Sunday, February 26, 2017

Arab Saudi- Indonesia ?


Moelis & Co di tunjuk sebagai penasehat investasi untuk IPO Saudi Aramco. Berita IPO ini mengejutkan dunia. Perjalanan kenegaraan Raja Salman ke Indonesia, Malaysia , Jepang dan China adalah dalam rangka IPO itu. Karena ini merupakan pelepasan saham terbesar di dunia dengan kapitalisasi ARAMCO di harapkan mencapai USD 2 trilion. Moelis & Co adalah perusahaan boutique investment yang didirikan oleh konglomerat Yahudi Kenneth D. Moelis tahun 2007 dan kemudian memindahkan markas ASIA nya ke Beijing. Sekarang apakah itu Saudi Aramco ? Ini adalah perusahaan minyak yang awalnya bernama Standard Oil Company of California (SOCAL) yang mendapat konsesi minyak di Timur tengah tahun 1930. Ketika awal beroperasi, Perang Dunia II pecah, dan Presiden Roosevelt berusaha untuk menasionalisasi SOCAL namun digagalkan oleh Kongress karena lobby Yahudi. Kemudian SOCAL melibatkan Texaco yang kemudian menjadi CALTEX. Untuk memperluas operasi bisnis minyak tersebut , bergabung lagi perusahaan Standard Oil of New Jersey ( Exxon) dan Standard Oil of New York ( Mobil). Aliansi ini disebut dengan Arab America Corporation (ARAMCO).  Kemudian tahun 1988 bermetamorfosir menjadi bagian Saudi Aramco , BUMN Arab Saudi. Atau tepatnya sebagai subsidiary company dari Saudi Aramco yang menguasai hulu dan hilir.

Minyak bukan lagi produk strategis sejak ditemukannya energy alternatif, seperti shale gas. Sebagai solusi , diperlukan restrukturisasi bisnis atau Saudi Aramco akan bangkrut karena waktu. Rencana bisnis kedepan adalah melakukan diverifikasi investasi, dengan sumber dana melalui pelepasan saham ke publik. Sehingga porsi Business kelak tidak lagi 100% tergantung kepada minyak. Lantas kemana arah diversikasi investasi hasil IPO itu?  Pertama adalah mendukung mitra strategis yang berhubungan dengan peningkatan kinerja perusahaan. Caranya ? menciptakan aliansi dengan net importir minyak dunia ( market off-taker) yaitu Jepang, China, Indonesia, dan AS. Maklum bahwa ikatan dengan market off taker  dalam jangka panjang akan menjaga secure nilai saham Saudi Aramco. Kedua membangun financial network sebagai vehicle  melakukan leverage dalam rangka pembiayaan diversifikasi bisnis. Walau hanya 5% saham Saudi Aramco di lepas dengan nilai diperkirakan USD 100 miliar namun kapitalisasinya menjadi US 2 trilion. Ini dapat di leverage sampai mencapai USD 4 trilion. Dengan kekuataan resource sebesar itu, Saudi Aramco akan menjadi Dinasaurus melahap apa saja demi kepentingan Arab Saudi Vision 2030. di perkirakan dapat melipat gandakan GNP Saudi.
Kendala serius Arab Saudi Vision 2030.
Teman saya seorang banker di Hong Kong mengatakan bahwa ada kendala serius Saudi. Apa itu ? Pertama, rencana IPO di bayang bayangi tidak mudahnya menarik mitra strategis , khususnya Indonesia dan China. Mengapa ?  Karana China sudah terikat aliansi dengan Iran dan Rusia. Sehingga agak sulit terjadi aliansi permanen. Kecuali case by case. Dengan Indonesia juga agak sulit karena Indonesia sudah lebih dulu berhubungan dengan Iran dan Rusia dalam proyek refinery dan trading. Walau Indonesia membuka peluang besar untuk investasi di bidang infrastruktur. Namun Arab lebih focus kepada business oil dan gas. Dan itu adalah kemitraan permanen dengan Indonesia. Ini tidak mudah. Kecuali case by case. Apalagi Rusia dan Iran sudah teken perjanjian dengan Pertamina untuk pembangunan kilang.  Tapi Arab Saudi nampak yakin bisa merangkul Indonesia dan meng eliminate Iran dan Rusia melalui kedekatannya dengan elite politik Islam di Indonesia. Sebagai langkah awal Saudi akan mempercepat pembangunan proyek JV dengan Pertamina dalam revitalisasi kilang cilacap. Di perkirakan tahun 2021 udah selesai. Juga membeli saham Petronas yang sedang terjepit. Petronas akan digunakan sebegai pintu masuk pasar retail Indonesia. Ya karena Petronas sudah punya izin beroperasi di Indonesia. 
Kedua, apakah IPO hanya Saudi Aramco sebagai pemilik Cadangan ataukah hanya subsidiary company yang menguasai upstream dan downstream? Ataukah pemilik cadangan termasuk susbidiary company ? Kalau hanya sebagai pemilik cadangan, rasanya itu sama saja privatisasi sumber daya nasional. Rasanya tidak mungkin Saudi mau melepas kepemilikan cadangannya dalam IPO. Kalau hanya subsidiary company yang masuk IPO, maka tidak akan secure di mata investor. Karena nasip subsidiary company tergantung dari bsinis minyak yang harganya cenderung turun. Apalagi bukan rahasia umum bahwa "pemilik saham" dari subsidiary company sebagian besar adalah proxy dari pemilik sebenarnya yang berencana cut loss dari bisnis minyak. Apabila dalam IPO, kepemilikan cadangan termasuk susbidiary company juga akan sama rumitnya dengan melepas kepemilikan cadangan. Rencana capitalisasi USD 2 trilion tidak akan tercapai atau bisa saja namun harga akan di bawah itu.

