Sunday, January 16, 2011

Runtuh

Negeri ini akan runtuh, mungkin karena orang-orang tak mengharap bahwa polisi, jaksa, dan hakim akan menghukum sejumlah pejabat yang mendapat uang berlebihan seraya menghancurkannya.. Tak ada yang melihat ada jalan yang bisa ditempuh untuk membersihkan penyakit korup ini.. Semua tahu bahwa untuk menghentikan persekutuan jahat itu akhirnya harus ada sebuah alat: kekuasaan. Tapi sudah berkali kali ganti presiiden kita hidup dengan asumsi bahwa kekuasaan adalah amanah dari Allah, amanah untuk berkerja menegakkan keadilan, kebenaran dan kebaikan, Tapi asumsi kita selalu tidak tepat. Karena keadilan, kebenaran dan kebaikan itu tidak bisa diasumsikan kepada apa yang dinamanakan kekuasaan, apalagi dalam sistem demokrasi culas. Asumsi itu hanya ada di masjid dan di sajadah ketika menghadap Illahi.

Maka di bawah mistifikasi kekuasaan, orang pun mencari jalan lain dengan mistifikasi ketidakkuasaan. Terkadang dalam bentuk doa, terkadang dalam diskusi yang tak sudah. Seakan-akan tindakan maksiat dan korupsi di hari ini adalah sesuatu yang tak bisa diterangkan dengan kumpulan buku Hukum Dan KUHAP, melainkan sebuah misteri. Seakan-akan penyelewengan dan korupsi tak bisa ditelaah sebab dan strukturnya, tapi diduga bersembunyi, sebagai akhlak yang bernoda, di lubuk hati. Seakan-akan untuk lepas dari rawa-rawa sekarang kita hanya bisa dibisiki oleh suara Tuhan. Walau kita menyaksikan president yang putus asa untuk menghadapai seorang Gayus dan lelah dihadapan sistem kekuasaan yang tak bisa melaksanan printah seorang presiden, tentang tegaknya kebenaran, kebaikan dan keadilan.

Jika negeri ini runtuh, pelan-pelan, kehancuran itu ditandai korupsi ibarat tikus yang memakan apa saja.. Kejahatan ini telah membuat kekuasaan yang lahir dari proses politik demokrasi , tentu menjadi wilayah dan alat privat orang yang berkuasa. Korupsi juga melahirkan fragmentasi: sebuah masyarakat yang bukan masyarakat, sehimpun orang ramai yang berhubungan satu sama lain tapi saling tak mempercayai, karena bahkan kepercayaan telah jadi komoditi. Seperti inilah keadaan negeri ini sekarang, para tokoh agama menyebut permerintah telah berbohong , karena tak sesuai kata dengan perbuatan , tak sesuai asumsi dengan realita.. Dan President berserta jajaran tersinggung dicap pembohong.

Negeri ini akan runtuh, karena sebuah revolusi atau bencana atau apalah, saya tak tahu bagaimana orang akan bertindak setelah ini. Revolusi akan berbentuk memaki-maki di setiap sudut kota dan kampung, darah tertumpah oleh amarah, setelah itu, merasa tak berdaya dan terdiam. Dan revolusi memang mengkoreksi walau tak menutup kemungkinan kompromi agar menerima keruntuhan untuk kembali melahirkan anak haram birokrasi. Mungkin mereka akan kembali mengais-ngais nafkah dari apa saja yang tersisa dari kerusakan ini, dan bekerja, makan, beribadah, nonton TV, mendengarkan radio, bersetubuh, jalan kaki, tanpa menyalahkan siapa pun. Lalu lupa. Mungkin akan ada orang yang marah lagi, tahu bahwa keruntuhan ini akibat anak haram birokrasi yang busuk dan bisnis yang tamak, tapi mereka marah bersendiri tanpa solusi.

