Jumat malam datang SMS “When the world is ready to fall on your little shoulders, And when you're feeling lonely and small, You need somebody there ..” saya tersenyum. Wenni selalu begitu bila dia ingin bertemu dengan saya. Petikan lagu you are only lonely adalah ciri khasnya untuk mengingatkan kepada saya bahwa saya tidak sendirian. Dia sahabat saya. Awal saya kenal dia sebagai periset bidang social di Shanghai. Kemudian , dia hijrah ke Hong Kong sebagai periset di sebuah lembaga investasi. Kami bertemu di sebuah café dan tak pernah merasa sungkan bila harus berada di café yang tak berkelas. Seperti biasanya bila bertemu kami suka sekali membahas masalah social dalam pembicaraan relax. Saya mendapatkan pencerahan secara tidak langsung dari professional peneliti masalah social , apalagi dikaitkan dengan business.
Wenni , memang piawai melihat persoalan secara holistic dan kemudian menyimpulkan dari sudut praktis dan logis. Mungkin karena kebiasaanya menganalisa data dan terlatih sebagai pengamat maka membuat analisanya tajam walau terkesan sederhana. Seperti biasanya pula saya selalu mahir memancing dia untuk berbicara banyak. Ketika saya mengungkapkan ke prihatinan soal nasip buruh di China , terutama dengan tersiarnya kabar derita dari Chengdu. Dia tahu berita itu soal pekerja Foxconn ( outsourcing dari produsen APPLE Ipad ) yang telah memaksa buruh bekerja lebih dari standar rata rata. Lingkungan kerja yang tidak manusiawi dan jam kerja yang panjang. Dia juga tahu berita ini telah beredar diseluruh dunia dan seakan kompanye untuk memboikot produk APPLE Ipad yang dibuat oleh pabrikan di China.
Dia tersenyum. Itu tak lain seni propaganda dalam perang ekonomi. Jangan terlalu percaya dengan berita yang terkesan peduli akan HAM dan nasip buruh.Kalau memang pihak Barat/AS peduli kenapa tidak dari dulu ketika awal China masuk kepasar bebas ? tanyanya. Saya merasa dia sudah mulai terpancing. Ketahuilah, katanya bahwa ada 3 juta pekerjaan outsourcing dari pemilik merek di AS /Barat,Jepang yang melibatkan berbagai pabrikan di China. Ini menampung angkatan kerja raksasa. Semua industry itu tumbuh karena permintaan pasar export. Sumber dana investasi pabrik itu sebagian besar dari Negara AS/ Barat. Hampir 70% rak rak toko di AS/Barat merupakan keluaran pabrik di china. Semua itu diproduksi dengan memeras buruh yang bekerja keras siang dan malam dengan standar gaji hanya 10% dari gaji pekerjaan yang sama di AS/barat.
Benarkah para pabrikan memeras buruh ? tanya saya. Menurutnya ini bukan soal memeras. Memang sudah budaya orang china gemar bekerja keras. Selagi pekerjaan itu mendatangkan uang maka mereka tidak peduli dengan segala resiko, kelelahan, kadang membuat kesehatan mereka memburuk. Bagi mereka lebih baik bekerja keras hari ini daripada besok bekerja keras mencari pekerjaan untuk makan. Mereka tidak pernah dipaksa untuk lembur, justru mereka memaksa untuk dapat lembur. Tahun 1990 an upah buruh di China hanya USD 0,45 per jam tapi sekarang sudah mencapai USD 2,40 ( Rp. 20,000) per jam. Rata rata mereka menuntut jam kerja diatas 10 jam. Kalau rata rata mereka bekerja sehari 16 jam (dua shift ) maka penghasilan mereka sehari adalah USD 38,40 atau sama dengan Rp. 345,000 perhari atau sebulan Rp. 9,000,000.0.
Bandngkan dengan upah buruh di Vietnam , Thailand, Indonesia. Nasip buruh China jauh lebh baik. Katanya. Tapi mengapa media international selalu memberitakan hal negative. Tanya saya. Menurutnya ada agenda strategis dari Barat/AS agar pemerintah china terus melakukan peningkatan upah buruh. Menurut riset bila upah buruh tembus diatas USD 3 per jam maka dipastikan 3,000,000 industri outsourcing akan pulang kampong kenegaranya masing masing. Sebagian besar industry itu berasal dari AS/Barat/Jepang. Karena sudah tidak efisien. Dan ini akan menguntungkan Negara tersebut karena akan menampung angkatan kerja yang kini terjebak dalam pengangguran massal akibat krisis global. Lantas bagaimana dengan buruh China. Akankan terjadi pengangguran massal akibat industry yang hengkang ? tanya saya.
Teman ini tersenyum lagi. Dia mengatakan bahwa sebetulnya agenda pertumbuhan ekonomi berdasarkan export sudah menjelang closed file. Hanya soal waktu akan closed file. Kini arah kebijakan Pemerintah china keliatannya adalah pasar domestic. Itu sebabnya China menaikan upah buruh tiga kali lipat selama lima tahun belakangan ini. Ini tak lain agar memicu daya beli masyarakat untuk berkonsumsi produksi dalam negeri dan sekaligus memicu tumbuhnya industri dalam negeri Disisi lain, pemerintah mulai menetapkan pajak eksport agar mata uang RMB tidak semakin menguat dan daya saing industry dalam negeri tetap tiggi terhadap barang import. Yang jadi masalah kini bukanlah rakyat China, tapi AS/Barat , kalau semua industry outsourcing kembali kenegaranya apakah buruhnya mau digaji sama dengan buruh di China, ? karena upah mereka sudah diatas rasional. Kalau mengikuti upah yang ada , apakah konsumen mampu membeli dengan harga tinggi ?
Menurutnya akan membutuhkan waktu lama bagi industri outsourcing untuk pulang ke negaranya masing masing. Dan pada waktu bersamaan CHina terus memperkuat industri dalam negerinya untuk persiapan menyerap buruh yang kehilangan pekerjaan akibat pabrik yang henngkang. Sekarang saya tersenyum. Demikian teman ini membuat analisa sederhana. Walau masih banyak pertanyaan dikepala saya. Tapi sudalah, setidaknya dia sudah menemani kebersamaan dimalam jumat ini. Hari telah menjelang malam. Saatnya pulang, dan pikiran saya kepada nasib buruh di negeri saya yang tetap menyedihkan ditengah harga yang terus melambung memenggal penghasilan mereka. Anehnya , para pejabat berbangga hati karena Indonesia sudah masuk G20 tapi upah buruh lebih buruk ketimbang Thailand dan Philipina yang bukan anggota G20.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.