Setiap hari kita menonton berita tivi yang sangat menakutkan. Setiap hari kita baca berita koran yang membuat kita miris. Tidak ada berita yang baik untuk menentramkan. Kita hanya tahu bahwa setiap hari masalah kebobrokan mental aparat, mental budaya masyarakat yang garang, konsumtif, individualisme , premanisme menghiasi berita dimedia massa. Apakah begini potret sesungguhnya keadaan negeri ini. Apakah tidak ada berita positiv yang patut juga jadi buah bibir kita. Saya bertanya sendiri, apakah memang bad news is good news ? Apakah kita patut pesimis dengan masa depan bangsa ini ? Dari seorang teman saya mendapatkan sedikit pencerahan bahwa semakin banyak berita buruk semakin banyak peluang kebaikan masa depan kita. Karena yang sulit dilakukan dinegara modern adalah mengungkapkan keburukan. Dan kita mampu untuk itu.
Saya sempat terkejut dengan ungkapan teman itu. Benar adanya. Karena China boleh besar tapi tak ada berita soal pejabat negara dan institusi diejek dipermalukan lewat media massa. Kalaupun ada, tak pernah menjadi buah bibir seperti di Indonesia. AS boleh besar tapi tak ada berita mempermalukan FED dan SEC yang gagal mengendalikan pasar uang. Tak ada yang meminta Menteri Keuangannya mundur. Tak ada yang mau inpeachmen President. Tidak ada yang menyimbolkan pemimpinnya seperti kebo. Tak ada Wagubnya lari karena dikejar massa yang masuk kedalam gedung wali kota. Tak ada aparat Polisi dan Satpol yang mati dibunuh massa. Tak ada Tapi Indonesia itu semua ada. Karena begitulah proses untuk lahirnya bangsa besar yang bertahun tahun hidup dalam kungkungan primodial, sektarian. Walau kita menyebut reformasi yang gradual tapi kita sedang melakukan sebuah revolusi besar.
Ya sebuah revolusi kearah perbaikan menyeluruh yang prosesnhya kadang memanas dan selalu saja ada cara untuk mendinginkan kembali. Begitu seterusnya sampai kita berada pada titik keseimbangan antara rakyat dan penguasa. AS butuh waktu ratusan tahun untuk mencapai keseimbangan itu. Eropa juga sama. China butuh revolusi kebudayaan untuk lahirnya keseimbangan. Dalam proses perbaikan itu Eropa, AS mengalami perang silih berganti. Mengalami depresi berkali kali. China mengalami kemunduran akibat perang saudara dan korban manusia puluhan juta. Afrika sampai kini tak kunjung mencapai perubahan dengan korban kudeta kekuasaan tak terbilang. Tapi kita menikmati perubahan ini sambil nonton TV, baca koran dan nongkrong di cafe. Masih bisa khusu solat dan masih bisa jalan jalan dihari libur. Ekonomi tetap tumbuh positif dan bahkan terbaik didunia ketika krisis global terjadi.
Proses perubahan yang kita tempuh adalah melalui rasa malu. Berita dari media massa menimbulkan trauma menakutkan bagi penguasa. Karena media massa, pejabat Dirjen pajak berserta keluarganya ditampar perasaan malu tak terbilang. Harta korup mereka telah menyiksa mereka ketika berhadapan dengan supir angkot yang ugal ugalan dijalan. Malu bertatap muka dengan tetangganya yang miskin tanpa korup. Petugas Polisi, Hakim, Jaksa merasa tak layak menyebut diri sebagai pelayan masyarakat bila setiap hari berita buruk tentang mereka selalu menghias berita media massa. Ya, Media massa berperan besar untuk lahirnya perubahan ini. Merekalah pahlawan digaris depan lahirnya perubahan dinegeri ini. Mereka yang menghujamkan rasa malu itu bagaikan pisau tajam menyayat harga diri para pejabat brengsek itu dan kita menonton itu semua untuk lahirnya perubahan.
Fund manager yang saya kenal di Hong Kong mengatakan ”awalnya dunia ragu ketika indonesia masuk dalam putaran kencang angin perubahan. Para investor bersikap wait and see. Tapi setelah sepuluh tahun lebih proses terjadi, kita tidak perlu ragu lagi. Bayangan buruk tidak terjadi. Its time to action. Bagaimanapun
Namun bagaimanapun, mampukah kita menarik manfaat besar dari perubahan itu untuk kepentingan bangsa dan negara. Mampukah kita menjadi tuan dinegeri sendiri. Mampukah kita mengaktualkan keadilan dibidang ekonomi dan sosial kepada seluruh lapiran masyarakat. Apabila perubahan tidak mengarah kesana maka benar benar kita hanya jadi penonton sebuah revolusi besar yang sedang terjadi. Ya, hanya jadi penonton dari sebuah design perubahan cara cara demokrasi. Nah , kita butuh terus bergerak dan berubah mengawal ini semua.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.