Teman yang bekerja sebagai analis perdagangan emas di Hong Kong, sempat nyeletuk kesaya bahwa hanya soal waktu Indonesia akan menghadapi persoalan pelik khususnya di Papua. Menurutnya semua tahu bahwa Freeport mengolah tambang Emas peringkat 7 besar didunia. Lantas yang membuat pelik itu apa ? Tanya saya. Masalahnya pemerintah Indonesia harus melaksanakan amanah UU Minerba ( mineral dan batubara ) No. 4 tahun 2009, yang berlaku efektif tahun 2014. Ada enam issue yang mengemuka dalam UU Minerba itu yaitu luas wilayah, royalti, divestasi, jasa (nasional), jangka waktu kontrak. Ini tidak sederhana. Maklum saja , katanya, sejak kontrak karya ditandatangani tahun 1967 , Freeport mendapatkan fasilitas luar biasa besar dari Negara untuk mengolah tambang di Papua itu namun kontribusi yang diberikan kepada Negara hanya 1 %. Itupun dari nilai konsentrat yang dieksportnya ke Jepang dan Spanyol dipusat pengolah akhir emas.
Berdasarkan UU Minerba itu, Freeport harus mengolah emas dalam negeri. Bila sebelumnya Freeport mengolah dipusat smelter di Jepang dan Spanyol maka tahun 2014 harus dilakukan didalam negeri. Bukankah itu tidak ada masalah?. Kata saya. Teman itu tersenyum penuh arti. Dia menjelaskan bahwa bila smelter dibangun di Indonesia maka outputnya adalah emas murni termasuk turunannya seperti Uranium yang berharga tinggi. Maka tentu saja Freeport harus membayar pajak eksport serta pajak penghasilan dari pendapatannya di Indonesia sebagai penjual sekaligus penambang emas. DIsamping itu , berdasarkan UU pula, pemerintah berhak memaksa Freeport untuk melepas sebagain sahamnya kepada Negara/PEMDA Papua. Dan Freeport masih harus menghadapi pembatasan luas wilayah operasi untuk menghindari monopoli penguasaan resource. Juga perubahan mengenail tariff royalty yang harus dibayar. Itu semua berakibat pada pengurangan pendapatan Freeport.
Nah, anda bisa bayangkan, Kata teman saya. Bahwa ini membuat seluruh para petinggi dan pemegang saham mayoritas Freeport stress. Tentu pula semua tahu bahwa koneksi Freeport di elite kekuasan AS , baik di Senat maupun di white house tidak akan senang. Tak usah kaget bila sejak UU itu disyahkan oleh DPR , loby dan tekanan kepada pemerintah Indonesia tidak kecil. Freeport bukanlah anak bawang dalam permainan business emas yang dekat dengan pusat kekuasaan baik di AS maupun di Indonesia. Salah satu mitranya adalah Group Bakrie yang konon petingginya berniat untuk mencalonkan diri sebagai President. Tentu ini akan didukung habis oleh group Freeport. Bila Ical terpilih sebagai President RI maka loby dengan pusat kekuasaan akan lebih mudah dilaksanakan demi keuntungan pemegang saham Freeport. Kata teman saya. Saya tertegun mendengar analisa global nya itu.
Analisa itu mungkin ada benarnya, kata saya. Karena dari tahun ketahun , apalagi sejak disyahkannya UU MInerba itu, suhu politik di Papua terus memanas. Kadang TNi terbunuh, kadang Polisi terbunuh, kadang pula pegawai Freeport terbunuh. Kadang rakyat Papua yang berdemontasi terbunuh oleh senjata aparat keamanan. Belum lagi SPSI Freeport melakukan aksi mogok massal. Aparat keamanan menuduh dibalik kerusuhan di Papua itu adalah OPM ( Organisasi Papua Merdeka ). Teman itu hanya tersenyum. Dia tak mau berkomentar. Belakangan saya tahu bahwa OPM itu tidak lagi efektif ruang geraknya sejak mereka meletakan senjata. Jadi tak mungkin sampai kepada pembrontakan bersenjata. Kalaupun ada riak dipermukaan, itupun tak lebih hanyalah letupan kekecewaan rakyat Papua yang merasa dipinggirkan oleh kehadiran Freeport. Ya ini hanya soal keadilan yang bisa dimusyawarkan dengan damai sebagaimana biasanya.
Melihat kekacauan di Papua, saya yakin analisa teman diatas ada benarnya. Benar bahwa rakyat Papua butuh keadilan tapi tidak sampai menimbulkan kekacauan seperti sekarang ini. Artinya ini tidak murni datang dari rakyat papua. Ada grand design yang sengaja diciptakan untuk membuat pemerintah lemah dan akhirnya tunduk dengan loby kekuatan yang menginginkan special treatment kepada Freeport terhadap keberadaan UU Minerba itu. Mungkin situasi ini dibaca dengan cermat oleh SBY, yang karenanya meminta kepada Aparat keamanan ( Polisi maupun TNI) untuk tidak melakukan tindakan kekerasaan hingga menghilangkan nyawa para demontran. Karena bila aparat keamanan terpancing terus maka akan memaksa Lembaga International melegalkan untuk mengirim pasukan perdamaian ke Papua. Apalagi sudah ada peringatan keras di Amnesti International terhadap tindak kekerasan Aparat keamanan.
Kepada rakyat Papua, haruslah cerdas melihat persoalan. Teruslah berjuang untuk keadilan namun jangan sampai perjuangan itu dimanfaatkan oleh segelintir orang yang pada akhirnya rakyat Papua tidak mendapatkan apa apa. Jangan percaya dengan orang asing yang bermanis muka untuk melindungi namun pada akhirnya hanya mengincar kekayaan alam saja. Kepada pemerintah kita berharap agar tetap istiqamah melaksanakan amanah UU Minerba itu dan sekaligus memberikan janji menjadi kenyataan kepada rakyat Papua. Ya, sudah saatnya pembangunan di Papua dirancang dengan serius. Peningkatan Infrastruktur ekonomi maupun social harus dilakukan secara terpadu, peningkatan kualitas SDM harus dijadikan prioritas utama, perbaikan lingkungan hidup harus dilaksanakan. Kita tidak ingin nasip rakyat Papua seperti suku Aborigin di Australia atau suku Indian di AS, yang menjadi second class.ya kan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.