Tuesday, January 4, 2011

Pragmatisme

Pada tahun 2008 ", the House Committee on Oversight and Government Reform AS bertanya kepada Alan Greenspan “ Apakah idiologi ( Pasar bebas ) mendorongnya untuk membuat keputusan “ Alan Grenspan menjawab “ Ya. Saya telah melihat ada kesalahan tapi saya tidak tahu sejauh mana besarnya kesalahan itu. Tapi saya sangat tertekan dengan kenyataan itu “ Dialogh dilakukan berkaitan dengan jatuhnya pasar keuangan Amerika akibat crisis mortgage. Benarlah kebijakan pasar keuangan AS dibuat berdasarkan dogma atau idiologi ekonomi pasar bebas. Yang sebelumnya pada tahun 2003, Alan Grenspan yang 18 tahun memimpin the FED sangat percaya akan dogma itu sebegaimana katanya “Apa yang kami temukan selama bertahun-tahun di pasar adalah bahwa derivatif telah menjadi kendaraan sangat berguna untuk transfer risiko dari mereka yang tidak boleh membawanya ke mereka yang bersedia dan mampu melakukannya.

Krisis global yang diawali jatuhnya ekononi AS dan kemudian diikuti oleh Jepang, Eropa, telah menggiring orang masuk pada era Fragmatisme Ekonomi. Orang tak lagi percaya dengan dogma atau idiologi tertentu dalam membuat kebijakan ekonomi. Dunia sudah berkembang begitu pesatnya. Sistem IT telah membuat jarak antar negara tak lagi significant untuk menggiring orang kedalam satu idiologi. Tak ada satupun negara yang bisa hidup dengan menutup dirinya lewat idiologinya tanpa dipengaruhi pihak luar. SBY berkata ” Saya suka pragmatisme ”. Sebagaimana kata Deng ketika awal mereform ekonomi China berkata ” saya tidak peduli kucing hitam atau kucing putih yang penting bisa menggenjot produksi dan rakyat tidak kelaparan. Atau seperti kata SBY, pragmatisme dengan prinsip. Pragmatisme yang bisa memberikan manfaat untuk semua.

Kapitalisem , sosialisme , Komunisme, bukan lagi sebagai jargon politik. Bukan lagi alat politik. Idiologi sudah menjadi bahan simbol seperti orang ingin menembak dalam perang tapi yang dibawa adalah pisau untuk memotong sayur. Ini tidak lagi relevan. Begitulah kiasannya. Kini era dimana azas manfaat laba diatas segala galanya. Kalau sosialisme menguntungkan modal untuk membangun perkebunan dengan pola PIR untuk membayar upah murah dan legal maka sosialisme itu lebih baik dibanding kapitalisme tapi tak baik bila sosialisme memaksa bank membiayai sektor pertanian dan UKM kecuali para konglomerasi. Bank berlabelkan islam lebih baik bila itu cara mudah pooling fund tanpa harus pusing dibebani Reserve Requirement dan Capital Adequatie Ratio. Kapitalisme lebih baik bila semua BUMN tak lagi rugi dan memaksa semua rakyat harus membayar dengan harga mahal. Kapitalisme baik bila sumber daya alam mengundang modal dan tekhnologi asing untuk mendatangkan pajak bagi negara.

Ya pragmatisme idiologi merupakan dogma akhir zaman , era setelah dunia lelah menghadapi perang, resesi , depresi, global warming. Tak ada lagi kiblat sesungguhnya. Sebuah koreksi yang menjelma menjadi abu abui. Semua bisa saja baik, hitam maupun putih. Dunia sekular memang kaya akan plurarisme. Agama apapun baik, selagi tidak bicara halal dan haram. Idiologi apapun baik selagi menghormati pemodal, selagi orang kaya tetap kaya dan yang miskin tak perlu marah, selagi penguasa tetap nyaman dengan kekuasaan dan keculasannya, selagi pasar tetap menyerap produksi dengan harga melangit, selagi orang ramai aman untuk bicara walau tak perlu didengar dan diperhatikan, selagi orang senang menonton walau harus membayar TV cable. Ini semua tak lain akibat idiologi tak bermakna idiologi. Semua teraktualkan sebagai sebuah tesis dari filsuf prustrasi karena situasional zaman. Dan itupun dengan mudah dikoreksi oleh zaman.

Sejarah kini mencatat betapa ekonomi sekular penuh dengan idiologi kalkulasi dan berakhir dengan kalkulasi pula. Mengapa tak berkiblat kepada ekonomi yang disyariatkan oleh Islam. Sebuah tesis ekonomi , sosial , budaya dan politik yang tidak lahir dari ruang kalkulasi tapi lahir dari firman Allah , sang maha pencipta dan berkuasa dari segala penguasa. Tentu pasti benar dan pasti mendatangkan kedamainan serta pelindungan prima dari sang pencipta. Allah mengajarkan kepada manusia tentang hakikat untuk saling berbagi dan ikhlas berbuat tanpa kalkulasi apapun. Alangkah indahnya bila pragmatisme ekonomi berdasarkan prinsip .Pragmatisme yang sesuai dengan Al Quran dan hadith. What do you think, Pak BeYe ?

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.