Hong Kong adalah sebuah
kawasan yang bisa disebut Negara dalam Negara di China. Ketika China menerima Hong Kong dari
Inggeris tahun 1997 , yang China dapati
adalah wilayah yang penuh kerakusan dalam Susana berkompetisi. Mungkin , ketika
itu , para elite China yang terbiasa hidup dalam suasana serba teratur dan
kapatuhan rakyat, melihat Hong Kong seperti melihat sebuah Srigala yang belum
jinak namun pantas dipelihara. Ketika itu, Hong Kong, antara penguasa dan
criminal telah terjalin mutual simbiosis, untuk memeras rakyat melalui metode
korupsi systemtis dan kasat mata. Cerita teman saya, dulu para pejabat kota
dengan terang terangnya melakukan Pungli dimana saja. Dari Pasar tradisional,
rumah sakit, di jalanan, di tempat hiburan , selalu ada Polisi dan pejabat kota
serta preman ( TRIAD) yang memeras rakyat. Kesalahan dibiarkan selagi ada bagi
bagi uang. Pelanggaran hukum menjadi komoditi untuk membuat para pengacara kaya
raya, Polisi hidup mewah, dan pejabat kota bergelimang harta. Itu belum lagi
korupsi mark up project public yang tak pernah habis habisnya.
Sebetulnya Inggeris yang
ketika itu menguasai Hong Kong telah berupaya dengan serius memerangi wabah
korupsi itu. Salah satu upaya pemerintah Hong Kong adalah membentuk badan anti
Korupsi (KPK) atau disebut dengan ICAP (Independent Commission Against
Corruption (ICAC) yang didirikan pada tahun 1974. Tapi upaya ini tidak berjalan
dengan mulus. Tantangan terbesar bukanlah dari rakyat tapi dari Pihak Kepolisian
berserta jajaran elite politik yang tidak senang akan keberadaan ICAC. Sepak
terjang ICAC memang membuat bulu kuduk aparat merinding , apalagi ketika Peter Fitzroy Godber ,seorang Perwira Tinggi
Polisi berhasil di tangkap hanya karena tidak bisa menjelaskan asal usul
keberadaan uangnya dibank sebesar USD 600,000. Itulah sebabnya pada 28 oktober
1977, HKPF ( Polisi Hong kong ) menyerbu kantor ICAP. Ketegangan terjadi. Hal
ini memaksa penguasa Hong Kong ( Gubernur) mengambil tindakan drastic dengan
memberikan amnesty kepada seluruh aparat Polisi yang terjaring oleh ICAC. Wibawa ICAC hancur dihadapan public. Rakyat
menyebut ICAC adalah I can accept cash”, atau ”I corrupt all cops.
Setelah Hong Kong dibawah
kendali Pemerintah Beijing dengan status Special Region ( Daerah Khusus), yang
pertama kali dilakukan oleh China adalah memperkuat fungsi ICAC. Parlemen Hong
Kong mengukuhkan keberadaan ICAC bukan hanya berdasarkan keputusan Pemerintah
tapi menjadi produk UU yang harus dipatuh oleh seluruh institusi. Sejak itu,
ICAC beroperasi semakin efektif. Kejahatan terorganisir dibawah bayang bayang
aparat , lambat namun pasti semakin terkikis. Dan karenanya TRIAD( Crime group
) tidak punya tempat lagi untuk bisa
berkembang di Hong Kong. Tahun 2008 ICAC berhasil melakukan operasi pembersihan
kepada seluruh aparat kepolisian. Operasi ini sangat menyengat dan dilakukan
secara besar besaran tanpa ada sedikitpun perlawanan dari HKPF ( Polisi Hong Kong
). ICAC semakin berwibawa dan tentu pemerintah semakin mendapat tempat dihati
Rakyat.. Namun tetap tidak menjadikan
ICAC sebagai lembaga super Body. Dalam prakteknya ICAC pernah dikalahkan oleh
Pengadilan karena melakukan penyadapan terhadap tersangka tanpa izin pengadilan.
Inilah nilai demokrasi. Yang karenanya demokrasi dihormati karena rezim tunduk
pada hukum dengan ditandai semakin efektifnya upaya pemberantasan korupsi.
Apa yang dialami oleh Hong
Kong sebelum berpindah tangan dari inggeris ke China tak ubahnya dengan
Indonesia kini. Tentu disadari oleh
elite politik reformasi bahwa keberadaan KPK hanya dikaranakan aparat Polisi,
Jaksa, Hakim tidak bekerja efektif untuk memberantas wabah korupsi. Tapi sejak
berdirinya KPK belum nampak keperkasaanya melawan langsung Institusi Kepolisian
dan TNI. Barulah kini, KPK mulai nampak
unjuk gigi dengan menjadikan target DJoko Sosilo sang Jenderal Polisi sebagai tersangka
kasus korupsi pengadaan simulator pembuatan surat izin mengemudi. Akankah KPK
dapat berperan efektif sebagaimana fungsi yang diamanahkan rakyat? Ingat bahwa
KPK, lahir dengan kekuasaan yang abnormal: ia mekanisme penyembuhan yang juga
sebuah perkecualian. Kekuasaannya lain dari yang lain. Wewenang KPK bahkan
lebih besar ketimbang ICAC. Di Hong Kong komisi itu tak punya wewenang
menuntut. Di sini, KPK mempunyainya. KPK
juga tak hanya harus bebas penuh dari dikte kekuasaan mana pun. Di Hong Kong,
ICAC bekerja secara independen namun bertanggung jawab kepada ”Chief
Executive”, yang dulu disebut ”Governor”. Di Indonesia, KPK tak bertanggung
jawab kepada Presiden.
Ya kekuasaan KPK sangat besar.
Entah bagaimana KPK bisa terbentuk. Mungkin ketika terbentuk, euphoria demokrasi
begitu merasuk kedalam tubuh setiap elite politik negeri ini hingga lahirnya
KPK. Atau mungkin sebagai bentuk dari kemarahan terhadap rezim Soeharto yang
doyan KKN. Entah. Yang pasti KPK kini ada, dan juga menjadi momok yang
menakutkan bagi semua aparatur Negara.
Berjalannya waktu , ada niat DPR untuk merevisi UU tentang KPK agar
menjadi wilayah grey area. Tapi, KPK bukan lagi produk para mereka yang
mewakili rakyat. Diluar itu ada pemilik sesungguhnya KPK yaitu Rakyat. Ketika lembaga yang mewakili rakyat sebagai
BOS tak bisa lagi seiring sejalan maka rakyat sebagai Bos sesungguhnya menjadi
tempat sandaran terakhir KPK untuk misinya melawan korupsi. KPK butuh kekuatan
diluar dirinya yaitu Rakyat. Dan rakyat akan selalu ada untuk KPK asalkan
mereka membayarnya dengan kesetiaan , pantang menyerah dan tak berkompromi
untuk membela kebenaran, kabaikan dan tegaknya keadilan. Perang melawan korupsi
bukanlah perang singkat. Tapi perang berkelanjutan, sebagaimana ICAC yang
kemarin berhasil menjatuhkan Sekretaris Kota Hong Kong hanya karena terbukti
mengelabui petugas pajak Bumi Bangunan atas apartement miliknya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.