Sejatinya sejarah berdirinya rumah sakit ini adalah pelayanan kaum suci yang mengabdikan umurnya untuk merawat orang sakit. Itu sebabnya tempat merawat orang sakit itu disebut dengan hospital atau keramah tamahan. Merawat orang sakit memang membutuhkan jiwa social yang tinggi. Nuansanya harus penuh dengan keramah tamahan. Siapapun yang datang , tidak ditanya apakah kamu kaya atau miskin. Setiap yang datang adalah tugas pelayanan dan dilakukan dengan penuh keramah tamahan. Sentuhan inilah yang membuat orang merasa nyaman ketika berada di Hospital. Secara kejiwaan orang merasa sudah sehat sebelum sembuh. Tapi seiring berubahnya zaman dan merasuknya system kapitalisme disemua sendi kehidupan, Rumah Sakit tak lagi ramah untuk orang miskin. Rumah Sakit hanya ramah untuk orang kaya. Kalau anda datang ke Rumah Sakit
maka artinya anda datang ke suatu lembaga yang menagih tunai setiap jasanya
namun hasilnya hanya janji. Sejak mendaftar untuk berobat, observasi dan
konsultasi, uji klinis,tindakan dokter, rawat inap , anda harus membayar dan
membayar. Tidak ada yang gratis. Dan ingat
bahwa RUmah Sakit tidak akan melayani anda tanpa memberikan jaminan
dimuka. Kalau ada pemeras terhormat didunia ini maka itu adalah rumah sakit. Orang kaya jatuh miskin bila sakit berhadapan dengan kapitalisme kesehatan. Banyak orang miskin mati sebelum disentuh layanan kesehatan. Suka tidak suka, beginilah zaman berlaku.
Ya, pelayanan kesehatan sudah menjadi industri dengan omzet triliunan dollar didunia. Dari industri pharmasi sampai Rumah Sakit sudah menjadi jaringan saling memahami bahwa laba penting untuk memastikan pertumbuhan usaha berkelanjutan dan share holder happy. Walau aturan eksistensi rumah sakit dalam Undang-Undang Nomor 44/2009 Pasal 29 untuk melaksanakan fungsi sosial dengan pemberian fasilitas pelayanan pasien tidak mampu. Namun itu bukan berarti Rumah Sakit boleh Rugi. Jadi Rumah Sakit bisa saja menolak program social yang diminta oleh Pemerintah bila itu dinilai tidak layak untuk bisnisnya. Karenanya pemerintah yang harus membayar bila rakyat tidak mampu bayar. Bagaimana cara bayarnya? tentu ini harus menjadi sebuah program yang berjalan diatas system. Semua Negara modern didunia , menggunakan system jaminan social untuk keluarga miskin. Indonesia telah punya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang system Jaminan Sosial Nasional. Prinsip dari SJSN ini tertuang dalam pasal 4 yang menegaskan bahwa jaminan sosial ini berdasarkan azas gotong royong. Artinya semua pihak yang terkait dalam SJSN harus saling dukung mendukung. Antara Pemerintah dan Masyarakat ( RS) harus bekerja sama membuat program ini berjalan menjadi program berkelanjutan demi tercapainya keadilan sosial bagi simiskin. Bagaimanapun RS masih bisa meraih laba besar dari orang kaya yang mampu membayar premi berkelas platinum.
Dalam system SJSN ada tiga pihak yang terlibat. Pihak Pertama adalah Pemerintah ( Pemrof ) sebagai penanggung premi bagi orang miskin. Kedua, adalah BPJS sebagai pihak penyelenggara Jaminan Sosial ( Asuransi ). Ketiga adalah Rumah Sakit dan Klinik /Puskesmas. Sebelumnya pemerintah membayar langsung tagihan berobat kepada Rumah Sakit bagi pasien yang tergolong miskin. System ini dikenal dengan Paket Pelayanan Esensial pada program GAKIN atau Jamkesda. System ini cenderung membuka celah korup. Mengapa? belum adanya standar pelayanan medic yang baku, baik profesi, maupun nasional; Pedoman penghitungan unit cost yang bervariasi menyebabkan variasi tariff antar rumah sakit; dan belum adanya standar jasa medic – atau mungkin tidak ingin distandarisasi. Hal ini terbuka peluang konspirasi antara Rumah Sakit dengan pejabat Dinas Kesehatan. Dengan SJSN,pemda DKI hanya membayar premi kepada BPJS. Berapa tariff premi?, tergantung negosiasi antara Pemda DKI dengan BPJS. Kalau zaman foke dengan system lama,daya dukung APBD hanya sebanyak 1,3 juta jiwa orang miskin yang dijamin kesehatannya tapi dengan system SJSN ini bisa menanggung 4,3 juta jiwa. Jadi KJS jauh lebih efektif dan efisien penggunaan anggarannya dibandingkan JPK-Gakin atau Jamkesda. Yang pasti KJS dengan system SJSN lebih transfarance dan professional struktur pengelolaannya.
