Bulan lalu saya berkunjung ke
Cina. Ketika itu saya menanyakan keseriusan Cina mendukung pemiayaan proyek
insfrastrutkur di Indonesia. Teman saya mengatakan bahwa investasi Cina di Indonesia
adalah yang biasa saja. Tidak ada yang istimewa.Hanya bisnis. Tahun lalu
Pemerintah Indonesia telah menanda tangani MOU dengan pemerintah Cina
atas komitmen pembiayaan sebesar USD 50 miliar atau Rp. 650 triliun. Komitmen
pembiayaan dari China sudah disepakati untuk infrastruktur jalan tol,
pelabuhan, pembangkit dan transmisi listrik serta pelayaran.Sebesar 40 miliar
dolar AS akan diperoleh dari China Development Bank dan Industrial and
Commercial Bank of China kepada BUMN yang menggarap pembangunan jalan Tol Trans
Sumatera. Selain itu sebesar 10 miliar dolar AS untuk PT PLN (Persero)
membiayai pembangunan transmisi listrik dan pembangkit. Alokasi kepada PLN
dimaksudkan untuk mendukung program pembangkit listrik 35.000 megawatt. Juga
untuk membiayai pembangunan smelter PT Aneka Tambang. Proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung dan light rapid
transportation (LRT) di Jabodetabek. Di bidang jasa angkutan pelayaran pinjaman
akan diberikan untuk membangun beberapa pelabuhan. Harus dicatat bahwa pembiayaan dengan skema
pinjaman itu adalah by project atas dasar B2B.
Sulit untuk
mendapatkan data yang sesungguhnya investasi Cina di luar
negeri.Kalaupun ada data resmi namun semua tahu bahwa data itu tidak seratus persen benar. Cina terkesan tertutup soal data ini. Namun saya mendapatkan sedikit
data dari Derek Scissors, yang di publish oleh The China Global Investment Tracker
(CGIT) yang berjudul “The Double-Edged Sword of China’s Global Investment
Success. Ekspansi china dalam berinvestasi ke luar negeri sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2014 mencapai USD 683 millar
atau kurang lebih kalau di rupiahkan Rp. 8000 triliun atau mendekati dua kali
dari GNP kita. Negara terbesar yang menerima kucuran dana dari china adalah
Amerika yang mencapai USD 99,8 Miliar ,kemudian Australia sebesar USD 78,7
miliar. Canada USD 43,5 Miliar. Inggeris mendapat kucuran dana sebesar USD 31,3
miliar. Rusia USD 24,5 miliar, Francis USD 15 miliar,Kazakhstan USD 17,9 Miliar.
Jumlah ini terus bertambah sampai dengan sekarang.
Inilah hukum kapitalis. Ketika terjadi ketidak seimbangan
ekonomi global maka hanya dua pilihan bagi china agar terjadi keseimbangan
yaitu pertama, men devaluasi mata uangnya. Kedua, melempar uangnya ke luar
negeri. Sejak tahun 2005 china lebih focus kepada melempar danannya keluar
negeri melalui kemitraan BUMN china dengan perusahaan lokal dimana proyek di
biayai.Namun upaya ini belum sepenuhnya bisa menekan mata uang Yuan,karenanya
sejaknya tahun lalu china mulai melakukan devaluasi,walau terkesan hati hati
sekali. Jepang , Amerika juga pernah mengalami hal seperti China. Tahun 80an (
dan mencapai puncaknya tahun 90an ) Amerika dan Jepang terus melakukan investasi
di luar negeri agar mata uangnya stabil dan mendukung daya saing produksinya di
seluruh dunia. Yang paling banyak memanfaatkan luberan likuiditas Jepang dan
Amerika adalah Korea Selatan dan Taiwan, Malaysia. Namun tahun 2000an likuditas
di jepang,Amerika semakin melemah seiring semakin tergerusnya perdagangan
international mereka dengan kehadiran China. Perusahaan Amerika dan jepang terkesan lambat mengantisipai
munculnya kekuatan ekonomi China. Malah mereka sibuk menggali hutang untuk
menarik uang di pasar sampai akhirnya kekuatan pasar menolak dengan jatuhnya
wall street tahun 2008.
Amerika dan jepang yang merupakan simbol kesuksesan
negara yang berumpu kepada kapitalisme , kini sedang meradang dilanda krisis
utang dan struktural. Yang nampak bangkit dan bertahan hanyalah sektor bisnis
besar sementara yang menengah bawah mulai kehilangan daya untuk terus
bertahan.Berbagai insentif dan subsidi terselubung di lakukan untuk
menyelematkan dunia usaha agar krisis struktural tidak terjadi. Atas dasar
itulah , ketika saya bertemu dengan teman pejabat cina di Beijing , dia
mengatakan bahwa Cina belajar dari kegagalan Amerika dan jepang dalam mengelola
ekonomi. Cara cina adalah focus kepada pengembangan regional melalui investasi
di bidang infrastruktur agar pasar regional seperti Asia facific terkhusus
ASEAN ,Afrika Asia Tengah dapat tumbuh sebagai mitra sejajar.Itu sebabnya Cina
menghindari pinjaman langsung yang bisa berbelok menimbulkan pasar uang bubble tapi
melalui proyek B2B. Kalaupun ada yang langsung itupun hanya sebatas pasar modal dan obligasi melalui aksi China Investment Corporation. yang volumenya terbatas dan terukur
untuk investment grade yang likuid sepeti T bill.
Jadi kalau Cina berambisi untuk menanamkan uangnya di
Indonesia, itu memang murni bisnis, tidak ada kaitannya dengan politik.Mereka
lakukan itu untuk kepentingan stabilitas mata uangnya agar produksinya bisa
bersaing dan di serap pasar.Kalau kita paranoid maka negara lain akan
memanfaatkannya,dan yang sangat rakus adalah negara kapitalis karena mereka
sadar apa yang dilakukan Cina untuk ber investasi tak lain akibat dari konsekuensinya
menerima kapitalisme.Bahwa hukumnya:, kaya sendirian akan jatuh dengan
sendirinya namun berbagi akan menjamin pertumbuhan berkelanjutan. Mari cerdas
meliat fenomena ekonomi global ya sayang..
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.