Sunday, March 17, 2013

Prabowo dan SBY


Apakah ada yang luar biasa dari pertemuan antara SBY dan Prabowo minggu lalu di Istana? Sebagian menanggapi bahwa ini biasa saja karena memang SBY dan Prabowo adalah alumni AMN tahun 1973. Mereka sudah berteman sejak masih dalam pendidikan militer dan sama sama berkarir cemerlang dimedan tugas Abri. Setidaknya chemistry keduanya adalah sama. Sama sama prajurit yang dididik dengan baik untuk bela Negara dengan nasionalisme yang tak perlu dipertanyakan integritasnya.  Tapi ada pula pihak yang mempunyai penilaian bahwa ada proses sejak tahun lalu dimana SBY berusaha untuk menjalin hubungan strategis dengan Prabowo. Hal ini dapat dimengerti  menurut teman yang juga DPP Partai mengatakan bahwa gerakan Garindra secara nasional  sangat sistemasi dan terorganisir dengan baik terutama sejak Pemilu 2009. Mungkin Garindra adalah satu satunya Partai baru yang bisa menyaingi Golkar dari segi kesiapan insfrastruktur Partai diseluruh pelosok negeri. Juga yang lebih membuat Garindra berakar serabut dan tunggang karena misinya berhubungan dengan kesejahteraan Petani, Nelayan dan Buruh. Garindra focus dengan misinya dan berkerja denga visi kemandirian. Sementara Partai lain lebih bersifat umum. Inilah yang membuat Partai lain harus mengakui bahwa apabila Garindra unggul dalam putara Pemilu maka ia pantas mendapatkannya karena itu didapat dengan kerja keras, strategi yang tepat, serta dana yang tidak sedikit.

Jadi wajar bila SBY berusaha untuk mendekati Prabowo untuk kepentingan jangka panjang Dinasti Politiknya di Partai Demokrat. Hanya masalahnya hubungan ini tidak semudah berbicara sesama teman alumni AMN tahun 73. Disini ada bahasa politik. Ada bahasa kepentingan. Ada bahasa siapa mengendalikan siapa. Masing masing saling membaca kartu. Dari hari ke hari, bulan kebulan ,tahun ketahun, Garindra utamanya Prabowo semakin mendapatkan pengakuan tidak hanya dari kelompok masyarakat dalam negerti tapi juga masyarakat international. Prabowo diundang berbicara di forum bergengsi di Namyang University , Singapore. Diundang berbicara di Universitas Tentara Rakyat China. Dengan pengakuan ini sudah cukup bagi Prabowo untuk punya bargain dengan siapapun yang ingin berkoalisi dengannya, termasuk SBY. Sementara SBY bersama Partai Demokrat dari tahun ketahun citranya semakin merosot. Bahkan bertarung secara terbuka dengan Garindra dan PDIP di Pilkada DKI, Demokrat kalah dan terakhir hasil suvey menyebutkan bahwa elektabilitas PD  tinggal 8%. Ditambah lagi Partai Demokrat harus menghadapi persoalan internal yang serius dengan keluarnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum. Keadaan ini tentu sangat mengkawatirkan bagi SBY. Kedekatan dengan PKS, Golkar, PKB, PAN bukanlah kedekatan yang mengamankan. Terbukti koalisi gagal mengawal kebijakan SBY soal BBM.

