Sosialisasi Municipal Bond telah dilaksanakan tahun lalu. Namun belum banyak PEMDA ynag memahami Municipal Bond ini atau juga mungkin mereka terjerat oleh kondisi yang menyulitkan dari aturan yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Walau berdasarkan aturannya tetap saja Pemerintah Pusat tidak bertanggung jawab penuh dari segala resiko default atas Municipal Bond ini. Satu bukti lagi bahwa rezim ini sangat tak adil menerapkan otonomi daerah. Tapi , biarlah ini berjalan dengan sendirinya. Proses selanjutnya adalah PEMDA dihadapkan oleh keterbatasan dana pembangunan infrastructure ekonomi daerah. Karena sebagian besar dana APBD habis untuk belanja rutin. Hanya menyisakan tidak lebih 20% untuk pembangunan. Lantas bagaimana mengatasi keterbatas budget ini. ? Itulah yang harus disikapi secara creative oleh PEMDA.
Dari ketentuan mengenail Municipal Bond ini , maka yang mungkin layak dan flexible untuk dilakukan pemda adalah menerbitkan Revenue Bond yang dikeluarkan oleh BUMD (khusus dibidang investmen and development). Secara kelembagaan BUMD adalah perseroan yang bebas berbuat sebagaimana UU perseroan. Artinya dia tidak harus mengikuti ketentuan dari Pemerintah Pusat tentang Municipal Bond. Namun dia tetap bagian dari PEMDA , yang tentu juga tak terpisahkan dari asset negara. Revenue Bond ini diterbitkan tentu berdasarkan revenue, sesuai dengan namannya. Artinya jaminan pembayaran dari bond tersebut bersumber dari revenue project itu sendiri. Nah proyek apakah itu ? Tentu proyek yang berhubungan dengan captive market , yang sesuai dengan peran pemda sebagai public service provider. Diantaranya adalah project air bersih, pembangkit listrik dibawah 20 MW, Pasar Rakyat, Kawasan Bonded, Pelabuhan khusus, Pusat Gudang stockis hasil pertanian, jalan toll khusus kepusat penambangan /perkebunan, dan lainnya.
Hanya masalahnya adalah bagaiman project dapat menerbitkan Revenue Bond sementara projectnya sendiri belum beroperasi? Apakah ada investor yang bersedia membeli revenue bond tersebut. Ini bukan masalah apabila PEMDA bersedia membuka diri dan mengorganisir raising fund ini secara professional. Caranya adalah Revenue Bond ini harus didukung Info Memo ( Investment exposure ) oleh Asset Management / Securities Company . Berdasarkan Info Memo tersebut maka scheme financing dicreate melalui in kind loan ( penyerahan barang ). Artinya BUMD tidak menerima dana dari hasil penjualan bond tapi menerima project jadi. Dana dari revenue bond tersebut diserahkan kepada EPC ( engineering , procurement, contracting ). EPC inilah yang bertanggung jawab kepada team raising fund untuk menyerahkan project kepada BUMD.
Sekarang bagaimanakah caranya untuk mendapatkan pembeli Bond tersebut. Bukankah tidak mudah mendapatkan investor, apalagi sekarang banyak sekali product investasi yang ada dipasar. Apakah mungkin Revenue bond ini menarik. Saya dapat menjawab secara sederhana, yaitu semakin luas produk investasi maka semakin luas dan beragam pula jenis investor didunia ini. Artinya selalu ada pasar untuk setiap produk investasi selagi kita mampu melakukan financial engineering secara professional. Salah satunya adalah melalui financing scheme Credit Linked Notes. Skema ini melibatkan tiga pihak. Pihak Pertama adalah Investor / pembeli Bond, Pihak kedua , undertaker , ketiga BUMD itu sendiri yang diwakili oleh Asset Management /Sekurties company. Urutan teknisnya adalah BUMD melalui securities company membentuk SPC ( special propose company ) diwilayah offshore ( seperti BVI, Cayman Island etc). SPC inilah yang akan menerbitkan MTN ( medium Term Notes ) dengan underlying transaction Revenue Bond BUMD. Kemudian , MTN ini akan diprotect resikonya oleh pihak undertaker sebagai provider SWAP MTN Triplle A. Kemudian, investor ( limited offering ) membeli MTN ini dan dananya di transfer kepada securities company yang bertindak sebagai agent dari BUMD untuk diteruskan kepada EPC. Pihak provider MTN triple A rated mendapatkan jaminan dalam contract REPO yang dibuat oleh SPC dan Investor.
