Saturday, December 18, 2021

Keadilan sosial

 





China adalah negara yang menerapkan sistem politik komunis. Namun komunisme  china tidak copy paste dengan komunisme ala Marx atau lenin. Terjadi peoses dialektika sejak kali pertama komunisme diperkenalkan. Kalau komunisme Marx menggunakan semangat komunal rakyat untuk berproduksi. Partai menjaga semangat itu. Oleh china diubah, menggunakan semangat kompetisi untuk berproduksi. Jadi perubahan yang signifikan komunisme di china ada pada proses produksi saja. Selebihnya tidak ada yang berubah.


Bagaimana cara konkritnya menjalankan sistem komunisme ala china itu. Sederhana saja. Pertama, kebebasan produksi. Setiap orang atau badan usaha bebas mau produksi apa saja terhadap sumber daya yang dimilikinya. Untuk itu hak private diakui. Itupun hanya dengan satu tujuan yaitu produksi. Jadi,  tidak boleh memiliki sumberdaya tanpa tujuan produksi. Apalagi hanya sekedar tidurkan aset berharap harga naik dikemudian hari. Tanah lewat 2 tahun tidak diolah, negara sita. Rumah pribadi lebih dari satu kena pajak tinggi. Akibatnya bisnis rente engga hidup. 


Kedua, Pajak progressive.  Orang  nabung di bank makin lama uangnya bukannya bertambah tetapi berkurang karena pajak progresiv. Begitu juga uang ditempatkan di surat hutang berbunga, dikenakan pajak. Tapi uang ditempakan dalam surat utang berbasis revenue ( semacam SUKUK) bebas pajak. Akibatnya orang lebih banyak menempatkan dana ke sektor produksi dengan skema bagi hasil. Bisnis ventura dan sektor real berkembang pesat. New comer enterpreneur tumbuh subur. Semua ambil resiko dalam proses produksi dan ikut mengawasi bersama.


Ketiga, Uang tidak boleh diperdagangkan. Caranya melarang? Pemerinta china menetapkan kurs tetap. Turun naik kurs bukan ditentukan  oleh pasar tapi oleh pemerintah. China menutup informasi soal fundamental RMB ( mata uang china ). China menerapkan kontrol devisa ketat. Orang atau badan usaha tidak boleh punya rekening valas. Akibatnya orang focus kepada produksi daripada sibuk main valas. Dan ini mendorong semakin kokoh fundamental ekonomi china. Memang rasio GINI tinggi tetapi keadilan sosial tercipta secara proporsional.


Keempat , pada hakikatnya semua sumber daya dimilik oleh negara. Rakyat atau badan usaha hanya menyewa dan karena itu kapanpun negara bisa ambil sumber daya itu untuk kepentingan lebih luas. Makanya asset atas sumber daya seperti tanah dan konsesi, tidak boleh digadaikan ke bank. Jadi, istilah leverage asset, engga ada di china. Apalagi mau nikmati aset lewat bisnis non tradeble. Udah pasti kandas. Dengan demikian kompetisi jadi sehat.


Nah dengan empat hal itu mengapa begitu besarnya investasi asing di china ? Itu karena china menjamin kepastian hukum. Jadi bukan soal sistem indiologi yang membuat orang nyaman tetapi adanya kepastian hukum.


Wednesday, December 8, 2021

Erdogan melawan sistem ekonomi


 


Erdogan percaya bahwa suku bunga itu adalah kejahatan. “   interest rates as "an evil that make the rich richer and the poor poorer”. Katanya. Sepertinya dia mengiikuti syariah islam. Yang berani menentang kebijakannya pasti dia copot. Selama dia berkuasa, sudah 3 gubernur bank central yang dia pecat. Padahal masalahnya sederhana. Erdogan tidak paham makna uang fiat. Bahwa uang fiat itu bernilai karena kebijakan deman and supply. Ini soal market, bukan soal riba. 


Kalau inflasi tinggi ya naikan suku bunga. Agar uang ke sedot ke negara dan inflasi turun. Gampang kan. Tetapi Erdogan enaknya minta suku bungan harus tetap rendah. Dia tidak peduli dengan inflasi tinggi. Kalau ada swasta berhasil dapat pinjaman luar negteri. Itu hutang dijamin negara dan valasnya dikuasai negara, dan negara cetak uang lira. “ Dari mana dia biayai keseimbanga demand and suppy ? Ya dia perintahkan bank central cetak uang. Cetak aja uang. Terus bagikan ke rakyat lewat produksi. Kan bego” Kata teman saya di Turki.


