Ada yang baik untuk ditiru dari AS soal penegakan hukum. Yaitu hukum tentang Partiot Act.Hukum ini ditujukan untuk menghalangi lintas uang dari hasil kejahatan dalam arti luas, termasuk korupsi. UU ini berkata tegas tentang hak penguasa ( pemerintah ) melalui bank centralnya untuk memblock setiap aliran dana yang dicurigai berasal dari kejahatan. Bank memang adalah gerbang dan sekaligus jalan toll untuk berpindahnya dana dari satu tempat ketempat lain. Juga jalur aman untuk mengalihkan kepemilikan hukum atas uang namun tetap dibawah kendali dari pemilik sebenarnya.
UU Patriot Act ini juga dipaksakan untuk diadobsi oleh seluruh negara yang menjadikan mata uang dollar sebagai cadangan devisanya. Termasuk Indonesia. Itu juga dasar dibentuknya PPATK. Walau sebetulnya UU ini lahir akibat adanya ledakan gedung kembar di NY yang diyakini akibat ulah teroris dan UU dibuat untuk menangkal aliran dan sindikat teroris namun cakupan hukumnya menjadi luas termasuk tindak pidana korupsi. UU Partiot Act sebagai master law untuk lahirnya UU tentang pencucian uang( Money Loudry . Yang unik dan tentu juga dahsyat sebagai cara penangkal pelaku korupsi adalah adanya ketentuan dari Bank untuk melakukan judgement atas suatu transaksi perbankan yang dikatagorikan “suspect”. Protokol untuk ini adalah KYC ( knowing your customer).
Adanya ketentuan KYC sebagai protokol judgement untuk “suspect “maka sebetulnya perbankan ( bank central) adalah lembaga yang paling purity untuk sebagai gerbang keadilan. Maklum saja tidak ada satupun uang hasil korupsi yang tak disetor ke bank. Walau hasil korupsi itu didapat dalam bentuk hard cash namun pada akhirnya tetap saja akan disetor ke bank. Pihak pelaku dapat saja menggunakan nama orang lain atau keluarganya atau perusahaan atau apa saja tapi dengan ketentuan KYC maka bank akan dengan sangat cepat mengetahui penempatan dana itu “suspect “ atau tidak “
Pihak bank (bank central ) dapat melaporkan setiap nasabah yang di “suspect” kepada otoritas ( PPATK atau Financial intelligent Service) untuk dilakukan tindakan pencekalan lewat ketentuan blockir dana. Nah, pada tahap inilah nasabah masuk dalam ketentuan hukum tentang “Pembuktian terbalik.”. Dana nasabah akan dilepas dari kondisi block menjadi unblock apabila dia sendiri dapat membuktikan bahwa asal usul dana tersebut clean and clear dari segala tindak pidana kejahatan. Inilah hebatnya hukum ini yang tidak tidak ditemukan dalam system hukum anglo saxon maupun eropa continental apalagi system hukum Indonesia. Tapi menjadi ada karena tekanan AS untuk membasmi sindikat teroris.
Adanya aliran dana sebesar Rp. 11 triliun yang dilakukan oleh Pejabat Bank Century keluar negeri dan juga ada ratusan Certificate doposito asli tapi palsu karena memakai nama orang lain tapi kepemilikan ( billyet deposito ) dipegang oleh pemilik sebenarnya adalah bentuk dari kejahatan sistematis. Pejabat otoritas ( PPATK ) tidak bekerja dengan efektif mengawasi transaksi yang mencurigakan karena system pengawasan perbankan oleh BI mandul karena moral yang brengsek. Itu juga satu bukti alasan mengapa hakim tidak bisa menerima tuntutan jaksa yang menginginkan agar dana bank century ( Robert Tantular ) yang ada di luar negeri ditarik ke Indonesia.
