Sunday, March 11, 2012

Dana?

Bulan lalu saya bertemu dengan teman di Singapore. Teman ini bekerja pada Lembaga Keuangan international bermarkas di London. Kebetulan saya lagi di Jakarta, dan dia berharap bisa bertemu dengan saya untuk makan siang. Dengan penerbangan pertama dari Jakarta , saya berharap bisa menemaninya makan siang dan dijadwalkan sore saya sudah bisa kembali ke Jakarta. Saya sempatkan untuk bertemu dengannya karena kebetulan perusahaan saya di Hong Kong memang sedang membutuhkan layanan dari perusahaannya. Dia seorang wanita, menurut saya usianya belum genap empat puluh. Dari pancaran matanya saya tahu précis bahwa dia wanita yang cerdas dan perpectionis. Terkesan hati hati bersikap namun tidak mengurangi keramahannya sebagai executive tingkat tinggi. Itu kesan yang saya dapatkan tentang dia. Ada hal yang menarik dari obrolan ketika makan siang itu. Dia mengatakan sedolar putih memutihkan 10 dollar yang hitam. Saya tidak paham apa maksudnya.

Dengan santai dia menjelaskan maksudnya bahwa dari USD 10 dana hasil money laundry operation  , USD 1 digunakan untuk bantuan international. Saya terkejut. Bagaimana mungkin dia bisa menyimpulkan seperti itu. Menurutnya, kebanyakan orang menduga money laundry berkaitan dengan teroris dan perdagangan obat bius. Ini salah besar. Dana haram  yang berkaitan dengan perdagangan obat bius dan teroris jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan total dana haram yang berputar. Hasil  investigasi yang dilakukan oleh IMF tahun 1996 saja jumlah dana semacam ini  yang berputar berkisar  2-5 % dari total dana Global. Diperkirakan nilainya per tahun diatas USD 2-3 trilion.  Bandingkan dengan jumlah APBN kita yang hanya sebesar USD 120 miliar atau GNP kita yang berjumlah USD 450 milliar. Kekuatan financial resource republik dengan penduduk diatas 240 juta orang hampir tidak ada arti dibandingkan dengan segelintir penguasa dana hitam. Jumlah ini dari tahun ketahun terus meningkat.

Mengapa terus terjadi peningkatan ? tanya saya. Karena semakin canggihnya skema lalu lintas uang secara global. Harap maklum , bila awalnya money laundry hanya berkisar soal dana hasil perdagangan obat bius, namun kini dana itu lebih banyak berasal dari penggelapan pajak, dana korupsi dan penipuan berkelas international seperti White collar crime, insider trading dll. Saya teringat kasus bagaimana Bank Century menjelang collapse melalui skema penjualan surat berharga mendapatkan  blocking fund dari Dresdner bank di Swiss. Dengan blocking fund sebagai collateral, BI mengeluarkan kredit likuiditas kepada Century. Belakangan blocking fund itu tidak bisa dicairkan dan harus masuk dalam sengketa di pengadilan. Pada situasi ini BI dalam posisi tertipu oleh sindikat international.  Jumlahnya tidak kecil tapi lebih dari Rp. 1 triliun. Itu salah satu contoh bagaimana canggihnya operation sindikat penipuan international sehingga otoritas bank central yang punya resource raksasa dapat tertipu.

China merupakan Negara rangking 4 dunia sebagai penyerap dan sekaligus channeling dana haram. Teman saya mengatakan bahwa sebagian besar dana itu berasal dari penggelapan pajak melalui transfer pricing. Maklum saja sebagian besar perusahaan TNC mempunya business di China. Karena restriction transfer capital keluar negeri sangat ketat maka sebagian perusahaan TNC menggunakan skema transfer pricing yang rumit untuk menggelapkan pajak dan karenanya tidak aneh bila barang produksi china terkesan sangat murah dibandingkan produksi Negara lain. Bahkan terkesan dumping price.  Bagaimana tidak? Industri itu dari awal memang dirancang untuk skema pencucian uang. Bagi china ini tidak ada masalah selagi industry tumbuh dan angkatan kerja terserap. AS merupakan peringkat pertama tempat pencucian uang karena maklum AS merupakan pusat likuiditas pasar uang international dengan kekuatan  berbebagai produk investasi dari yang regulated sampai yang unregulated ( 144 A SEC Act ).

Eropa , AS, China , Hong Kong dan juga Singapore adalah wilayah sorga pencucian uang.  Mereka mendapatkan manfaat berganda dari keberadaan uang haram, khususnya untuk kemajuan perekonomiannya dan sekaligus sebagai financial resource yang murah dan mudah. Sementara Negara berkembang seperti Indonesia dan lainnya dipaksa untuk patuh dengan standard compliance dari Financial Action Task Force (FATF) dan harus merupakan bagian dari International financial intelligent. Anehnya, dana haram itu mudah terbang dari Negara berkembang dan sulit kembali ke Negara asal. Kalaupun ada sengketa dipengadilan dan menang, tak mudah untuk bisa mencairkan karena ketika dana itu ditempatkan di luar negeri dia sudah bermetamorfosa lewat skema placement, layering, integrity dan utilization yang notabene mengikuti aturan international yang berlaku. Hampir sebagian besar penggugat dana haram tidak pernah dimenangkan oleh Negara asal dana, tidak pernah.

Aturan international yang membatasi arus operasi pencucian uang tidak pernah efektif karena memang dunia dirancang oleh segelintir orang yang menjadikan pemerintah sebagai boneka yang by system tidak berdaya. Inilah neo-colonialism 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.