Ya, negeri ini akan runtuh, pelan-pelan, dan bukan karena air bah walau diisi oleh para Bedebah, Negeri ini akan jadi sebuah cerita tentang negeri yang dihabisi oleh kekuatan jahat yang tak tampak tapi ganas. Jika suara kebenaran tak lagi punya saluran, jika kebaikan dan keadilan telah ditransaksikan, pasti ada kekuatan keji yang bekerja. Bidang bumi yang vital itu telah direbut oleh konspirasi pencoleng berdasi, dan segala aturan yang dibuat untuk membuat President tak berdaya melawannya. Sebuah system yang didalamnya terdapat kisah tentang pejabat negara dari semua lini yang doyan tidur diatas perut wanita, harta dan kekuasaan. Tak melakukanh apa apa kecuali sibuk membelai pusar wanita untuk dipandangi dan dinikmati. Sebuah negeri yang dirancang memang untuk runtuh oleh waktu dan keadaan yang diciptakan sendiri.

Tuesday, January 11, 2011

Ponzi

Charles Ponzi sudah lama mati. Namun namanya abadi sebagai bentuk kejahatan krah putih. Mungkin inilah satu satunya penjahat yang selalu namanya dilekatkan dengan pelaku tindak kriminal. Apa kelebihan Ponzi hingga begitu hebat namanya dikenang sepanjang masa. Dia hanyalah imigran Amerika. Tidak pernah lulus universitas. Tapi dia punya nyali dan tentu obsesi. Kreatifitas adalah jantung dari skema ponzi dan ini sesuai dengan sejarah hidup Ponzi yang memang kreatif. Lahirnya kreatifitas ini bukanlah karena keilmuan tapi lebih kepada kecerdasan melihat situasi yang hidup ditengah masyarakat. Ponzi menawarkan masa depan dengan imbalan yang tinggi atau diatas akal sehat. Dengan syarat orang harus membayar hari kini. Tidak keuntungan sesungguhnya dari investasi ini. Karena Ponzi tidak menciptakan produk real untuk dijual. Dia menjual ilusi dan karenanya dia membangun ilusi lewat skema.

Skema Ponzi sederhana saja. Ibarat ember yang diikat tali dan diisi penuh air. Dengan menggunakan tali, kita putar ember yang berisi air itu. Selama putaran itu kencang dan tidak berhenti, air diember tidak akan tumpah. Begitulah Ponzi. Selagi anggota terus berdatangan , maka skema ponzi tidak akan hancur. Karena orang pertama masuk memakan yang kedua dan ketiga. Yang kedua ketiga masuk memakan yang keempat dan kelima. Begitu seterusnya. Cara ini tergolong konvensional dan sampai kini masih banyak diterapkan walau dikemas dalam berbagai produk seperti emas, obat suplemen, forex dan lain sebagainya. Dalam bidang investasi yang lebih canggih, dikenal apa yang disebut dengan derivative transaksi. Berawal dari satu transaksi dan akhirnya berkembang menjadi 10 transaksil dan dari 10 transaksi berkembang menjadi100 transaksi dan begitu seterusnya.

Sebetulnya istilah Ponzi tidak hanya terjadi dalam dunia investasi , juga terjadi pada skema perusahaan yang masuk bursa. Juga terjadi pada pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Baik perusahaan , agen investasi, pemerintahan demokrasi punya kesamaan ekosistem yaitu hidup dari kebodohan dan ketamakan orang banyak. Hidup dari promosi dan propaganda. Hidup dari menjual data dan janji. Hidup dari produk/program illusi. Mereka yang terlibat dalam mendukung skema ponzi ini, entah itu karyawan, agent, mitra, yang jumlahnya tak sedikit telah menjadi kelompok minoritas yang kuat sebagai middle class ditengah mayoritas masyarakat kalah dan lelah. Mereka mendorong terjadinya indek konsumsi dan juga indek pertumbuhan ekonomi makro.