Seharusnya kini BI mau melaporan seluruh aliran dana bank century dengan berbagai skema transaksi kepada PPATK agar dapat dilakukan tindakan hukum menguasai dana yang dilarikan keluar negeri itu lewat pengadilan. Tapi , apakah ini mungkin ? Karena kalau ini dilakukan maka bukan tidak mungkin financial intelligent service yang tergabung dalam Partriot Act diseluruh dunia akan mem block dana yang berasal dari Bank Century dan bukan tidak mungkin link money itu berujung kepada pihak “tertentu “ dan Robert Tantular hanyalah kambing hitam saja. Entahlah...
UU Patriot Act ini juga dipaksakan untuk diadobsi oleh seluruh negara yang menjadikan mata uang dollar sebagai cadangan devisanya. Termasuk Indonesia. Itu juga dasar dibentuknya PPATK. Walau sebetulnya UU ini lahir akibat adanya ledakan gedung kembar di NY yang diyakini akibat ulah teroris dan UU dibuat untuk menangkal aliran dan sindikat teroris namun cakupan hukumnya menjadi luas termasuk tindak pidana korupsi. UU Partiot Act sebagai master law untuk lahirnya UU tentang pencucian uang( Money Loudry . Yang unik dan tentu juga dahsyat sebagai cara penangkal pelaku korupsi adalah adanya ketentuan dari Bank untuk melakukan judgement atas suatu transaksi perbankan yang dikatagorikan “suspect”. Protokol untuk ini adalah KYC ( knowing your customer).
Adanya ketentuan KYC sebagai protokol judgement untuk “suspect “maka sebetulnya perbankan ( bank central) adalah lembaga yang paling purity untuk sebagai gerbang keadilan. Maklum saja tidak ada satupun uang hasil korupsi yang tak disetor ke bank. Walau hasil korupsi itu didapat dalam bentuk hard cash namun pada akhirnya tetap saja akan disetor ke bank. Pihak pelaku dapat saja menggunakan nama orang lain atau keluarganya atau perusahaan atau apa saja tapi dengan ketentuan KYC maka bank akan dengan sangat cepat mengetahui penempatan dana itu “suspect “ atau tidak “
Pihak bank (bank central ) dapat melaporkan setiap nasabah yang di “suspect” kepada otoritas ( PPATK atau Financial intelligent Service) untuk dilakukan tindakan pencekalan lewat ketentuan blockir dana. Nah, pada tahap inilah nasabah masuk dalam ketentuan hukum tentang “Pembuktian terbalik.”. Dana nasabah akan dilepas dari kondisi block menjadi unblock apabila dia sendiri dapat membuktikan bahwa asal usul dana tersebut clean and clear dari segala tindak pidana kejahatan. Inilah hebatnya hukum ini yang tidak tidak ditemukan dalam system hukum anglo saxon maupun eropa continental apalagi system hukum Indonesia. Tapi menjadi ada karena tekanan AS untuk membasmi sindikat teroris.
Adanya aliran dana sebesar Rp. 11 triliun yang dilakukan oleh Pejabat Bank Century keluar negeri dan juga ada ratusan Certificate doposito asli tapi palsu karena memakai nama orang lain tapi kepemilikan ( billyet deposito ) dipegang oleh pemilik sebenarnya adalah bentuk dari kejahatan sistematis. Pejabat otoritas ( PPATK ) tidak bekerja dengan efektif mengawasi transaksi yang mencurigakan karena system pengawasan perbankan oleh BI mandul karena moral yang brengsek. Itu juga satu bukti alasan mengapa hakim tidak bisa menerima tuntutan jaksa yang menginginkan agar dana bank century ( Robert Tantular ) yang ada di luar negeri ditarik ke Indonesia.
Seharusnya kini BI mau melaporan seluruh aliran dana bank century dengan berbagai skema transaksi kepada PPATK agar dapat dilakukan tindakan hukum menguasai dana yang dilarikan keluar negeri itu lewat pengadilan. Tapi , apakah ini mungkin ? Karena kalau ini dilakukan maka bukan tidak mungkin financial intelligent service yang tergabung dalam Partriot Act diseluruh dunia akan mem block dana yang berasal dari Bank Century dan bukan tidak mungkin link money itu berujung kepada pihak “tertentu “ dan Robert Tantular hanyalah kambing hitam saja. Entahlah...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.