - tapi ada solusi mudah di mana bisa ZERO tax, dan bahkan ada insentif pajak. Buat produk di United States ketimbang China. Mulai bikin pabrik sekarang.” Kata Trumps lewat akun tweeter nya. Namun mungkinkah ? . Di China sendiri Apple keok dengan smartphone merek China seperti Huawei, Oppo dll. Bahkan di China kalau orang pakai smartphone Apple dianggap low class. 

Mengapa Apple tidak merelokasi pabriknya ke AS? persoalannya adalah tenaga kerja AS tidak akan mampu menyaingi pekerja dari China. Walu gaji pekerja China lebih rendah dari Amerika namun produktifitas mereka jauh lebih tinggi. Itu sebabnya walau tarif yang dikenakan Trump termasuk tinggi namun masih lebh efisien dibandingkan membuatnya di AS. Di perkirakan kalau buat di AS maka harga Apple akan naik dua kali lipat. Bagaimana mungkin bisa bersaing dengan produk China dan Korea ( samsung )?. Apalagi di AS tidak tersedia supply chain yang menjamin proses produk apple menjadi murah. Ini murni pertimbangan  bisnis. Engga ada urusannya dengan nasionalisme. 

Trump memang panik. Perusahaan AS yang membangun basis industri di China bukan hanya Apple tetapi termasuk General electric, Boeing dan masih banyak  lagi.  Apapun kebijakan Trump untuk menarik perusahaan AS pulang kampung tidak akan efektif. Semakin Trumps keras dengan kebijakan tarif sehingga berdampak kepada perang dagang namun itu paradox dengan sistem yang ada di AS sendiri. Ingat bahwa pencetus globalisasi dan pasar bebas adalah AS. Keberadaan perusahaan AS di CHina juga karena kebijakan globalisasi itu sendiri. Masalah ekonomi AS bukann karena kurangnya sumber daya tetapi persoalanya terletak pada mental dari orang AS sendiri. Itulah yang harus diubah.

Kemajuan China karena smart melihat peluang globalisasi itu. Pemerintah China tidak melulu menawarkan insentif kepada investor tetapi rakyatnya memang antusias menerima investor asing itu dan itu dibuktikan dengan etos kerja yang tinggi. Orang china sadar bahwa pada akhirnya bukan soal asing atau lokal tetapi terletak pada etos kerja mereka sendiri. Selagi mereka bisa bekerja dengan baik, mereka akan mendapatkan kemakmuran. Tidak penting  itu bendera asing atau lokal. Karena walau perusahaan negara sekalipun, kalau mereka tidak punya etos kerja maka mereka tidak akan mendapatkan kemakmuran. Mereka maklum bahwa perusahaan tidak membayar orang tetapi membayar kerjaan. 

Kalau trump terus menabuh genderang perang kepada CHina, maka yang pasti rugi adalah AS sendiri. Perusahaan mereka yang ada di China akan sulit masuk kepasar AS. Sementara produk lokal cina semakin hari semakin menguasai pasar domestik. Kalau sampai perusahaan AS bangkrut maka sumber pajak akan berkurang, bahkan hilang. Sumber daya domestik AS tidak akan mampu menahan tekanan belanja APBN dengan beban utang diatas 100 % dari GNP. Perundingan perang dagang terus belangsung sampai maret 2019. China dalam posisi kuat untuk menjadi pemenang dan Trumps akan terjungkal dari kursi presiden karena gagal.

*** 

Bulan maret 2018 Gary Cohn mengundurkan diri sebagai ketua dewan penasehat ekonomi nasional pemerintahan Donald Trump. Setelah itu saya menulis di blog tentang Trump telah melakukan kesalahan yang fatal dalam kebijakan ekonominya. Masa depan AS suram. Tulisan saya itu disikapi sinis oleh blogger yang menulis komen lewat email. Minggu berikutnya keputusan Cohn berdampak terhadap imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS, US Treasury. Nilai tukar dollar AS melemah 0,5 persen. Adapun indeks S&P 500 anjlok 1,1 persen. Imbal hasil US Treasury 10 tahun jatuh lebih dari 4 basis poin menjadi 2,84 persen. Siapa Gary Cohn ? dia adalah adalah jenis investment banker. Dia pernah menjabat selama 10 tahun sebagai CEO Golman Sachs. Ketika tahun 2008 terjadi krisis wallstreet, Golman Sachs termasuk perusahaan yang menjadi jaring pengaman bagi pemerintah AS.