Pada perusahaan Publik, setiap awal tahun para direksi membuat laporan keuangan. Selalu mempunyai alasan yang kuat bila terjadi penurunan trend pendapatan dan lengkap dengan solusinya untuk meningkatkan pendapatan ditahun berikutnya. Solusi inilah yang dikampanyekan oleh para direksi agar pemegang saham Publik tetap percaya dan harga saham tetap tinggi. Ketika dipercaya oleh pemegang saham dan stake holder ( Kreditur dan otoritas) maka direksi akan melancarkan program investasi baru lewat right issue, penerbitan obligasi, REPO.. Keadaan ini akan terus berlangsung dan pada akhirnya direksi hanya berpikir bagaimana menarik dana dari publik dan stake holder. Tidak lagi memikirkan bagaimana kualitas neraca meningkatkan value asset real. Tidak lagi memikirkan bagaimana perusahaan mendatangkan laba untuk memberikan deviden real kepada pemegang saham. Sementara pemegang saham dapatkan gain dari ilusi yang dibangun dan menjualnya kepada pemegang saham baru.

Pemerintah dalam sistem demokrasi juga adalah skema Ponzy terbaik. Semua penguasa tadinya bicara kepada rakyat tentang segala hal yang menjanjikan tentang kemakmuran dan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan, perluasan lapangan kerja, penegakan hukum demi keadilan. Jargon nasionalisme dan pembelaan orang tertindas menjadi marcusuar untuk orang banyak percaya. Tapi setelah berkuasa, setiap akhir tahun mereka bicara tentang prestasi yang dicapai. Mirip cara ponzi, dengan mengangkat data yang ruwet sehingga orang malas berpikir itu benar atau salah. Yang pasti pemerintah hanya berpikir soal hari ini, bagaimana mendongkrak makro ekonomi untuk mudah dijarah. Tak lagi berpikir soal mikro ekonomi. Kelak, bila akhir masa pemerintahan, penguasa akan bicara tentang solusi dengan segudang kata kata magic world untuk berharap dipilih kembali. Kalau tidak kepilih maka penguasa berikutnya yang akan membayar lewat janji pula. Begitu seterusnya. Yang korban tetaplah rakyat bodoh yang percaya.

Masyarakat yang hidup dalam sistem demokrasi memang dikepung oleh sistem ponzy itu sendiri dengan berbagai institusi yang dilegitimate untuk membuat masyarakat pasrah menjadi korban penipuan. Baik perusahaan investasi, Perusahaan Publik, Pemerintah, semua hidup mewah dari hasrat orang banyak dan mengorbankan orang banyak. Bagaimanapun ini adalah tindakan kriminal dan amoral. Ini kejahatan yang berdiri diatas konsesus gerombolan kriminal yang berdasi dan berilmu. Yang beroperasi berdasarkan sistem yang terpadu dan legitimate. Mendobraknya akan menimbulkan efek sistemik.. Bila perlu orang ramai harus rela mem bail out ( APBN ) kesalahan sistem ini. Pak Harto jatuh, tapi Golkar tetap exist dan birokrasi tetap gagah dengan meluncurkan Oblgiasi Rekap membail out moneter yang salah urus, bahkan mantan birokrat bisa jadi peminpin dan anggota DPR. Padahal mereka tadinya ikut menikmati skema ponzi kekuasaan itu.

Hanya soal waktu sistem ini akan hancur. Sejarah akan mencatat itu. Asalkan ada kemauan dari masyarakat untuk berubah. Karena kejahatan seperti itu tidak datang dengan sendiri. Dia datang lewat proses panjang yang bersumber dari budaya sakit ditengah masyrakat. Budaya individualis, Budaya menang kalah, Budaya too good to be true, yang disebabkan oleh bangkrutnya spiritual ditengah masyarakat. Ini sudah menjadi wabah dunia dan menimbulkan paradox. Mengatasi ini harus melalui pendekatan perubahan mindset. Harus ada transformasi menjadi masyarakat madanin yang agamais. Ya masyarakat yang kuat, yang tahu melakukan koreksi secara sistematis dan sadar bahwa kejahatan terbesar bukanlah dilakukan oleh pelakunya, tetapi oleh kita yang mendiamkan kejahatan itu terjadi.

Thursday, January 6, 2011

Sistem hukum kita.