Dalam proses tersebut, pihak BUMD memang harus menanggung cost of fund untuk membayar redemption cost kepada prihak provider dan juga coupon kepada pihak investor setiap tiga bulan sekali. Tapi ini tidak perlu kawatir. Karena harus dicatat bahwa peran BUMD hanyalah sebagai provider bukan sebagai owner. Artinya , pada saat penerbitan revenue bond itu ,juga dilakukan offering project kepada limited investor atau refinancing melalui lembaga perbankan dalam negeri atau penerbitan obligasi umum. Dengan satu kondisi hal tersebut dilaksanakan apabila project sudah selesai dibangun. Saya yakin akan banyak peminat yang bersedia membeli project tersebut. Alasanya adalah karena project sudah jadi ( settle down ) dan investor tidak dipusingkan lagi dengan market dan perizinan,lahan. Tinggal BUMD tersebut menentukan selective buyer yang sesuai dengan misi pemda sebagai pencipta keseimbangan. Kondisi ini tentu memudahkan BUMD untuk menetapkan Term of reference kepada calon EPC untuk menanggung cost of fund.
Setelah project selesai,dibangun maka pihak BUMD melalui securities company menyelesaikan tahap repo atas SWAP Bond tersebut, yaitu dengan menjual project tersebut kepada investor dalam negeri. Tentu penjualan project ini akan “bernilai". Harganya tentu diatas nominal pembangunan project. Hasil penjualan /refinancing digunakan untuk me REPO bond dan sisanya adalah yield sebagai pemasukan BUMD. Selanjutnya project dikelola oleh investor atau dikelola oleh BUMD apabila dana REPO didapat dari hasil refinancing melalui perbankan atau pelepasan saham ke publik (spread ownership).
Bagaimanapun scheme tersebut hanya dapat dijalankan apabila PEMDA mempunyai integrity dan professional serta creative. Selagi tiga hal tersebut tidak ada maka hampir tidak mungkin financial resource akan didapat. Rubahlah attitude dan jangan lagi pihak asing masuk untuk memanfaatkan semua potensi daerah. Walau UU mengenai privatisasi pelayang public sudah dikeluarkan namun tidak seharusnya itu dinikmati oleh asing. Change your attitude then financial resource will follow you.
Dari ketentuan mengenail Municipal Bond ini , maka yang mungkin layak dan flexible untuk dilakukan pemda adalah menerbitkan Revenue Bond yang dikeluarkan oleh BUMD (khusus dibidang investmen and development). Secara kelembagaan BUMD adalah perseroan yang bebas berbuat sebagaimana UU perseroan. Artinya dia tidak harus mengikuti ketentuan dari Pemerintah Pusat tentang Municipal Bond. Namun dia tetap bagian dari PEMDA , yang tentu juga tak terpisahkan dari asset negara. Revenue Bond ini diterbitkan tentu berdasarkan revenue, sesuai dengan namannya. Artinya jaminan pembayaran dari bond tersebut bersumber dari revenue project itu sendiri. Nah proyek apakah itu ? Tentu proyek yang berhubungan dengan captive market , yang sesuai dengan peran pemda sebagai public service provider. Diantaranya adalah project air bersih, pembangkit listrik dibawah 20 MW, Pasar Rakyat, Kawasan Bonded, Pelabuhan khusus, Pusat Gudang stockis hasil pertanian, jalan toll khusus kepusat penambangan /perkebunan, dan lainnya.
Hanya masalahnya adalah bagaiman project dapat menerbitkan Revenue Bond sementara projectnya sendiri belum beroperasi? Apakah ada investor yang bersedia membeli revenue bond tersebut. Ini bukan masalah apabila PEMDA bersedia membuka diri dan mengorganisir raising fund ini secara professional. Caranya adalah Revenue Bond ini harus didukung Info Memo ( Investment exposure ) oleh Asset Management / Securities Company . Berdasarkan Info Memo tersebut maka scheme financing dicreate melalui in kind loan ( penyerahan barang ). Artinya BUMD tidak menerima dana dari hasil penjualan bond tapi menerima project jadi. Dana dari revenue bond tersebut diserahkan kepada EPC ( engineering , procurement, contracting ). EPC inilah yang bertanggung jawab kepada team raising fund untuk menyerahkan project kepada BUMD.