Ketiga , sebelumnya  Saudi ARAMCO menjadi perusahaan tertutup. Namun bila sudah IPO maka tentu harus terbuka kepada publik. Mungkinkah? Maklum Saudi Aramco walau dimiliki negara namun sejatinya bisnis keluarga kerajaan yang melibatkan sophisticated partners yang undisclosed.  Siapkah ini di buka ? Kalau tidak transfarance maka akan mengurangi minat Investor membeli saham Saudi Aramco.

Keempat, rencana diversifikasi di bidang bisnis lainya di luar minyak juga tidak mudah. Atau tepatnya terlalu berambisi. Mengapa ? Apakah mereka mampu bersaing dengan Samsung dalam bisnis elektronik? Dengan Apple dalam business model yang bertumpu pada kekuatan design dan supply chain ? Dengan China sebagai produsen beragam indusry ? Dengan AS sebagai penghasil software? Atau bagaimana bersaing sebagai lokomotive investasi di bursa global dengan Berkshire Hathaway? Mereka semua sudah punya akar terlalu dalam di bidang bisnisnya dan punya budaya yang kokoh untuk unggul dalam putaran waktu.Dan Saudi hanya mengandalkan uang untuk melawan mereka ? Kalau di paksakan, itu akan jadi kubangan kegagalan dan frustrasi.

Tapi setidaknya bila Saudi berhasil bergandengan tangan dengan Indonesia sebagai mitra permanen. Itu akan jadi kekuatan luar biasa dan saham Saudi Aramco akan exciting. Saudi butuh Indonesia untuk IPO  dan diversifikasi. Bagaimana sikap Indonesia seharusnya ? Semoga Pemerintah Jokowi dapat memainkan kartu dengan cantik , baik dalam bargain politik menjinakkan kelompok Islam radikal di Indonesia. Juga dapat bargain untuk mendapatkan term yang exciting dalam kemitraan investasi kepada Iran atau Rusia atau Arab. Dan terakhir, tetaplah  pegang kartu dengan China, karena ingat di balik aksi Saudi adalah Moelis & Co dan bukan rahasia umum di kalangan banker bahwa Moelis & Co wajah lain dari China itu sendiri. Ia bagaikan proxy China..

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.