Teman saya yang pengacara punya pertanyaan dan biasanya kalau lawyer yang tanya pasti jawabannya tidak pasti benar juga tidak pasti salah.. Pertanyaannya “ Seorang masuk kerumah anda tengah malam lewat menjebol pintu. Dia memaksa anda untuk menyerahkan uang yang ada didalam brankas ( ingat ! ini bukan perampokan tapi pemaksaan/pemerasan). Anda menolak. Orang itu tetap maksa dan mulai mengancam. Kebetulan dirumah anda ada pestol yang dipinjamin teman. Anda masuk kamar dengan alasan untuk memberikan brangkas itu tapi sebetulnya anda mengambil pistol dan menembakannya kearah orang itu. Dua kali tembakan barulah mengenai orang itu. Orang itu meninggal. Anda melaporkan kepada polisi peristiwa itu dengan adanya mayat dirumah anda. Nah pertanyaannya adalah apakah anda bersalah ? Saya jawab, kalau dilihat dari cerita itu tentu saya tidak bersalah.Karena saya membela diri saya dari pemeras yang datang kerumah saya tanpa izin.

Lawyer itu hanya tersenyum mendengar jawaban saya yang begitu tegas dan rasional. Kemudian dia berkata “ Benar atau salah tergantung tuntutan jaksa. Kalau jaksa menuntut anda karena menghilangkan nyawa manusia maka saya bisa bela anda dengan mengatakan bahwa anda melakukan itu karena alasan membela diri. Alasan itu didukung oleh bukti dengan dua kali tembakan barulah mengenai korban. Dan anda bisa bebas. Tapi kalau jaksa menuntut anda menggunakan senjata tanpa izin maka saya tidak bisa membela anda. Hukumannya final, yaitu 15 tahun. Apapun alasan yang saya kemukakan tidak akan dijadikan dasar oleh sistem peradilan untuk anda bisa bebas. Demikianlah cerita dari lawyer itu. Kita bisa perhatikan dari cerita ini bahwa yang menentukan arah sidang itu adalah Jaksa ( pemerintah / penguasa). Pengacara maupun hakim hanyalah bekerja sesuai konteks Berita Acara Pidana ( BAP). Hakim tidak boleh keluar dari konteks BAP untuk menetapkan keadilan. Begitupula Pengacara tidak boleh keluar dari konteks BAP untuk membela tersangka.

Seperti cerita kasus Gayus. Walau pengacara bisa membuktikan Gayus menerima suap dari group Bakrie dan punya bukti bagaimana seluk beluk mafia pajak itu terjadi dikalangan pengusaha besar dan pejabat tinggi, namun itu tidak bisa dijadikan alasan untuk Gayus bebas atau berkurang hukumannya. Karena Jaksa tidak pernah atau tidak menjadikan Group Bakrie dan mafia pajak sebagai dasar tuntutannya dipengadilan. Jadi secara sistem , Hakim tidak dibenarkan menjadikan itu sebagai alat pertimbangan untuk meringankan Gayus atau membebaskan Gayus. Karena ini sistem demokrasi, syah syah saja kalau Pengacara mencoba mencari sensasi lewat pembelaannya dan menyampaikannya didepan publik. Namun tetap tidak akan merubah sistem yang ada. Mengapa Jaksa tidak menuntut Gayus sesuai maunya pengacara dimana Gayus terlibat menerima suap dan telibat dalam mafia pajak ?

