Di era Soeharto, dalam sebuah acara di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Permadi mengatakan, undang-undang dasar memungkinkan presiden menjadi diktator secara konstitusional. “Soekarno diktator, Soeharto diktator. Di tengah diskusi itu, Permadi masih ingat betul, ada seorang peserta diskusi menyatakan sepakat dengan pernyataannya tentang diktator. “Rafly Harun, yang sekarang profesor tata negara, dulu masih mahasiswa. Dia bilang bahwa hanya ada satu diktator di dunia ini yang baik, yakni Nabi Muhammad. Karena bukan untuk kepentingan pribadi dan golongannya tapi untuk umatnya. Saya pun langsung bilang, saya sependapat dengan anda, Nabi Muhammad adalah diktator yang baik seperti yang anda katakan,” kenang Permadi.
Permadi melanjutkan, acara diskusi itu ternyata direkam oleh sekretariat UGM. Kemudian dibagi-bagi. " Saya pun mendapatkan satu yang asli. Namun rekaman itu jatuh ke tangan Harmoko.Kemudian rekaman dipotong-potong, ucapan Rafly Harun tidak ada, yang ada hanya jawaban saya, Nabi Muhammad Diktator. Disebar luaskan ke umat Islam. Langsung ribuan umat Islam datang ke Kejaksaan Agung, lalu datang ke rumah saya sambil membawa poster, tangkap Permadi, gantung Permadi. darah Permadi halal. Saya langsung ditangkap dan dipenjara,” katanya.
Memasuki persidangan, Permadi membawa rekaman utuh kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta. “Hakim heran. Dia tahu karena ini rekayasa,”. Di persidangan, majelis hakim memvonis Permadi dengan hukuman tujuh bulan penjara. Namun entah bagaimana rekaman asli itu sampai ke tangan Presiden. Pak Harto marah dan malu karena Permadi di perlakukan tidak adil. Semua karena ulah Harmoko, Faisal Tanjung dan Din Samsudin * yang sehingga menjadikan dirinya terpidana dengan memotong motong rekaman asli. Akhirnya Pak Harto memerintahkan agar Permadi di bebaskan dari penjara. Dia hanya menjalani hukuman 1 bulan tanpa proses banding atau pembelaan secara hukum. Tapi tidak ada yang bisa membantah bahwa Permadi telah di perlakukan tidak adil selama proses peradilan terhadap dirinya.
Andaikan kasus Permadi itu di zaman Jokowi, Permadi tidak akan di penjara dengan tuduhan yang belum terbukti bersalah itu. Tapi di era Soeharto itu biasa saja. Andaikan kasus Permadi itu di era Jokowi, dia akan di bebaskan oleh Hakim karena bukti yang dia berikan tidak sama dengan bukti yang di jadikan jaksa sebagai dasar menuntutnya. Tapi di era Soeharto, itu biasa saja. Andaikan kasus Permadi itu di zaman Jokowi, maka Harmoko , Faisal Tanjung, Din Samsudin akan jadi tersangka karena merekayasa bukti yang tidak sama dengan aslinya. Tapi di era Soeharto, itu biasa saja.
Ahok bukanlah Permadi walau kasusnya tidak jauh beda dengan Permadi dimana di nyatakan bersalah karena sebuah " kata kata", dan Ahok bersyukur hidup di era reformasi, khususnya di kepemimpinan Jokowi di mana supremasi hukum diatas segala galanya, sehingga tidak harus di tahan sampai dia benar benar terbukti bersalah oleh keputusan Hakim. Jokowi bersikukuh memastikan supremasi hukum di tegakan agar tidak boleh ada lagi orang di penjara karena di rekayasa oleh sekelompok orang atas dasar suka tidak suka. Karena lewat supremasi hukum itulah semua warga negara yang plural ini bisa hidup nyaman dan punya harapan untuk masa depan yang lebih baik. Banyak orang tidak menyadari bahwa era diktator telah lewat. Kini era reformasi. Hukum jadi panglima. Jangan sampai kita berhasil mengganti rezim diktator tapi prilaku kita sebagai rakyat justru melahirkan kediktatoran baru, dengan memaksakan kehendak atas nama agama atau apalah.
Saya berharap agar masalah Ahok di tempatkan pada kontek negara Hukum sebagai ujud kecintaan kepada bangsa dan negara. Mari kita bersikap bijak sebagai anak bangsa untuk menerima apapun keputusan terhadap Ahok. Apabila Ahok terbukti bersalah di pengadilan maka kepada pendukung Ahok khusus nya umat non muslim bisa menerima dan berdamai dengan kenyataan. Andaikan Ahok terbukti tidak bersalah dan di bebaskan oleh Hakim, maka kita umat islam harus menerima dengan lapang dada untuk berserah diri kepada Allah. Selanjutnya mari kembali bersama sama bergandengan tangan dalam perbedaan untuk negeri yang kita cintai ini...
Saya berharap agar masalah Ahok di tempatkan pada kontek negara Hukum sebagai ujud kecintaan kepada bangsa dan negara. Mari kita bersikap bijak sebagai anak bangsa untuk menerima apapun keputusan terhadap Ahok. Apabila Ahok terbukti bersalah di pengadilan maka kepada pendukung Ahok khusus nya umat non muslim bisa menerima dan berdamai dengan kenyataan. Andaikan Ahok terbukti tidak bersalah dan di bebaskan oleh Hakim, maka kita umat islam harus menerima dengan lapang dada untuk berserah diri kepada Allah. Selanjutnya mari kembali bersama sama bergandengan tangan dalam perbedaan untuk negeri yang kita cintai ini...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.