Negeri ini akan runtuh, mungkin karena orang-orang tak mengharap bahwa polisi, jaksa, dan hakim akan menghukum sejumlah pejabat yang mendapat uang berlebihan seraya menghancurkannya.. Tak ada yang melihat ada jalan yang bisa ditempuh untuk membersihkan penyakit korup ini.. Semua tahu bahwa untuk menghentikan persekutuan jahat itu akhirnya harus ada sebuah alat: kekuasaan. Tapi sudah berkali kali ganti presiiden kita hidup dengan asumsi bahwa kekuasaan adalah amanah dari Allah, amanah untuk berkerja menegakkan keadilan, kebenaran dan kebaikan, Tapi asumsi kita selalu tidak tepat. Karena keadilan, kebenaran dan kebaikan itu tidak bisa diasumsikan kepada apa yang dinamanakan kekuasaan, apalagi dalam sistem demokrasi culas. Asumsi itu hanya ada di masjid dan di sajadah ketika menghadap Illahi.
Maka di bawah mistifikasi kekuasaan, orang pun mencari jalan lain dengan mistifikasi ketidakkuasaan. Terkadang dalam bentuk doa, terkadang dalam diskusi yang tak sudah. Seakan-akan tindakan maksiat dan korupsi di hari ini adalah sesuatu yang tak bisa diterangkan dengan kumpulan buku Hukum Dan KUHAP, melainkan sebuah misteri. Seakan-akan penyelewengan dan korupsi tak bisa ditelaah sebab dan strukturnya, tapi diduga bersembunyi, sebagai akhlak yang bernoda, di lubuk hati. Seakan-akan untuk lepas dari rawa-rawa sekarang kita hanya bisa dibisiki oleh suara Tuhan. Walau kita menyaksikan president yang putus asa untuk menghadapai seorang Gayus dan lelah dihadapan sistem kekuasaan yang tak bisa melaksanan printah seorang presiden, tentang tegaknya kebenaran, kebaikan dan keadilan.
Jika negeri ini runtuh, pelan-pelan, kehancuran itu ditandai korupsi ibarat tikus yang memakan apa saja.. Kejahatan ini telah membuat kekuasaan yang lahir dari proses politik demokrasi , tentu menjadi wilayah dan alat privat orang yang berkuasa. Korupsi juga melahirkan fragmentasi: sebuah masyarakat yang bukan masyarakat, sehimpun orang ramai yang berhubungan satu sama lain tapi saling tak mempercayai, karena bahkan kepercayaan telah jadi komoditi. Seperti inilah keadaan negeri ini sekarang, para tokoh agama menyebut permerintah telah berbohong , karena tak sesuai kata dengan perbuatan , tak sesuai asumsi dengan realita.. Dan President berserta jajaran tersinggung dicap pembohong.
Negeri ini akan runtuh, karena sebuah revolusi atau bencana atau apalah, saya tak tahu bagaimana orang akan bertindak setelah ini. Revolusi akan berbentuk memaki-maki di setiap sudut kota dan kampung, darah tertumpah oleh amarah, setelah itu, merasa tak berdaya dan terdiam. Dan revolusi memang mengkoreksi walau tak menutup kemungkinan kompromi agar menerima keruntuhan untuk kembali melahirkan anak haram birokrasi. Mungkin mereka akan kembali mengais-ngais nafkah dari apa saja yang tersisa dari kerusakan ini, dan bekerja, makan, beribadah, nonton TV, mendengarkan radio, bersetubuh, jalan kaki, tanpa menyalahkan siapa pun. Lalu lupa. Mungkin akan ada orang yang marah lagi, tahu bahwa keruntuhan ini akibat anak haram birokrasi yang busuk dan bisnis yang tamak, tapi mereka marah bersendiri tanpa solusi.
Ya, negeri ini akan runtuh, pelan-pelan, dan bukan karena air bah walau diisi oleh para Bedebah, Negeri ini akan jadi sebuah cerita tentang negeri yang dihabisi oleh kekuatan jahat yang tak tampak tapi ganas. Jika suara kebenaran tak lagi punya saluran, jika kebaikan dan keadilan telah ditransaksikan, pasti ada kekuatan keji yang bekerja. Bidang bumi yang vital itu telah direbut oleh konspirasi pencoleng berdasi, dan segala aturan yang dibuat untuk membuat President tak berdaya melawannya. Sebuah system yang didalamnya terdapat kisah tentang pejabat negara dari semua lini yang doyan tidur diatas perut wanita, harta dan kekuasaan. Tak melakukanh apa apa kecuali sibuk membelai pusar wanita untuk dipandangi dan dinikmati. Sebuah negeri yang dirancang memang untuk runtuh oleh waktu dan keadaan yang diciptakan sendiri.