Sehebat apapun perkembangan Garindra dan Prabowo. Selemah apapun SBY dan Partai Demokrat namun lagi lagi politik membuat Prabowo harus mau membuka diri berkoalisi atau beraliansi dengan kekuatan politik didalam negeri khususnya dengan SBY sebagai penguasa saat ini. Mengapa ? SBY berencana akan meratifikasi Statuta ICC (International Criminal Court) menjelang akhir masa kekuasaannya. BIla rencana ini terealisir maka dapat dipastikan Prabowo akan terganjal secara serius untuk maju dalam putaran PIlres. Maklum saja bahwa gugatan para aktifis kepada Prabowo atas pelanggaran HAM semasa dia menjabat Komandan Kopassus akan mendapat ruang legitimate menjadikan Prabowo sebagai pesakitan. Tak ada kekuatan apapun didalam negeri yang bisa membendung ICC bila sudah bersikap. Hanya SBY yang bisa menghentikan rencana Indonesia meratifikasi Statuta ICC. Itu sebabnya Prabowo berusaha meyakinkan SBY agar menghentikan rencana itu. Kalaupun SBY setuju tentu tidak akan gratis. Ada tawar menawar yang harus disetujui oleh Prabowo dalam berkoalisi dengan Partai Demokrat. Yang pasti ada equality dan mutual simbiosis. SBY butuh Garindra untuk mengamankan Partai Demokrat setelah tahun 2014 yang diperkirakan akan jatuh pamornya. Prabowo butuh SBY untuk mengamankan proses terpilihnya ia sebagai presiden.

Syarat yang ditetapkan oleh UU Pemilu sekarang untuk bisa mencalonkan seorang jadi presiden maka Partai pengusung harus lolos 25% elekteoral threshold atau 20% kursi di parlemen. Jika dikalkulasi, paling banyak hanya 4 kandidat yang bisa maju ke pencalonan. Itu pun cukup sulit. Sebab, menurut survei, di Pemilu 2014 tak ada satu parpol pun yang berhasil menembus angka psikologis itu. Partai Demokrat di Pemilu 2009 saja hanya mampu meraih 20,85%. Diprediksi, suara partainya SBY itu akan tergerus cukup banyak. Kalau mengikuti hasil survey tinggal 8%.  Partai Golkar yang diprediksi akan naik juga tidak sampai 16%. PDIP juga diprediksi turun di kisaran 12%. Artinya, tiga partai besar pun harus merangkul partai lain untuk bisa mendapat tiket. Gerindra yang diprediksi bakal melonjak, juga tak lebih dari 10%. Namun dari sisi Pribadi Prabowo merupakan capres yang tingkat elektabilitasnya termasuk tinggi dibandingkan yang lain. Itu sebabnya Garindra harus berkoalisi dengan partai lain agar mememuhi syarat menempatkan Prabowo sebagai Capres dan Partai Demokrat adalah pilihan utama. Namun Koalisi Partai Garindra dan Demokrat diperkirakan tidak akan cukup untuk menenuhi syarat 25% elekteoral threshold. Partai apalagi? PDIP tidak mungkin menjadi cawapres. Golkar juga tidak mungkin karena sudah ada Ical. Mungkin Prabowo akan berkoalisi dengan PAN agar menggiring partai Islam mendukungnya.

Bagaimana bila kenyataan nanti Garindra bisa melewati 25% elekteoral threshold sehingga berhasil menjadikan Prabowo terpilih sebagai president? Setelah itu terjadi koalisi antar trah militer yaitu Garindra , Partai Demokrat dan Hanura yang mencapai diatas 50 % kursi di DPR. Apa yang akan terjadi ? Saya ingat kata teman aktifis bahwa chemistry Militer adalah Pancasila. Ini sudah harga mati. Bila Prabowo jadi Presiden dan Parlemen mayoritas dikuasai oleh PD ( SBY), Garindra ( Prabowo) dan Hanura ( Wiranto) maka agenda pertama yang akan dilakukan oleh mereka adalah kembali kepada UUd 45 dan Pancasila secara murni. UUD45 yang sudah diamandemen akan masuk keranjang sampah. Maka euforia demokrasi liberal usai sudah. Saatnya semua pihak bekerja keras dalam satu komando demokrasi pancasila , yang teratur dan tertip, serta penuh kekeluargaan untuk lahirnya keadilan sosial bagi semua. Tapi bagaimanapun, kita akan lihat 2014 nanti dan yang pasti kini nasip Prabowo ditangan SBY untuk bisa menuju 2014.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.