Monday, April 6, 2009

Birokrasi dan pemerintah ?

Apa yang anda ketahui tentang pemerintah ? bagi saya dulu ketika kecil tinggal di kota kecil , pemerintah adalah mereka yang berseragam dengan rambut tersisir rapi dengan dilapisi minyak tanco. Mereka pergi kerja dengan muka senyum penuh kebanggan bahwa mereka adalah segelintir orang yang patut dihormati. Ketika kita melongok kedalam kantornya , melihatnya bekerja , maka tak ada kesibukan sesungguhnya seperti kantor ekspedisi atau redaksi yang harus mengejar waktu. Pemerintah , juga mereka yang saya pahami sebagai aparat pemerintah adalah orang yang memiliki waktu dan tak peduli soal waktu. Bagi mereka waktu selalu ada menemani mereka, dan hari esok bukanlah hal yang harus dipikirkan kecuali pension.

Pemerintah, adalah sekelompok orang yang doyan upacara. Apapun diupacarakan. Naik pangkat, ganti jabatan, peletakan batu pertama proyek, peresmian proyek, dan berbagai acara simbolis kenegaraan yang selalu dikekalkan sebagai agenda yang tak boleh dilewatkan. Ketika kita perlu urusan dengan pemerintah maka kita akan dihadapkan oleh berbagai procedure dan isi formulir yang begitu banyak. Tak ada tanya jawab tentang solusi bila kita ada masalah. Take it or leave it. Kemudian kita harus menunggu sebuah keputusan. Soal tunggu ini , bukan siapa yang memutuskan. Bukan siapa yang memahami aturan itu , tapi siapa yang mendapatkan manfaat dari urusan itu. Mereka percaya bahwa kualitas tak penting kecuali loyalitas kepada siapa diatasnya. Loyalitas itu hanya ada bila setiap urusan yang dibawanya melampirkan suap atau komisi.

Saya sering bertanya apakah jabatan mulia yang bernama abdi negera tidak cukup untuk sebuah profesi. Ini tak akan dipahami oleh mereka, kecuali mereka ikhlas digaji alakadarnya dengan seragam yang melekat. Profesi ini akan selalu aman dari segala masalah selagi pandai “membawa diri”. Diantara mereka tentu ada kompetisi yang melekat dalam system birokrasi gaya kolonialisme. Tak akan nampak kompetisi untuk lahirnya prestasi cemerlang melayani tanpa lelah. Bila masalah datang mereka berlindung dari birokrasi untuk berkelit dan bila manfaat datang merekapun menggunakan birokrasi untuk mendapatkannya. Mereka memerintah dan memutuskan. Tak terdengar istilah pelayan rakyat atau public sevice.

Ketika bendungan Situ sudah mulai retak, public meminta agar diperbaiki. Pemerintah mendengar namun lagi lagi tak ada manfaat karena anggaran tak cukup tersedia. Maka ya ng retak dikatan layak. Ketika Situ jebol dan rakyat menjadi korban, mati sia sia. Rakyat marah dan menangis. Mengumpat dimedia massa. Mereka menjawab semua pertanyaan. Ada sejuta alasan yang sulit dipahami , kemudian terdengar begitu banyak cara untuk mengatasi dan memperbaiki kedepan asalkan ada anggaran. Benarlah, anggaran tersedia, akhirnya kita mendengar Situ yang rusak begitu banyak yang harus segera diperbaiki. Masalah datang , kematian sia sia menjadi berita politik, “manfaat” pun datang seiring anggaran turun. Dari sebuah bencana berkah selalu hadir untuk membuat aparat tersenyum.

Pemerintah itu pelan. Kita yang tak sabar akan bermimpi tentang revolusi. Seakan akan revolusi bukanlah politik yang ditempuh dengan cara lain. Tentu, revolusi bisa meletus, tapi setiap revolusi adalah sebuah pernyataan yang tak acuh kepada sang waktu. Kita tahu sejak era Soekarno, Era Orde Baru, Era Reformasi, lebih dari setengah abad negeri ini merdeka, masalah pemerintah yang brengsek belum juga selesai dibenahi. Birokrasi itu pelan. Jalan siput yang berliku liku, proses yang menimbulkan sejuta tanya, bila ini akan berakhir ? Dewasa ini , kita mengakui bahwa akhir itu tak ada ujungnya kecuali bila langit runtuh. Birokrasi adalah kebutuhan untuk menjaga stabilitas kekuasaan dari sebuah negeri. Pahamkan.

Kita bisa saja bertanya dimana gerangan ada komunikasi interaksi dan efektif dari proses birokrasi? Atau kitapun putus asa. Pemerihtah, bagi kita sering nampak sebagai sebuah keasyikan yang sia sia menghabiskan uang pajak rakyat dengan culas. Siapa saja yang ingin menegakan moralis akan mengambil langkah surut dari dunia pemerintah atau harus siap dibilang gila. Karena dunia ini tak pernah sepenuhnya bersih dan murni. Hal yang otentik, yang tulus dan benar tak akan dapat berlangsung digedung megah pemerintah, ketika aparat pemerintah bertemu dengan rakyat yang memelas memohon. Semua pamrih, walau karena itu aparat sadar akhir dari memelasnya rakyat itu adalah kematian yang sia sia…

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.