Karena jaksa adalah penguasa ( pemerintah ) tentu setiap keputusan menentukan materi tuntutan , Jaksa harus memperhatikan situasi dan kondisi serta arah politik dari kehendak President. Bila tuntutan diarahkan kepada menerima suap dari wajib pajak yang terlibat mafia pajak maka efeknya sangat luas. Akan menggoncang stabilitas politik dan ekonomi. Bukan rahasia umum bahwa hampir semua perusahaan Besar baik itu asing maupun lokal terlibat praktek mafia pajak seperti modus operandi transfer pricing. Bukan hanya Bakrie yang akan terseret tapi ada barisan panjang dibelakang yang juga akan terseret ( konon katanya yang terindikasi kuat terlibat sebanyak 147 perusahaan ). Disamping itu, Gayus sendiri sebagai pihak yang ketangkap tangan akan mendapatkan keringanan hukuman dan mungkin bebas. Apalagi pengacaranya adalah Buyung Nasution yang sangat menguasai peta politik dinegeri ini. Inilah dilema bagi Jaksa. Menuntut yang besar belum tentu berhasil sementara yang kecil kemungkinan bisa lepas. Maka membatasi ruang lingkup tuntutan adalah pilihan situasional yang aman dan tentu mudah.

Apakah sistem hukum dinegeri ini sudah benar ? kita tidak tahu, ya namanya hukum buatan manusia yang di create berdasarkan kalkulasi elite politik tentu sarat dengan kepentingan kekuasaan. Inilah hebatnya sistem demokrasi yang memungkinkan terjadi konspirasi kolektif antara yang mengawasi hukum, pembuat hukum dan yang melaksanakan hukum. Tidak akan mungkin ada pertikaian diantara mereka untuk mencari kebenaran hakiki. Tidak akan ada dusta diantara mereka.. Mereka akan selalu bersama sama dalam sikap dan perbuatannya untuk menghadapi target yang sama , yaitu rakyat sebagai objek dari sistem kekuasaan. Tujuannya sudah jelas yaitu bagaimana sistem tetap dipertahankan dan kekuasaan adalah berkah untuk hidup senang didunia. Itu saja. Inilah ssistem penjajahan model baru ( neocolonialism) yang dilegimate oleh hukum dan Undang Undang. Welcome to neo-colonialism era.

Tuesday, January 4, 2011

Pragmatisme

Pada tahun 2008 ", the House Committee on Oversight and Government Reform AS bertanya kepada Alan Greenspan “ Apakah idiologi ( Pasar bebas ) mendorongnya untuk membuat keputusan “ Alan Grenspan menjawab “ Ya. Saya telah melihat ada kesalahan tapi saya tidak tahu sejauh mana besarnya kesalahan itu. Tapi saya sangat tertekan dengan kenyataan itu “ Dialogh dilakukan berkaitan dengan jatuhnya pasar keuangan Amerika akibat crisis mortgage. Benarlah kebijakan pasar keuangan AS dibuat berdasarkan dogma atau idiologi ekonomi pasar bebas. Yang sebelumnya pada tahun 2003, Alan Grenspan yang 18 tahun memimpin the FED sangat percaya akan dogma itu sebegaimana katanya “Apa yang kami temukan selama bertahun-tahun di pasar adalah bahwa derivatif telah menjadi kendaraan sangat berguna untuk transfer risiko dari mereka yang tidak boleh membawanya ke mereka yang bersedia dan mampu melakukannya.

Krisis global yang diawali jatuhnya ekononi AS dan kemudian diikuti oleh Jepang, Eropa, telah menggiring orang masuk pada era Fragmatisme Ekonomi. Orang tak lagi percaya dengan dogma atau idiologi tertentu dalam membuat kebijakan ekonomi. Dunia sudah berkembang begitu pesatnya. Sistem IT telah membuat jarak antar negara tak lagi significant untuk menggiring orang kedalam satu idiologi. Tak ada satupun negara yang bisa hidup dengan menutup dirinya lewat idiologinya tanpa dipengaruhi pihak luar. SBY berkata ” Saya suka pragmatisme ”. Sebagaimana kata Deng ketika awal mereform ekonomi China berkata ” saya tidak peduli kucing hitam atau kucing putih yang penting bisa menggenjot produksi dan rakyat tidak kelaparan. Atau seperti kata SBY, pragmatisme dengan prinsip. Pragmatisme yang bisa memberikan manfaat untuk semua.