Sekarang bagaimanakah caranya untuk mendapatkan pembeli Bond tersebut. Bukankah tidak mudah mendapatkan investor, apalagi sekarang banyak sekali product investasi yang ada dipasar. Apakah mungkin Revenue bond ini menarik. Saya dapat menjawab secara sederhana, yaitu semakin luas produk investasi maka semakin luas dan beragam pula jenis investor didunia ini. Artinya selalu ada pasar untuk setiap produk investasi selagi kita mampu melakukan financial engineering secara professional. Salah satunya adalah melalui financing scheme Credit Linked Notes. Skema ini melibatkan tiga pihak. Pihak Pertama adalah Investor / pembeli Bond, Pihak kedua , undertaker , ketiga BUMD itu sendiri yang diwakili oleh Asset Management /Sekurties company. Urutan teknisnya adalah BUMD melalui securities company membentuk SPC ( special propose company ) diwilayah offshore ( seperti BVI, Cayman Island etc). SPC inilah yang akan menerbitkan MTN ( medium Term Notes ) dengan underlying transaction Revenue Bond BUMD. Kemudian , MTN ini akan diprotect resikonya oleh pihak undertaker sebagai provider SWAP MTN Triplle A. Kemudian, investor ( limited offering ) membeli MTN ini dan dananya di transfer kepada securities company yang bertindak sebagai agent dari BUMD untuk diteruskan kepada EPC. Pihak provider MTN triple A rated mendapatkan jaminan dalam contract REPO yang dibuat oleh SPC dan Investor.
Dalam proses tersebut, pihak BUMD memang harus menanggung cost of fund untuk membayar redemption cost kepada prihak provider dan juga coupon kepada pihak investor setiap tiga bulan sekali. Tapi ini tidak perlu kawatir. Karena harus dicatat bahwa peran BUMD hanyalah sebagai provider bukan sebagai owner. Artinya , pada saat penerbitan revenue bond itu ,juga dilakukan offering project kepada limited investor atau refinancing melalui lembaga perbankan dalam negeri atau penerbitan obligasi umum. Dengan satu kondisi hal tersebut dilaksanakan apabila project sudah selesai dibangun. Saya yakin akan banyak peminat yang bersedia membeli project tersebut. Alasanya adalah karena project sudah jadi ( settle down ) dan investor tidak dipusingkan lagi dengan market dan perizinan,lahan. Tinggal BUMD tersebut menentukan selective buyer yang sesuai dengan misi pemda sebagai pencipta keseimbangan. Kondisi ini tentu memudahkan BUMD untuk menetapkan Term of reference kepada calon EPC untuk menanggung cost of fund.
Setelah project selesai,dibangun maka pihak BUMD melalui securities company menyelesaikan tahap repo atas SWAP Bond tersebut, yaitu dengan menjual project tersebut kepada investor dalam negeri. Tentu penjualan project ini akan “bernilai". Harganya tentu diatas nominal pembangunan project. Hasil penjualan /refinancing digunakan untuk me REPO bond dan sisanya adalah yield sebagai pemasukan BUMD. Selanjutnya project dikelola oleh investor atau dikelola oleh BUMD apabila dana REPO didapat dari hasil refinancing melalui perbankan atau pelepasan saham ke publik (spread ownership).
Bagaimanapun scheme tersebut hanya dapat dijalankan apabila PEMDA mempunyai integrity dan professional serta creative. Selagi tiga hal tersebut tidak ada maka hampir tidak mungkin financial resource akan didapat. Rubahlah attitude dan jangan lagi pihak asing masuk untuk memanfaatkan semua potensi daerah. Walau UU mengenai privatisasi pelayang public sudah dikeluarkan namun tidak seharusnya itu dinikmati oleh asing. Change your attitude then financial resource will follow you.
Masalah utama yang dihadapi oleh setiap Pemda adalah:
ReplyDelete1. Keterbatasan SDM yang expert
2. Keterbatasan waktu karena padatnya jadwal kerja rutin., karena Pengurus BUMD biasanya juga pejabat Pemda.
3.Tidak adanya alokasi anggaran khusus untuk BUMD yang memungkinkan bumd melakukan riset dan pengembangan dalam bidang apapun.
Dengan adanya 3 keterbatasan diatas, akan sangat sulit berharap bagi bumd untuk maju dan berkembang.q