Mengapa bego? Turki itu sebagian besar barang tergantung dari impor. Dan beli barang impor engga bisa pakai lira tetapi valas. Emangnya negara lain sama begonya dengan rakyat Turki? Kan engga. Mereka tahu. Ketika fundamental Turki berderak. Mereka tunggu kebijakan Erdogan. Kalau  suku bunga naik, itu artinya Erdogan patuh dengan sistem uang fiat. Kalau engga? ya kelaut aja. 


" Dan ketika utang swasta dan negara jatuh tempo, lender engga mau uang lira, maunya dollar. Ya kebayangkan dampaknya terhadap kurs? Terjun bebas. Harga barangpun melambung. Mengapa ? Emang orang percaya dengan uang yang di create endorgan? Emang siapa dia semaunya atur uang" Kata teman.


Erdorgan dengungkan retorika bahwa kejatuhan Lira karena kapitalisme dan ulah Amereka. Dia engga peduli kalau kejatuhan lira itu karena bijakannya. Maklum tahun 2023 akan ada Pemilu. Dia masih ingin terus berkuasa. Memang cara terbaik membuat orang dungu, ya bungkus kesalahan dengan agama. Selesai urusannya.


Tuesday, December 7, 2021

Cuci Uang

 




Dulu sebelum ada sistem digital dan masih jaman jadul. Toke hasil bumi tidak beli barang. Tetapi terima barang titipan. Jadi engga perlu bayar. Cukup keluarkan bon putih sebagai bukti titipan barang dari pejual. Kemudian bukti titipan barang itu oleh penjual bisa cairkan di kota lain. Cara  mencairkannya?  juga pakai bon putih yang diendorse oleh pembeli akhir. Bon putih itu bisa ditukar dengan barang kelontongan atau emas. Itu bisa terjadi karena komunitas bandar terbatas. Jadi diantara mereka bisa telp telponan. Dengan skema itu mereka bisa hindari pajak. Dan keliatan kere terus tetapi duinya banyak.


Kemudian, muncul skema agak canggih tapi lebih gede cuannya. Apa itu. Jual coin judi. Maklum pemerintah larang warga negara bawa uang kontan ke luar negeri diatas jumlah tertentu. Jadi orang kaya yang mau pindahkan uangnya ke luar negeri, mereka cukup beli coin judi di dalam negeri. Coint itu bisa ditukar jadi uang tunai di luar negeri melalui agent. Ya tinggal setor di bank di luar negeri. Gimana caranya bawa lagi uang masuk ke dalam negeri. Ah tinggal buat surat bukti penjualan coin dari casino. Uang itu sudah punya alasan sebagai pendapatan clean. Dari judi tentunya. Engga bisa tanya macem macem. 


Alipay dari group Alibaba begitu menggelegar di China. Menjadi Icon kemajuan China bidang IT. Jack Ma sang maestro investor dapat pujian seluruh dunia. Tetapi akhirnya Ant Financial (Alipay) di ban oleh pemerintah China. Setelah itu investigas dilakukan. 3 direkturnya masuk bui. Ada apa ? Oh ternyata Alipay sebagai platform pembayaran dari MarketPlace Alibaba dan lain lain digunakan cara cuci uang. Triliunan uang Yuan terbang ke luar negeri. Caranya sederhana saja. Yaitu lewat transaksi yang sebenarnya mindahkan uang. 


Walau jumlah transaksi, prosedur dan lain lain dibatasi oleh aturan pemerintah, namun lewat IT dan computerize, satu user bisa nge-drive nya secara massive. Jadi besar juga jumlahnya. Tanpa keterlibatan Alipay engga mungkin bisa terjadi. Oleh karena itu, China buat aturan. Orang asing tidak boleh punya akun daring di platform pembayaran online. Saldo uang yang mereka punya otomatis hangus. Ternyata kebijakan ini juga menyasar kepada Uang Kripto. Semua penambang coint harus tutup. Transaksi sejenis bitcoint dianggap ilegal. Jadi orang engga berani beli coint lewat akun bank atau lewat apalikasi cash digital. Karena pasti terlacak oleh otoritas china.


