Friday, February 29, 2008

Bermain untuk menang

Dunia dari sejak dahulu kala memang lahir dari banyak gejolak karena faktor kepentingan. Tidak ada rasionalitas budaya atau agama yang dapat membenarkan dari sebuah pembenaran bila kenyataanya perang harus terjadi,pembunuhan massal harus terjadi. Semua berawal karena masalah sosial dan ekonomi yang tidak mendapat ruang untuk dijabarkan secara filofi maka jalur politik adalah satu alternative yang bisa menjawabnya.

Kemerdekaan Indonesia , karena memontum yang tepat untuk merdeka ditengah kebenaran politik international untuk mengikis semua kekuatan Nippon diseluruh dunia. Para politisi kita kala itu sadar betul bahwa kemerdekaan ini akan didukung penuh oleh musuh jepan karena rakyat Indonesia akan bangkit melawan kekuatan jepang yang tersisa setelah jatuhnya bom atom di nagasaki dan hiroshima. Politisi kita kala itu memang politisi negarawan dan berkelas international. Yang sangat sadar dan paham betul cara mengambil setiap momentum gejolak international untuk kepentingan nasional. Walau pandai memanfaatkan momentum bukan berarti bebas mendapatkanya. Masih ada perjuangan panjang dalam berbagai politik international yang melibatkan kekuatan intelligent untuk merampas kembali apa yang sudah didapat oleh Indonesia. Inipun disadari oleh para politisi kita dengan memperkuat barisan nasional dan menggalang solidaritas negara negara ex jajahan untuk bersatu dalam satu gerakan Non Blok. Semua itu tidak lain , bertujuan memperkuat tawar menawar negara dihadapan pemenang perang dunia kedua. Setidaknya 20 tahun Soekarno berkuasa dia berhasil menentukan sikap untuk berkiblat ke China ( tidak kepada Uni Soviet ) untuk menjadi kekuatan global ketiga setelah Amerka, USSR.

Soeharto , masuk dengan jargon orde baru. Tentu dibalik era baru ini ada kekuatan Amerika dan groupnya. Ini tidak bisa lepas dari kelanjutan perang dingin. Tapi Soeharto berserta teamnya dapat memanfaatkan posisi Indonesia dengan cerdas ditengah gejolak politik luar negeri yang semakin memanas. Miliar dollar uang masuk ke Kas Orde Baru. Uang begitu mudahnya mengalir dan juga terserap untuk pembangunan nasional. Soal berapa persen dikorup oleh korporate AS dan pejabat Indonesia , atau berapa persen digunakan untuk kesejahteraan rakyat , itu masalah lain. Yang pasti, ada politik bermain maka hukum ekonomi menjadi hablur. Indonesia yang lemah daya saing, lemah sdm, lemah pengalaman , mendapatkan segala galanya dari Amerika. Ini reward dari perjuangan kejeniusan politik orde baru untuk tidak hanya sebagai alat tapi juga mendapatkan manfaat maximal sebagai alat tanpa mengorbankan harga diri bangsa.

Soeharto tersingkir , tentu semua tahu ini semua berkat kampanye demokrasi yang dicanangkan Amerika setelah berakhirnya perang dingin. Amerika butuh jargon baru untuk mempertahankan legit nya sebagai penguasa dunia. Maka paham demokrasi adalah kendaraan baru dan menjadi wahana untuk melegalkan amerika bergerak sesuai yang dia mau. Karena katanya demokrasi adalah juga HAM, maka perjuangan AS juga adalah perjuangan HAM. Pro demokrasi hanya berhasil mendorong AS menjatuhkan Soeharto dan setelah jatuh , maka selesai. Selanjutnya adalah keikhlasan untuk menerima segala kondisi yang ditentukan oleh AS yang berkaitan dengan demokratisasi ekonomi , yang pada intinya demokrasi dari pasar , oleh pasar dan untuk pasar.

Sepuluh tahun berlalu, tidak ada kemajuan dan tidak ada lagi yang gratis. Semua harus berdasarkan hukum sebab akibat pasar. Termasuk untuk mendapatkan bantuan dana luar negeri. Indonesiapun harus masuk kedalam system pasar uang Amerika melalui 144 A SEC Act dan global bond yang diterbitkan oleh Indonesia berbunga komersial , dibeli oleh private investor yanga tergabung dalam Qualified Intitutional Purchasers. Rakyat tidak tahu ada apa dibalik penjualan underwriting penjualan bond ini. Karena
144 A Sec memang penuh rahasia dari kalangan publik.

Tapi bagaimanapun, perjalanan waktu membuat kita sadar dan kesempatan itu masih ada. Dunia akan terus bergolak dan kepentingan Indonesia sebagai negara berpenduduk nomor lima didunia serta penduduk beragama moslim terbesar, tetap diperhitungkan. Tapi memang kita butuh pemimpin politisi negarawan yang cerdas mengelola komplik regional/ international tersebut untuk kepentingan nasional. Satu contoh, dalam hal memanfaatkan situasi politik di Myanmar. Disini ada dua kekuatan besar sedang bertikai. Yaitu RRC dan Amerika.. Junta militer yang sekarang berkuasa adalah dukungan RRC dan sementara AS berusaha menjatuhkan dengan jargon demokrasinya. Tapi sebetulnya , yang diincar AS adalah deposit gas nomor dua didunia yang dimiliki oleh Myanmar dan juga kandungan minyak di Teluk Benggala yang juga luar biasa.

Nah bisakah indonesia mengambil peran strategis dari komplik ini ? Ada agenda besar yang harus diperjuangkan dengan politik keras dan cerdas, yaitu masalah hutang luar negeri...era Soeharto dan kegagalan IMF melakukan recovery Economi. Sebetulnya ini bukanlah masalah besar dan ruwet kalau AS mau berbuat. Setiap hari AS berutang kepublik untuk membiayai roda pemerintahannya yang boros sebesar
USD 1,8 billion. Artinya 4 bulan AS berutang sama dengan jumlah hutang luar negeri indonesia selama 6 president berganti berkuasa di negeri ini. Nah, Bila AS tidak peduli maka sebaiknya kita melirik ke Beijing ...mungkinkah? . Apapun pilihan kita tidak akan ada artinya apabila kita tidak bisa mendapatkan apapun dari pilihan itu.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.