Tuesday, January 10, 2012

Negara gagal...

Acap kita mendengar bahwa Indonesia adalah Negara  yang paling berhasil melaksanakan system demokrasi. Para politisi  juga ikut mengomentari betapa Indonesia Negara yang paling cepat menyesuaikan diri dengan system demokrasi.  Benarkah ? mungkin ada baiknya kita melihat data riset dari pihak luar. Economist intelligent Unit dalam laporan tentang  Global Democracy Index 2011 menempatkan Indonesia pada rangking 60 dari 167 negara didunia. Indonesia masih dibawah Thailand (rangking 58)  , India  (39) , bahkan jauh dibawah Timor Leste (42)  yang merdeka ketika rezim reformasi berhasil menjatuhkan  Soeharto. Dalam survey tersebut dengan mengacu berbagai indikasi maka Indonesia dinyatakan sebagai Negara yang cacat demokrasi  ( Flawed Democracy ). Mengapa disebut cacat demokrasi ? ya karena pemilu yang penuh dengan kecurangan. Mengapa terjadi kecurangan ? karena memang tujuan orang berkuasa untuk menjadi koruptor dengan mempermainkan janji janji.

Akibat demokrasi yang cacat itu maka dapat pula dikatakan bahwa Indonesia belum masuk Negara modern. Bahkan menurut Failed State Index yang dirilis oleh The Fund for Peace dan Foreign Policy Magazine selama periode 2005-2010  Indonesia masuk dalam katagori Negara diambang gagal. Study ini memberikan posisi peringatan ( warning ), yang apabila tidak diperhatikan dengan serius maka akan segera masuk dalam posisi “waspada”, selangkah lagi menjadi Negara gagal. Yang menyedihkan dari tahun ketahun posisi Indonesia terus menurun dan mendekati Negara gagal. Saya tidak tahu bagiamana para elite menyikapi hasi riset ini. Yang pasti , tidak perlu diperdebatkan karena semua rakyat dapat merasakan dan melihat fakta keseharian.

Indikasi diambang Negara gagal ini seperti pemerintah pusat yang tidak efektif. Banyak kebijakan pusat tidak diperhatikan oleh Daerah. Banyak menteri yang mengabaikan perintah president.  Infrastruktur ekonomi yang payah dan mengakibat ongkos pelayanan public menjadi mahal. Korupsi semakin meluas, dari korupsi receh sampai ke pada korupsi sistematis bergaya mafia. Kriminalitas dan amuk massa mudah terjadi. Terjadi eksodus buruh keluar negeri. Indek ekonomi membaik tapi kehidupan perekonomian semakin memburuk. Gap antara kelompok kaya dengan kelompok miskin semakin melebar. Lantas mengapa ini bisa terjadi ?  Ketika ngobrol diruang tunggu keberangkatan pesawat tadi pagi saya sempat berkenalan dengan seorang Guru besar , dia mengatakan yang menjadi masalah  kita saat ini adalah kekacauan system ketata negaraan.

Menurutnya kesalahan ini berawal ketika di amandement nya UUD 45 tanpa dilakukan study menyeluruh. Seakan amandement itu dibuat dengan terburu buru. Entah mengapa harus terburu buru? Mungkin ada agenda tersembunyi dari kelompok tersembunyi yang ingin membonsai kekuatan Negara kesatuan ini , katanya.  Bayangkan, lanjutnya,  bagaimana program pemerintah akan efektif bila otoritas politik saja tidak jelas. Ketidak jelasan ini berakibat kepada kacau balaunya system pengawasan dan pengendalian administrasi. Dalam situasi kacau balau ini maka hukum menjadi permainan dan kompromi menjadi syah saja terjadi. Karena platform yang goyah akibat system yang kacau, membuat celah korupsi disemua lini terjadi secara legitimate. Sehingga susah diurai. Cobalah perhatikan, semua partai terjebak dalam kasus yang memalukan dan anehnya masih saja mereka bicara tentang demokrasi dan hukum.

Benarkah system  yang salah ? tanya saya. Dia menjawab dengan tegas bahwa secara akademis belum bisa dijawab dengan pasti. Karena perlu study dan kejujuran bersikap. Bukankah dalam setiap Pemilu jumlah pemilih diatas 50%, tanya saya. Kalau jumlah pemilih dalam Pemilu sebagai indikator kesetujuan rakyat terhadap system demokrasi sekarang, itu tidak benar, jawabnya. Karena rakyat hanya sebagai konsumen dan mereka membeli karena sytem promosi dari para elite dengan janji setinggi gunung dan seluas lautan. Namun nyatanya gunung tak terdaki, lautan tak terseberangi. Rakyat tetap ditempatnya tanpa beranjak, bahkan semakin terpuruk kedalam bumi. Kemakmuran hanya ada pada data statistik. Semuanya hanya permainan culas untuk menipu rakyat. 

Dalam sejarah , tidak pernah system politik itu dibicarakan langsung kepada rakyat. System politik itu dibicarakan dan dimusyawarakan oleh para elite yang terdidik dengan baik dan teruji akhlaknya untuk tegaknya kebaikan, kebenaran dan keadilan.  Nah kalau system demokrasi sekarang ini membuat Negara diambang gagal maka dapat disimpulkan sementara bahwa para perancang amandement UUD 45 dan juga mereka yang ada di Senayan, dibalik createor UU itu memang tidak qualified lahir batin sebagai negarawan. Dan akibat ulah mereka, rakyat banyak yang korban dan para elite kekuasaan hidup senang dengan segala kemewahan fasilitas negara. Benar benar culas.
***
Tapi semua itu biangnya karena negara telah menghalau adat sebagai perekat budaya dan mengasingkan agama sebagai fondasi negara dan akhirnya jadilah negeri tak bertuan. Hanya soal waktu, akan hancur dengan sendirinya. Semoga ini disadari oleh kita semua untuk berubah sebelum terlambat...

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.