Nah dikita, ditengah maraknya bank digital dan aplikasi cash digital di Indonesia, aturan membatasi seperti China tidak ada. Makanya Alipay, WeChat dll  turun ke Indonesia. Mereka invest hampir disemua bisnis digital, seperti Grab, Tokopedia, Gojec. Karena dimana aturan lemah, sense of moral rendah,  bisnis mencuci uang itu memang menggiurkan. Orang kaya butuh cara mudah memindahkan uangnya dan menggunakan sesukanya


Merampok APBN lewat skema.

 




minggu lalu dari berita Kompas saya baca pernyataan Pihak  PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) bahwa  KCIC telah melakukan kajian dengan menggandeng lembaga konsultan mengenai skema balik modal saat KCJB beroperasi. “Pada pengkajian terbaru kami melakukan perhitungan dengan mempertimbangkan kondisi terkini, potensi demand, forecast termasuk membentuk skema revenue stream atau skema usaha yang feasible untuk PT KCIC,”Kata mareka. Saya baca berita itu senyum saja. Mengapa ?


Ide skema revenue stream itu memang tadinya sudah dirancang oleh WIKA sebagai lead konsorsium KCIC. Karena  skema revenue stream itulah maka muncul skema B2B. Tanpa ada keterlibatan APBN atau PMN. Jadi bukan hal yang baru. Setelah WIKA mundur sebagai lead konsorsium, PT. KAI menggantikannya. KAI minta PMN dan minta lagi penjaminan APBN atas hutang proyek. Karena itu Perpers soal proyek Kereta Cepat diganti agar bisa diubah skema, dari B2B ke APBN.


Apa yang saya tangkap dari pernyataan KCIC tak lain adalah upaya membujuk pemerintah agar tidak ragu melibatkan APBN. Dengan iming iming proyek tidak akan rugi. Karena tidak melulu mengandalkan Ticket kereta ( farebox revenue), tetapi juga non farebox revenue  seperti sewa properti, pengembangan properti, aktivitas komersial stasiun, periklanan, ATM/vending machine, pertokoan atau ritel, bisnis telekomunikasi atau digital hingga pengembangan kawasan Transit Oriented Development (TOD).


Kalaulah skema WIKA dari awal diterapkan, engga perlu ada APBN. Karena gampang kok ngitung return nya. Mari kita hitung sederhana. Ada empat TOD. Kawasan sebagai TOD kereta cepat itu tanahnya sangat mahal. Cek aja di luar negeri. Atau mari bandingkan. Harga tanah di LIPPO Karawaci Rp. 20 juta/M2. Jarak tempuh jakarta tangerang tanpa Kereta cepat itu bisa 45 menit. Kalau TOD kereta cepat di Krawang, jarak tempuh Kereta Cepat dari Jakarta ke krawang 15 menit. Berapa harga tanah di TOD Krawang?. Pasti diatas Rp. 20 juta/m2. Itulah value dari TOD karena adanya akses kereta cepat.


Nah bayangkan kalau TOD 1000 hektar saja. Harga tanah Rp 30 juta/M2. Maka nilainya Rp. 300 triliun. Artinya, kalau investasi kereta cepat Rp. 120 triliun. Itu sudah dicover dengan kenaikan value tanah TOD. Belum lagi fee dari Digital payment gate way untuk ticket, iklan dan lain lain. Tetapi mengapa peluang besar itu tidak mampu di-engineering sebagai skema financing agar tidak melibatkan APBN? Jawabnya : itu karena tanah sudah dikuasai oleh penguasa rente. 


Setelah kereta cepat selesai dibangun, KCIC akan kerjasama dengan pengusaha rente ( developer). Developerlah yang akan menikmati kenaikan value tanah TOD. KCIC hanya dapat remeh remeh saja. Toh resiko sudah ditanggung APBN. Seperti biasa cerita awalnya proyek bagus, dan memang bagus untuk pengusaha rente. Sementara China sebagai investor dan lender sudah untung dari pengadaan rel, gerbong dan lokomotif. Untung lagi dari bunga pinjman. Kalau nanti skema revenue stream gagal, ya China ambil alih proyek itu dengan harga diskon 50%. Sisanya negara harus bailout. Dasar tikus got