Tuesday, September 9, 2008

Subpreme case

Setelah menanti lebih dari setahun akhirnya ( walau terlambat ) pemerintah AS melalui US Treasury terpaksa untuk melakukan bailout atas kerugian dari Fannie Mae and Freddie Mac. Langkah ini dilakukan guna menghentikan krisis kepercayaan yang melanda Fannie and Freddie akibat kerugian sebesar USD14,9 triliun atau setara dengan 140 kali jumlah APBN-RI tahun 2008 atau dua pertiga jumlah APBN AS yang berjumlah USD 19 Triliun. Jumlah yang sangat fantatis bila dibandingkan total hutang dunia ketiga yang tidak lebih dari USD 1 triliun tapi tak pernah kunjung mendapatkan bailout. Selama krisis ini telah mengakibatkan 11 bank local di AS ditutup , dimana yang terakhir adalah Silver State Bank yang bermarkas di Nevada. Pengaruh dipasar sangat significant atas rencana bailout ini, dimana Dollar menguat terhadap berbagai mata uang utama dunia, juga pasar modal kembali bergairah.

Kasus subpreme ini sebetulnya terjadi karena ulah system pasar uang AS yang malas memompa kredit kesektor riel dan lebih suka membiayai sector konsumsi. Variasi produk pinjaman yang ditujukan kepada konsumen kredit perumahan ( subpreme) yang tingkat creditworthy nya rendah telah mengabaikan prinsip perbankan yang sehat, demi mendapatkan yield tinggi. Pemberi pinjaman subreme ini biasanya adalah makelar ( Mortgage company) yang didukung oleh perbankan. Pihak perbankan akan merestruktur surat hutang tersebut untuk mendapatkan refinancing kredit di wall street melalui Bank bank investasi seperti Goldman Sachs (GS.N), Lehman Brothers (LEH.N), dan Stanley (MS.N), HSBC . Kemudian , bank investasi ini menjual kredit tersebut sebagai sekuritas berbasis hipotek dan kewajiban hutang yang dijamin (collateralized debt obligations, CDOs ). CDOs merupakan campuran antara surat hutang (bond) dan sekuritas berbasis hipotek dan juga pinjaman kredit perumahan.

Penerbitan CDO harus mendapatkan dukungan dari lembaga Pemberi nilai kredit (credit rating agency) yang bertugas menentukan kualitas dari CDOs. Agar mendapatkan nilai ( rating ) yang lebih baik, biasanya CDOs di pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil nominalnya. CDOs inilah yang akan dijual melalui global Money market. Pembeli utama ( investor ) CDOs adalah lembaga keuangan ( bank, perusahaan asuransi, dana pension ) di Singapore, Hong Kong, India, Eropa, Australia. Para investor sangat menyukai CDO karena yield bisa sampai setinggi 20 % dan jauh diatas surat hutang (bond) padaumumnya dengan nilai kredit (credit rating) yang sama.

Jadi secara system , pasar financial AS memang di design sangat liquid dan menjangkau pasar uang diseluh dunia yang menjadikan dollar AS sebagai cadangan devisa. Namun system yang liquid menimbulkan over confident seakan unlimted financial resource sehingga mengabaikan asas moral dan kepatutan serta hukum dasar ekonomi tentang supply and demand. Korban akibat subpreme ini dialami oleh Lehman sebesar USD2,8 miliar, Barclays melaporkan pada 15 Mei lalu telah kehilangan 1 miliar asetnya di kuartal pertama, dan Menurut IMF, perbankan global mengalami kerugian yaitu sekitar US$440 miliar-US$510 miliar. Jika digabungkan dengan produk derivatif lainnya yang diterbitkan di AS terkait dengan real estat komersial, pasar kredit konsumer, dan korporasi, maka kerugiannya berakumulasi hingga mencapai US$945 miliar ( bandingkan dengan kasus BLBI sebesar USD 100 Miliar )

Apa yang bisa dipetik pelajaran dari kasus subpreme ini ? Pertama, maraknya dorongan investor untuk menjadikan sector financial market sebagai resource mendapatkan yield dan mengurangi peran sector produksi ( riel ) yang beresiko. Kedua , kelalaian otoritas moneter sehingga terjadi insentif distortif instrumen investasi yang tidak dibarengi akuntabilitas. Ketiga, otoritas moneter tidak melihat situasi pasar sebagai suatu ancaman bila tidak terjadi keseimbagan , artinya bank-bank sentral harus lebih tegas menghadapi terjadinya moral hazard di pasar. Kempat, Seharusnya alokasi risiko (seperti dalam transaksi derivatif) tidak boleh diartikan sebagai eliminasi risiko atau risiko menjadi nol. karena model matematis yang kompleks seperti dipakai dalam transaksi derivatif pun bisa gagal atau menipu. Kelima, pentingnya penilaian terhadap risiko yang sebenarnya dari sekuritas. Dan yang terakhir adalah pentingnya analisa terhadap sejarah/track record kredit para debitor atau asas bisnis perbankan yang sehat ( risk management complient)

Tapi apakah AS dan system kapitalis dapat menerima kasus subpreme ini sebagai suatu kenyataan yang harus dikoreksi ? Keliatannya anggapan yang menyebutkan bahwa tidak ada kapitalisme tanpa kerugian atau tidak ada agama tanpa pendosa, akan sulit mengharapkan koreksi itu kearah pasar uang global yang berkeadilan dan berorientasi kepada dukungan sector riel bagi pembangunan negara negara miskin. Yang pasti bailout ini akan menggairahkan pasar uang kembali karena pemerintah AS perlu menerbitkan T-bill dalam jumlah besar untuk membayar bail out ini. Akhirnya kondisi likuiditas global untuk sector riel akan semakin sulit dan orang kaya akan mendapatkan peluang lagi memupuk kekayaan lewat system moneter yang culas

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.