Cohn adalah seorang kader partai Demokrat namun dia berbeda pemikiran dengan Partainya. Ketika masa kampanye Pilpres AS, dia bergabung sebagai Tim Sukses Trumps. Berharap bila Trumps terpilih sebagai presiden, AS bisa menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang ramah bagi dunia usaha. Ia membantu Trump menyusun kebijakan kebijakan ekonomi yang berorientasi kepada sektor real yang tangguh. Namun ternyata mimpinya kandas ketika Trump melakukan tindakan pragmatis mengatasi defisit perdagangan dengan menaikan tarif impor terhadap komoditas tertentu. Ini tentu memicu perang dagang secara luas. Terbukti sampai kini keadaan ekomomi AS semakin sulit, bahkan berdampak secara global.

Kini Trump berseteru dengan Gubernur Bank Central. Trump berniat memecat Jerome Powell. Alasannya karena The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis point menjadi 2,25 persen-2,5 persen. Selain itu the Fed juga memberikan sinyal bahwa kenaikan untuk tahun depan hanya dua kali lagi, dari tiga kali menurut konsensus para pelaku pasar finansial global. Sementara Trump bersikeras agar the Fed tidak menaikkan suku bunga. Ini membuktikan kebijakan makro dan fiskal AS amburadul. Tidak mencerminkan bagaimana kebijakan ekonomi sesungguhnya. “Trump cenderung berpikir ke arah geopolitik atau ke politik internasional, tidak murni ekonomi. Padahal seharusnya ia tahu keputusan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan akan memperburuk kondisi perekonomian AS yang semakin menurun hingga dibawah 3 persen di akhir tahun ini.

Seorang teman analis di AS mengatakan kondisi saat ini mirip dengan kondisi 2007-08. " Gelombang nasionalisme populis yang dipelopori oleh presiden AS merusak kekuatan spirit bangsa AS. Dunia saya hancur berantakan saat jatuhnya keuangan 2008. Karier saya selama 30 tahun di bidang keuangan jatuh berantakan dan keangkuhan berubah menjadi kerendahan hati. Saya kembali ke jalan dan mencari pekerjaan baru. Beberapa mengatakan saya seharusnya melihat masa depan. Ya, tapi itu membuat sedikit membantu saya untuk berubah. Satu dekade setelah keruntuhan Lehman Brothers, bisakah itu terjadi lagi? Ya, itu bisa dan dunia tampaknya tidak siap dengan lebih baik. Ada badai datang dan kita semua berdiri dalam bahaya. China dan negara lain tidak akan terhindar dari pertumpahan darah ekonomi akibat kebijkan Trumps."

Tahun depan adalah tahun tahun tersulit bagi AS. Diperkirakan pertumbuhan akan mencapai tidak lebih 3%. Makanya saya sempat bingung karena team Ekonomi dari BOSAN terinspirasi dengan konsep ekonomi AS. Kalau AS saja dengan resource yang begitu besar, dapat kacau dalam 4 tahun ditangan seorang Trumps gimana dengan Indonesia? Saya yakin kalau BOSAN jadi presiden. Tidak butuh empat tahun. Tiga tahun ekonomi Indonesia terpuruk jatuh lebih parah dari tahun 1998, bahkan terburuk dalam sejarah. Mengapa ? Ditangan predator, kehancuran itu tidak butuh lama. Apalagi tahun depan semua negara bersiap siap menghadapi badai resesi dunia melanda. Kalau pemimpin selalu pesimis dan selalu memberikan mimpi utopia kepada rakyat, yakinlah kita akan jadi korban resesi dunia. 




No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.