Kapitalisem , sosialisme , Komunisme, bukan lagi sebagai jargon politik. Bukan lagi alat politik. Idiologi sudah menjadi bahan simbol seperti orang ingin menembak dalam perang tapi yang dibawa adalah pisau untuk memotong sayur. Ini tidak lagi relevan. Begitulah kiasannya. Kini era dimana azas manfaat laba diatas segala galanya. Kalau sosialisme menguntungkan modal untuk membangun perkebunan dengan pola PIR untuk membayar upah murah dan legal maka sosialisme itu lebih baik dibanding kapitalisme tapi tak baik bila sosialisme memaksa bank membiayai sektor pertanian dan UKM kecuali para konglomerasi. Bank berlabelkan islam lebih baik bila itu cara mudah pooling fund tanpa harus pusing dibebani Reserve Requirement dan Capital Adequatie Ratio. Kapitalisme lebih baik bila semua BUMN tak lagi rugi dan memaksa semua rakyat harus membayar dengan harga mahal. Kapitalisme baik bila sumber daya alam mengundang modal dan tekhnologi asing untuk mendatangkan pajak bagi negara.

Ya pragmatisme idiologi merupakan dogma akhir zaman , era setelah dunia lelah menghadapi perang, resesi , depresi, global warming. Tak ada lagi kiblat sesungguhnya. Sebuah koreksi yang menjelma menjadi abu abui. Semua bisa saja baik, hitam maupun putih. Dunia sekular memang kaya akan plurarisme. Agama apapun baik, selagi tidak bicara halal dan haram. Idiologi apapun baik selagi menghormati pemodal, selagi orang kaya tetap kaya dan yang miskin tak perlu marah, selagi penguasa tetap nyaman dengan kekuasaan dan keculasannya, selagi pasar tetap menyerap produksi dengan harga melangit, selagi orang ramai aman untuk bicara walau tak perlu didengar dan diperhatikan, selagi orang senang menonton walau harus membayar TV cable. Ini semua tak lain akibat idiologi tak bermakna idiologi. Semua teraktualkan sebagai sebuah tesis dari filsuf prustrasi karena situasional zaman. Dan itupun dengan mudah dikoreksi oleh zaman.

Sejarah kini mencatat betapa ekonomi sekular penuh dengan idiologi kalkulasi dan berakhir dengan kalkulasi pula. Mengapa tak berkiblat kepada ekonomi yang disyariatkan oleh Islam. Sebuah tesis ekonomi , sosial , budaya dan politik yang tidak lahir dari ruang kalkulasi tapi lahir dari firman Allah , sang maha pencipta dan berkuasa dari segala penguasa. Tentu pasti benar dan pasti mendatangkan kedamainan serta pelindungan prima dari sang pencipta. Allah mengajarkan kepada manusia tentang hakikat untuk saling berbagi dan ikhlas berbuat tanpa kalkulasi apapun. Alangkah indahnya bila pragmatisme ekonomi berdasarkan prinsip .Pragmatisme yang sesuai dengan Al Quran dan hadith. What do you think, Pak BeYe ?

Saturday, January 1, 2011

Tragedi

Inggeris memang cerdas ketika angkat kaki dari Nigeria, Inggeris memaksakan sistem negara Federal untuk Nigeria yang merdeka. Para elitenya menerima dengan suka cita sistem ini, dan tentu peluang untuk menjadi penguasa. Tapi , tanpa disadari oleh rakyat Nigeria bahwa sistem federal itu bagaikan bomb waktu yang hanya soal waktu akan meledak. Benarlah, setelah inggeris hengkang dari Nigeria, komplik antar suku terjadi. Bagaimana tidak ? Nigeria mempunya 250 etnis dengan tiga besar etnis yang mendominasi , yaitu aitu Igbo dari Timur, Yoruba dari Barat dan Hausa-Fulani di utara. Selama 29 tahun setelah kemerdekaan, Pemerintahan Nigeria jatuh bangun dari satu junta Militer ke junta militer lainnya. Bahkan sejak tahun 1967 sampai tahun 1970 terjadi perang saudara Biafra yang mengakibatkan 2 juta orang kelaparan. Tidak ada stabilitas karena sulitnya bersatu.