Ya, pelayanan kesehatan sudah menjadi industri dengan omzet triliunan dollar didunia. Dari industri pharmasi sampai Rumah Sakit sudah menjadi jaringan saling memahami bahwa laba penting untuk memastikan pertumbuhan usaha berkelanjutan dan share holder happy. Walau aturan eksistensi rumah sakit dalam Undang-Undang Nomor 44/2009 Pasal 29 untuk melaksanakan fungsi sosial dengan pemberian fasilitas pelayanan pasien tidak mampu. Namun itu bukan berarti Rumah Sakit boleh Rugi. Jadi Rumah Sakit bisa saja menolak program social yang diminta oleh Pemerintah bila itu dinilai tidak layak untuk bisnisnya. Karenanya pemerintah yang harus membayar bila rakyat tidak mampu bayar. Bagaimana cara bayarnya? tentu ini harus menjadi sebuah program yang berjalan diatas system. Semua Negara modern didunia , menggunakan system jaminan social untuk keluarga miskin. Indonesia telah punya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang system Jaminan Sosial Nasional. Prinsip dari SJSN ini tertuang dalam pasal 4 yang menegaskan bahwa jaminan sosial ini berdasarkan azas gotong royong. Artinya semua pihak yang terkait dalam SJSN harus saling dukung mendukung. Antara Pemerintah dan Masyarakat ( RS) harus bekerja sama membuat program ini berjalan menjadi program berkelanjutan demi tercapainya keadilan sosial bagi simiskin. Bagaimanapun RS masih bisa meraih laba besar dari orang kaya yang mampu membayar premi berkelas platinum.
Dalam system SJSN ada tiga pihak yang terlibat. Pihak Pertama adalah Pemerintah ( Pemrof ) sebagai penanggung premi bagi orang miskin. Kedua, adalah BPJS sebagai pihak penyelenggara Jaminan Sosial ( Asuransi ). Ketiga adalah Rumah Sakit dan Klinik /Puskesmas. Sebelumnya pemerintah membayar langsung tagihan berobat kepada Rumah Sakit bagi pasien yang tergolong miskin. System ini dikenal dengan Paket Pelayanan Esensial pada program GAKIN atau Jamkesda. System ini cenderung membuka celah korup. Mengapa? belum adanya standar pelayanan medic yang baku, baik profesi, maupun nasional; Pedoman penghitungan unit cost yang bervariasi menyebabkan variasi tariff antar rumah sakit; dan belum adanya standar jasa medic – atau mungkin tidak ingin distandarisasi. Hal ini terbuka peluang konspirasi antara Rumah Sakit dengan pejabat Dinas Kesehatan. Dengan SJSN,pemda DKI hanya membayar premi kepada BPJS. Berapa tariff premi?, tergantung negosiasi antara Pemda DKI dengan BPJS. Kalau zaman foke dengan system lama,daya dukung APBD hanya sebanyak 1,3 juta jiwa orang miskin yang dijamin kesehatannya tapi dengan system SJSN ini bisa menanggung 4,3 juta jiwa. Jadi KJS jauh lebih efektif dan efisien penggunaan anggarannya dibandingkan JPK-Gakin atau Jamkesda. Yang pasti KJS dengan system SJSN lebih transfarance dan professional struktur pengelolaannya.
Lantas mengapa ada Rumah Sakit
yang keberatan dengan KJS? Sebetulnya ini tanggung jawab dari PT. ASKES sebagai
BPJS untuk memastikan Rumah Sakit bersedia dan secara makro ini adalah tugas Menteri
Kesehatan untuk memastikan amanah UU Nomor 40 Tahun 2004 SJSN ini dapat
terlaksana dan didukung oleh semua pihak yang terkait. Ketidak sinkronan antar pihak karena disebabkan oleh perhitungan tariff premi dan yang berhubungan dengan metode
pembayaran claim kepada Rumah Sakit. BPJS mengacu kepada Peraturan Presiden tentang SJSN, sistem
pembayaran untuk rumah sakit adalah INA CBG’s. Ini merupakan sistem pembayaran
kepada Rumah Sakit yang dikelompokkan berdasarkan ciri klinis dan pemakaian
sumber daya yang sama. Adapun untuk puskesmas adalah kapitasi. Kapitasi adalah
metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan di mana pemberi pelayanan
kesehatan (dokter atau klinik) menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta
per periode waktu. Kartu Jakarta Sehat ( KJS) harus mengacu SJSN. Jokowi sudah
disumpah untuk tunduk dan patuh dengan peraturan dan UU yang berlaku. Tidak
mungkin KJS membuat system sendiri atau kembali kepada system lama. Ini program
nasional dan semua pihak harus mendukung. Mungkin karena program ini masih
dalam tahap uji coba ( mulai 1 April ) dimana DKI sebagai pilot project maka
wajar saja ada kebingungan, terutama Rumah Sakit. Kalaupun ada masalah
dilapangan maka tugas semua pihak mencarikan solusi terbaik agar program mulia
membela orang miskin ini dapat terlaksana.
Semoga anggota DPRD tetap berpihak kepada rakyat miskin dan KJS tetap exist. Karena keberhasilan KJS yang berbasis SJSN ini akan menjadi acuan bagi semua kota di Indonesia. Dalam jangka panjang program ini akan mengactualkan cita cita nasional akan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semoga anggota DPRD tetap berpihak kepada rakyat miskin dan KJS tetap exist. Karena keberhasilan KJS yang berbasis SJSN ini akan menjadi acuan bagi semua kota di Indonesia. Dalam jangka panjang program ini akan mengactualkan cita cita nasional akan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.