Saturday, September 17, 2011

Demokrasi dan TNC

Penggagas serangan Militer ke Libia untuk menjatuhkan Muammar Gaddafi adalah Francis yang juga anggota NATO. Sebagaimana alasan klise yang sudah sudah dari arogansi NATO untuk menggunakan kekuatan militer menjatuhkan penguasa yang tak disukai adalah soal Kemanusiaan. Juga sebagai mana biasanya ketika penguasa dijatuhkan , mereka tampil ba' pahlawan untuk menjadi mentor proses transisi kekuasaan. Namun sebetulnya tak lain adalah memastikan deal dengan kelompok local (pro NATO) berjalan sesuai dengan rencana. Apa itu ? menagih commitment yang sudah disepakati, soal persentase bagi hasil yang akan didapat. Maklum saja serangan militer itu tidak gratis. Ongkosnya mahal dan semuanya harus dibayar dalam bentuk minyak yang merupakan kekayaan utama Libia. Hampir 95% pendapatan eksport Libia berasal dari minyak yang menyumbang 80% dari PDB nasional.

Sebelum pecahnya konflik, Libya mengekspor sekitar 1,3-1.400.000 barel per hari dari total produksi sekitar 1,79 juta barel per hari, dimana sekitar 280.000 barel per hari dikonsumsi dalam negeri. Tapi analis percaya bahwa dengan rekonstruksi Libya bisa segera mengekspor 1,6 juta barel per hari minyak berkualitas tinggi, minyak mentah ringan. Libya memiliki cadangan terbukti minyak terbesar di Afrika dengan 42 miliar barel minyak dan lebih dari 1,3 triliun meter kubik gas alam. Tentu ini membuat penguasa dari Beijing sampai ke Eropa dan AS meneteskan air liur untuk ambil bagian. Apalagi peluang masih terbuka lebar karena baru 25% resource minyak Libia yang di exploitasi

Dengan sumber daya minyak yang begitu besar, kini para petinggi National Transitional Council (NTC) Libia sibuk memenuhi komitmen bagi bagi hasil itu. Francis yang merupakan penyumbang terbesar dukungan militer kepada pembrontak akan mendapatkan jatah 35 % dari total produksi minyak Libia. Francis mendapat hak exclusive mengontrol pasar sebesar itu. Sementara Negara lain seperti Inggeris , AS akan mendapatkan jatah sesuai dengan contribusinya. Sumber daya minyak dijadikan bancakan oleh mereka. Yang pasti , hengkangnya Muammar Gaddafi dan menangnya oposisi telah membuat operator minyak yang ada di Libia yang sebagian besar TNC bisa bernafas lega untuk membuat para pemegang saham di wall street dan Eropa tidak lagi stress. Satu lagi kisah menyedihkan dari konspirasi kapitalisme yang akhirnya bermuara pada satu hal yaitu penguasaan resource bagi kepentingan laba dan pasar.

Sebetulnya apa yang terjadi dengan Libia, juga tak beda dengan yang di Irak. Yang dikuasai melalui kekuatan militer bagi penguasa yang tidak loyal. Sementara dalam bentuk lain penguasaan terus juga terjadi terhadap Negara lain. Tidak menggunakan kekuatan militer tapi melalui sytem demokrasi, para elite politik ditekan secara smart power ( uang dan kekuasaan ) untuk mengeluarkan produk UU yang memungkinkan TNC menguasai sumber daya alam. Hal seperti ini dapat dilihat di Nigeria, termasuk juga Indonesia. Bagi Negara yang tak mengenal demokrasi seperti Arab Saudi dan Emirat Arab serta Negara kaya minyak lainnya , selagi penguasanya loyal kepada kepentingan TNC maka penguasa itu tetap didukung untuk terus berkuasa dibawa bendera otokratis yang anti demokrasi.

Jadi demokrasi atau otokrat , bagi TNC itu tida penting. Yang penting bagaimana rezim berkuasa itu dapat comfortable menjadi budak mereka. Mungkin karena di Indonesia tidak ada lagi figure nasional sebagai orang kuat untuk mengawal kehendak TNC dalam menguasai SDA maka system demokrasi adalah tepat untuk Indonesia. Lewat system ini, budaya korup dibangun agar orang berlomba lomba mengeruk harta haram dan selanjutnya menggunakan harta itu untuk tampil berkuasa. Setelah berkuasa mereka akan tersandera oleh budaya korup untuk terus korup , untuk mempertahankan kekuasaan yang memang tidak gratis.

Pada era sekarang, Negara modern tidak lagi terlibat dalam jargon politik untuk menganeksasi Negara lain. Tidak!. Kini semua berbicara soal kepentingan hegemoni bisnis bagi TNC dalam menguasai sumber daya alam serta pasar. Para penguasa secara tidak langsung menjadi agent TNC untuk berkerja dan bertindak atas nama kepentingan TNC. Bagamana membungkus posisi agent itu agar dihadapan rakyat terkesan anggun ? System demokrasi punya cara hebat untuk membuat kebijakan yang serba procedural menjadi produk hukum yang legitimate atas nama rakyat. Juga data statistic akan mengemasnya sebagai dasar bahwa pemerintah bekerja untuk rakyat. Semua hanya tipu dan tipu kepada rakyat bodoh. Sadarlah.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.