Karenanya ketika terjadi perpindahan kekuasaan dari militer ke Sipil pada 20 mei 1999, ada harapan besar dari masyarakat akan lahirnya perubahan. Namun sampai kini tidak terjadi perubahan significant ditengah rakyat Nigeria. Infrastruktur ekonomi tidak terbangun dengan layak. Walau negeri ini dikenal sebagai penghasil minyak nomor 7 didunia namun power supply sangat terbatas. Orang kaya yang tinggal dikomplek perumahan mewah lebih memilih menyediakan Genset. Air bersih tidak tersedia secara layak dan orang kaya membor tanah untuk keperluan air minumnya. Soal angkutan umum sangat buruk. Orang kaya membangun rumah sakit international tapi orang miskin tak mampu membayar layanan kesehatan yang disediakan pemerintah walau dengan harga murah. Jurang antara orang kaya dan miskin menganga lebar. Hampir semua rumah orang kaya mempunyai layanan keamanan pribadi ( Satpam ). Yang pasti perkembangan demokrasi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata selama sepuluh tahun terakhir justru menciptakan kemiskinan dan kekecewaan. Jangan kaget bila kini mulai bangkit hasrat sebagian rakyat untuk kembali kepada sistem junta militer.

Sistem demokrasi memang berhasil jalan namun juga berhasil menciptakan kantong kantong kekuasaan dalam sharing power yang sistematis. Yang menyedihkan adalah sharing power ini telah menjelma menjadi grombolan konpirasi para elite politik dan pihak Asing. Sebagian rakyat Nigeria percaya bahwa dibalik tingginya angka pertumbuhan ekonomi paska junta militer, juga terdapat tingginya angka korupsi dikalangan penguasa sipil. Dapat dibayangkan negeri yang kaya sumber daya migasnya namun 70 % rakyatnya hanya berpenghasilan N140 ata kurang dari USD 1 per hari. Walau Nigeria mengekspor minyak 2,1 juta barel perhari namun negeri ini sampai sekarang masih mengimpor bahan bakar minyak untuk konsumsi dalam negeri.Karena negara tidak punya rencana untuk membangun down stream migas dan industrialiasi untuk menggantikan minyak sebagai tulang punggung income negara.

Apa yang dialami oleh Nigeria juga berlaku seperti negara lain yang kaya akan sumber daya alamnya. Sistem negara memang sengaja di create lemah agar asing dengan mudah mengontrol negera itu. Asing kini berpesta di tengah euphoria demokrasi di Nigeria. Semua minyak di produksi melalui perusahaan patung dengan pihak asing seperti Shell Oil dan pemerintah ( SPDC / Shell Petroleum Development Company Nigeria Limited ) Shell Nigeria menyumbang lima puluh persen dari total produksi minyak Nigeria. Perusahaan ini memiliki lebih dari 100 ladang minyak, dan jaringan lebih dari 6.000 kilometer pipa, berjalan melalui 87 stasiun aliran. Hampir semua layanan publik di privatisasi ke pihak asing yang menjadikan rakyat sebagai konsumen untuk membayar. Dari itu semua geliat pembangunan nampak dipermukaan namun tidak bisa menutupi fakta kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan miskin semakin lebar.

Seorang teman yang pernah berkunjung ke Nigeria berkata kepada saya ” Kalau ingin melihat tragedi militer maka Nigeria adalah contohnya. Kalau mau lihat tragedi demokrasi maka Nigeria adalah contohnya. Keduanya berbeda dalam sistem namun mindset elitenya tak berubah. Naluri korup ada dalam sistem apapun di Nigeria. Atau ada istilah Srigala memang punya naluri untuk memangsa dan berteman dengan pemangsa pula. Sayang , rakyat Nigeria tidak menyadari ini. Padahal mayoritas rakyat Nigeria adalah muslim. Mereka sudah ada Al quran dan Hadith untuk dasar mereka bersatu dan berubah lahir batin. Tapi mereka lupa dan lebih memilih sistem sekular yang hanya melahirkan srigala untuk memangsa mereka.