Kalau kamu mau tahu bagaimana buruknya Korupsi maka lihatlah Jakarta. By process, pelan-pelan, kita akan saksikan runtuhnya kota. Program Tanggul raksasa yang non budget, telah tiada. Padahal itu diharapkan menjadi benteng Jakarta dari tenggelamnya kota. Kota ini jadi sebuah cerita tentang negeri yang dihabisi oleh kekuatan jahat berwajah malaikat. Antara Gubernur dan DPRD selalu sepakat. Biarkan semua berjalan sesuai tata tertip bekerja. Etika Dewan yang terhormat yang utama. Saling menjaga untuk tidak saling mengumpat, tetapi hidup saling berbagi pendapatan, daripada berbeda pendapat.
Jika kota ini runtuh, itu adalah moral bangsa yang runtuh. Dibandingkan Shanghai , Jakarta bagai kampung besar yang kumuh. Namun berdiri angkuh tanpa hukum bisa menyentuh. Jakarta adalah icon marcusuar politisasi agama. Untuk tampilnya pemimpin seiman penuh utopia. Melempar keluar si kafir yang tidak bisa seia sekata. Yang marah dan kecewa akan berhadapan dengan narasi agama. Sementara jalan kota semakin mengecil, kendaraan semakin banyak. Solusinya hanya sebatas retorika, namun tidak boleh menjadi wacana merendahkan pejabat kota.
Seakan-akan jalanan macet dan semua masalah kota bisa diselesaikan dengan retorika. Ia bukan sebuah problem, melainkan sebuah keberpihakan. Kota bukan hanya soal insfrastruktur tetapi juga menyangkut manusia, katanya. Mengelola kota adalah juga mengelola manusia, yang 90% tidak mendapatkan keadilan. Seakan-akan penyelewengan dan korupsi harus dimaklumi sebagai bentuk dari keberpihakan, selagi tidak ada yang tahu, dan tidak dibicarakan. Si mayoritas berhak mengerat setiap waktu, dan bebas menguasai sarana umum , termasuk jalan raya , trotoar, yang dibangun dari uang pajak orang kaya..
Bayangkan: sebuah ibu kota republik, sebuah kota metropolitan, sebuah ruang hidup dengan gedung-gedung pemerintah yang megah, dengan bank-bank yang rajin, dengan Pasar Modal dan World Trade Center, Billboard iklan yan berkompetisi, dengan perguruan tinggi yang bangga, dengan tempat tinggal menteri dan petinggi partai, dengan ratusan ribu lulusan universitas, dengan para teknokrat yang pintar, dengan markas semua Ormas Islam dan tempat bermukimnya Ustad terkenal, dengan jaringan WIFI tersebar di setiap Mall: sebuah kota pada abad ke-21—ternyata sebuah kota yang rentan dan ketakutan dengan transparansi anggaran.
Jakarta adalah sebuah kota di mana korupsi bukan sekadar maling. Di kota ini, korupsi bukanlah sekadar ulah DPRD dan Gubernur yang create APBD ngawur. Bukan sekadar pembuatan proyek bancakan untuk mendapatkan anggaran. Bukan sekadar perilaku rutin para petugas izin yang minta sogok dan tak berdaya berhadapan dengan developer yang ngeplang hutang fasum. Bukan sekadar aparat hukum yang abai. Tapi memang kekuasaan by sistem membiarkan penjarahan terjadi begitu saja. Semua kota lumpuh karena bencana. Tapi Jakarta, ia lumpuh oleh kekuasaan. Jakarta adalah icon otonomi daerah yang arogan dan gagal. Balaikota adalah Icon korupsi dari sebuah sophisticated power, yang jaraknya hanya sejengkal dari istana presiden. Kita tidak berdaya.
***
Begitu tak terbilang negara dirugikan oleh Petral. Semua tahu itu karena ulah elite yang buruk mental. Namun setelah semua terbuka. Petral tiada. Tak ada elite yang kena KPK. Tak ada pengusaha rente yang masuk penjara. Yang dikorbankan hanya seorang direktur yang tak punya kuasa. Kita tidak berdaya, dan cukup puas dengan itu saja. Begitu tak terbilang negara dirugikan oleh BLBI dan KLBI. Namun tak semua mereka yang terlibat masuk bui. Yang lain masih asik di luar negeri. Menikmati uang hasil korupsi. Kita tetap tidak berdaya, menanti janji korupsi tiada lagi. KPK tetap dipuji, bagaikan malaikat suci.
Begitu luasnya laut Indonesia. Begitu banyak kapal asing penangkap ikan yang tenggelam. Namun nilai ekspor ikan kita kalah dengan Vietnam. Begitu gencarnya infrastruktur dibangun. Semua butuh baja untuk penguat bangun. Namun PT. Krakatau steel yang produksi baja merugi susah untuk bangun. Pesawat terbang bukan lagi jasa bagi kaum berkelas. Dia sudah menjadi produk tanpa kelas. Siapa saja bisa naik pesawat tanpa was was. Walau ongkos pesawat terus naik, namun laba Garuda tidak naik. Kita tidak lagi eksportir Migas. Sudah jadi net importir Migas. Begitu banyak kebutuhan BBM. Namun kilang kita tidak cukup produksi BBM.
Begitu banyak yang hendak kita gapai. Begitu banyak pujian dan prestasi yang Jokowi capai. Jangan biarkan Jokowi sendiri melawan para bedebah. Yang tak henti menebar racun dan wabah. Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah ? Itulah negeri yang para elite partainya hidup mewah. Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah. Atau menjadi kuli di negeri orang. Yang upahnya serapah dan bogem mentah.
Agama yang sucipun dimanfaatkan menebar kebencian dan amarah. Para mahasiswa yang lugupun dijadikan kayu bakar yang pongah. Mereka selalu maju tak gentar. Tentu membela yang bayar. Para elita partai ada di belakang layar. Menyaksikan semua keonaran. Agar politik dapat ditransaksikan. Dan korupsi pun dimaklumkan.
Korupsi menggerogoti vitalitas bangsa. Itu karena partai sangat berkuasa. Membuat presiden tak leluasa. Apa yang kita rasa; Defisit APBN semakin lama semakin melebar. Defisit neraca perdagangan yang besar. Utangpun semakin membesar. Karena Ekonomi , Bolivia, dan Venezuela, idiologi bubar. Kita harus jadikan itu sebagai iktibar. Agar NKRI tidak bubar.
1 comment:
Oligarki parpol...disitu biangkerok akhlak bobrok..
Post a Comment